trustnews.id

Radesa Tuntang menanggapi Surat Aduan LSM Lembaga Investigasi Negara DPC Kab. Semarang di satpol PP Kab. Semarang
Foto: istimewa

Pada selasa 14 Juni 2014 Fasilitator pendampingan Rintisan Wisata Desa Didik setiawan bersama Sekretaris Bumdes Tuntang sejahtera mendatangi kantor satpol PP Kab. Semarang terkait dengan undangan klarifikasi perizinan radesa tuntang.

Undangan itu dilakukan oleh Satpol PP Kab. semarang karena adanya desakan LSM Lembaga Investigasi Negara DPC kab. semarang atas nama ketua Sendi setyawan dan sekretaris Bondan, yang memberikan surat aduan yang dilayangkan ke Kantor Satpol PP Kab. Semarang bahwa menurut LSM tersebut Radesa Tuntang tidak punya izin pemda dan terjadi insiden pengunjung tercebur di air sehingga mengakibatkan HP dari pengunjung tersebut rusak

Beredar video hoax bahwa ada korban meninggal di Radesa Tuntang di media sosial.

Dari pihak Sekretaris Bumdes Puji Mulyono menerangkan bahwa apa yang dituduhkan LSM dan video yang beredar itu Hoax, "untungnya beberapa wartawan mengkonfirmasi ke pihak pengelola, kita menganggap berita tersebut terlalu berlebih terkait adanya pengunjung yang jatuh, sebenarnya hanya jatuh dan luka lecet tidak meninggal dunia, sudah ada solusi dari pengelola Radesa Tuntang untuk dibantu diservis dan siap mengganti biaya berobat karena ada lecet di badanya.

Selebihnya pihak pengelola padahal juga sudah memasang pemberitahuan terkait larangan berfoto selfie bergerombol lebih dari empat orang, tapi menurut keterangan korban jatuh berfoto 9 orang ditempat yang sama sehingga daya tahan bambu tidak kuat dibagian ujung. Ini klarifikasi pengelola terkait isu Hoax yang beredar.

Selebihnya terkait Perizinan Didik menyampaikan bahwa "Radesa Tuntang ini Unit usaha yang dikelola Bumdes dengan dibuktikan SK Desa Tuntang Nomor : 031 / VIII / 2019, selebihnya juga diserahkan Perdes, Kerangka Acuan Kerja dan bukti-bukti surat sewa menyewa tanah dilokasi, SOP Wisata desa dll.

Adapun syarat-syarat yang diajukan oleh Satpol PP yang menganggap itu milik pribadi disangkal pengelola, "LSM tersebut tidak tabayun dulu ke pengelola dan tidak paham undang-undang desa" ucap Didik.

Seharusnya kalau LSM mau menegakkan Perda seharusnya melihat wisata-wisata lain yang besar-besar dan betonisasi, bukan rintisan wisata bumdes yang tidak ada masalah, LSM harus lihat apakah tarif retribusi, IMB wisata lain sudah sesuai dengan aturan Perda, jangan tebang pilih, kalau unit usaha Bumdes soal tarif yang menetapkan ya Bumdes bukan Pemda, apalagi bangunan bambu dan Gazebo ditanyakan IMB, tentu ini tidak tepat.

Adapun permintaan surat izin tertulis dari BBWS Pemali juana terkait  pemanfaatan sebagian lahan, pengelola menyampaikan Permohonan ijin memang awalnya hanya bersifat koordinasi dengan PPK BBWS Pemali juana dan dibolehkan, asal dengan catatan dari PPK kita ikut bersama dalam mensukseskan Revitalisasi Rawa Pening dan ini diluar kewenangan satpol PP, tapi jika tidak percaya "silahkan satpol PP berkoordinasi dengan PPK Pemali juana".

Satpol PP mengira laporan dari LSM benar bahwa Radesa Tuntang milik pribadi, akan tetapi dengan kehadiran bersama sekretaris bumdes dan surat-surat yang disampaikan menjadi bukti bahwa Radesa Tuntang dikelola oleh Bumdes, sehingga secara administrasi tidak disyaratkan menggunakan perda kab. semarang nomor 4 tahun 2014 akan tetapi dengan aturan Peraturan Desa dalam penyelenggaraan unit usaha Bumdes.

Didik mengharap harusnya, dimanapun Pemda tidak terlalu keras dalam membina Rintisan wisata desa, mengingat program ini juga merupakan perintah Presiden dan di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.  di Revitalisasi Rawa Pening yang harus dihilangkan adalah Branjang dan Karamba Jaring Apung, sementara usaha kreatif berbasis Bumdes ataupun kelompok ini malah justru harus dibina, agar supaya mampu menciptakan pusat-pusat ekonomi desa, agar supaya mampu mewujudkan kemandirian desa yang memiliki efek luar biasa terhadap semua sektor.

Pengelola mengucapkan terimakasih kepada satpol PP atas tindakan-tindakanya, dan berharap lebih mengedepankan dialog dengan pengelola dibanding bekerja karena tekanan LSM.