Tak ingin menjadi cerita akan sebuah bisnis pelayaran yang jaya lalu karam, PT Djakarta Lloyd (Persero) melakukan pembenahan besar-besaran dan agresif mencari peluang. Hasilnya mesin kapal kembali menyala dan berlayar menuju lautan lepas dengan gagah.
Dalam sebuah adegan film, di tengah samudera dengan gelombang setinggi gunung Himalaya, sebuah kapal nelayan kecil terombang-ambing berjuang, tak ubahnya mainan bagi si gelombang. Di antara hidup dan mati, dihempasan terakhir, kapal kecil itu hilang ditelan amuk gelombang. Lalu samudera pun kembali dalam kesunyiannya, hanya kegelapan dan sedikit gemintang di atas sana.
Dan, tak berapa lama kemudian, kapal kecil itu keluar dari lidah gelombang yang maha tinggi. Dalam kapal, para nelayan suka cita berlompatan. Lolos dari kematian terkubur di palung samudera. Di akhir cerita, kapal nelayan kecil berlayar pulang hingga tiba di pelabuhan dengan hasil tangkapannya.
Dalam kehidupan nyata, PT Djakarta Lloyd (Persero) punya gambaran cerita yang hampir sama. Berjaya, karam dan kembali berlayar membelah samudera.
Mudah? Tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan. “Kami harus mengambil langkah yang paling menyakitkan di dunia ini, merumahkan karyawan,” ujar Direktur Utama Djakarta Lloyd Suyoto kepada TrustNews.
Tercatat, sejak masuk ke Djakarta Lloyd pada 2015, Suyoto mengambil langkah yang paling tidak populer, merumahkan dan memberikan pesangon kepada 900 karyawan serta mempensiunkan 1.300 karyawan.
"Karyawan hanya 5% yang kita angkat, sekarang hanya 2%," jelas Suyoto dengan mata sedikit menerawang.
Pil teramat pahit yang terpaksa ditelan demi menyelamatkan kapal agar tak teggelam. Citra Djakarta Lloyd sebagai perusahaan babak belur. Terbelit utang Rp1,3 triliun hingga berlanjut pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan, penahanan dua buah kapalnya di Singapura berawal dari kasus utang kepada Australia National Lines sebesar USD3,3 juta yang digugat di pengadilan Singapura hingga tudingan “ngemplang” pajak kian melengkapi wajah bopengnya.
“Satu per satu kami selesaikan, selain pengurangan karyawan, masalah pajak yang terbayarkan dari tahun 1999 sampai 2012 senilai Rp160 miliar, kami selesaikan melalui tax amnesty, termasuk membereskan utang masa lalu dengan skema konversi saham,” paparnya.
Begitu juga dengan langkah pengurangan karyawan, lanjutnya, jumlah yang tersisa 64 orang karyawan. Di kantor pusat hanya ada 30 orang, sedangkan sisanya tersebar di kantor cabang.
“Small is beautiful, overhead kami tidak sampai Rp1 miliar. Dengan income Rp2 miliar per bulan saja kami sudah bisa saving banyak. Dengan begitu tahun 2019 kami mulai bisa bayar kewajiban kami, setiap bulan tidak sampai Rp1 miliar,” ungkapnya.
Perlahan tapi pasti, mesin kapal yang semula dimatikan, mulai kembali dinyalakan. Untuk menambah pundi-pundi perusahaan, tahap berikutnya melakukan evaluasi aset perusahaan yang berpindah kepemilikan terutama berupa aset tanah.
“Dalam kondisi perusahaan di ujung tanduk tentu tak ada yang sempat memikirkan aset-aset perusahaan, kami bisa memahami melihat kondisi psikologis saat itu. Menjadi tugas kami berupaya mengumpulkannya kembali, dari perburuan aset yang berhasil dikumpulkan nilainya mencapai lebih dari Rp80 miliar dan akan kami cari terus dimana saja aset itu adanya,” tegasnya.
Mesin kapal menyala, PT Djakarta Lloyd (Persero) kembali bergerak meski pelan. Tahun 2010, mendapat kontrak dari PT PLN (Persero) untuk mengangkut batubara ke empat pembangkit yakni PLTU Labuan di Banten, PLTU Labuan Angin di Sumatera Utara, PLTU Pelabuhan Ratu di Jawa Barat dan PLTU Pacitan di Jawa Timur. Dengan kerjasama jangka panjang ini, Djakarta Lloyd mengangkut 5 juta ton batubara dan diperkirakan meraup Rp550 miliar.
Selain itu, di 2014, Djakarta Lloyd bekerja sama dengan PT Adaro Indonesia untuk mengangkut batubara ke PLTU milik PT Sumber Segara Primadaya yang berlokasi di Cilacap, Jawa Tengah. Dengan nilai kontrak Rp200 ribu per ton nilainya mencapai Rp8 miliar untuk mengangkut batubara sebanyak 40 metrik ton per kapal selama tiga bulan (Oktober-Desember 2014).
Beragam langkah dilakukan Suyoto, termasuk melakukan pengembangan bisnis dengan meningkatkan volume angkutan curah kering dan curah cair. Termasuk melakukan perluasan bidang jasa diantaranya dengan melayani kebutuhan onshore dan offshore minyak dan gas serta menjalankan kegiatan usaha pelayaran dengan memberikan solusi transportasi barang yang menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Dengan bekal panjang dan pengalaman selama lebih dari 69 tahun, PT Djakarta Lloyd (Persero) terus menjalankan kegiatan usaha pelayaran dengan memberikan solusi transportasi barang yang menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.
“Kita sedikit agresif dengan melakukan jemput bola, karena sudah bukan zamannya lagi menunggu keburu diambil perusahaan lain,” paparnya.
Agresif dalam mencari peluang, membawa Djakarta Lloyd mencatatkan pertumbuhan signifikan di dua tahun belakangan. Pada tahun 2017 mencatatkan laba bersih Rp36,6 miliar atau meningkat dari laba tahun 2016 sebesar Rp29,7 miliar. Catatan laba bersih kembali naik dua kali lipat di tahun 2018 sebesar Rp54,88 miliar dari Rp36,89 miliar.
Dari sisi pendapatan (revenue), tahun lalu perseroan berhasil membukukan Rp548,49 miliar. Tahun ini perseroan memasang target pendapatan di Rp1,7 triliun dengan laba dikisaran Rp120 miliar-Rp140 miliar. “Ini menjadi milestone penting bagi perjalanan Djakarta Lloyd,” pungkasnya. (TN)