TRUSTNEWS.ID,. - Memilih penguatan pasar makanan ringan dalam negeri. Choice Plus Makmur menawarkan panganan sehat bervitamin.
Setelah berjaya di pasar luar negeri, PT Choice Plus Makmur mulai memfokuskan diri merambah pasar lokal. Apalagi pasar makanan minuman (mamin), khususnya biskuit, peluangnya masih terbuka lebar. Ini melihat total kebutuhan biskuit dalam negeri tiap tahun bisa mencapai lebih dari 400 ribu ton atau senilai Rp 16 triliun.
Uniknya, pilihan untuk menggarap pasar lokal justru datang dari pemerintah daerah. Hal ini diakui Irawati Lukito, Direktur Marketing PT. Choice Plus Makmur kepada TrustNews.
"Sejak awal berdiri, Choice Plus Makmur memang targetnya pasar ekspor. Hanya saja dua tahun lalu ada tawaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan kemudian ajakan yang sama juga datang dari Pemerintah Kabupaten Semarang. Jujur awalnya kita takut dengan dua ajakan ini," Jelas Irawati.
"Kita tidak pernah ada hubungan kerjasama dengan pemerintah. Tambah lagi kalau kita denger-denger kalau kerjasama dengan aparat birokrasi itu bakalan rumit. Citranya menakutkan," ujarnya tertawa mengenang kejadian tersebut.
Setelah dijalani gambaran buruk akan kinerja birokrasi berubah total. Sebagai perusahaan swasta tentu bisa mengambil keputusan yang cepat dalam mengambil keputusan. Ini tentu berbeda dengan birokrasi yang harus melewati sebuah proses.
"Keduanya memiliki layar belakang yang berbeda. Setelah kita jalani dan memahami kulturnya lambat-laun ketemu juga chemistry-nya. Semua proses berjalan transparan dan administrasi juga baik," ujarnya.
"Hal lain yang selama ini tidak kita temukan bahwa tiap proyek pemerintah sudah ada dananya. Jadi begitu proyek selesai, kita ajukan penagihan lalu dilakukan pengecekan. Setelah di nilai tidak ada masalah dengan proyek yang dikerjakan langsung dilakukan pembayaran," ungkapnya.
Kerjasama dengan pemerintah membawa PT Choice Plus Makmur pada pengalaman yang tak terduga. Bila selama ini merogoh kocek sendiri untuk hadir dalam setiap pameran, baik dalam negeri maupun luar negeri.
"Setelah bekerjasama dengan pemerintah, kita justeru mendapat support bahkan difasilitasi. Bahkan keteika ada undangan oameran di luar negeri, kita mendapat dukungan dan fasilitas penuh dari pemerintah," ungkapnya.
Selain tawaran dari pemerintah, upaya memperkuat pasar lokal dilakukan PT Choice Plus Makmur dengan memodifikasi produk biskuit yang dihasilkan hingga bisa diterima konsumen dengan baik.
"Ada banyak pertanyaan ke kita saat memilih masuk ke pasar dalam negeri, kita melihatnya Indonesia ini kaya akan hasil buminya. Manajemen perusahaan melihat ini suatu peluang pasar, kenapa tidak dibuat biskuit dengan rasa lokal," ujarnya.
"Kita pernah membuatnya tapi untuk projek-projek tertentu. Kali ini kita buat untuk dipasarkan, bukan dengan rasa yang aneh-aneh. Tapi lebih kepada rasa-rasa yang lokal di Indonesia. Jadi tidak sekedar biskuit, karena nilai kandungan gizinya berbeda," ujarnya.
Pun pada saat pembuatan, menurutnya, dalam proses pembuatan biskuit tidak 100 persen menggunakan mesin. Tapi masih ada campur tangan manusia dengan pertimbangan bisa menyerap tenaga kerja di sekitar pabrik.
"Sementara ini kami belum menggunakan full dari mesin. Kami inginnya 50 persen mesin dan 50 persen lagi tenaga kerja manusia yang berasal dari sekitaran pabrik supaya bisa menyerap tenaga kerja," ujarnya.
"Secara bisnis tentu lebih menguntungkan menggunkan mesin karena biayanya bisa ditekan. Hanya saja ada pertimbangan-pertimbangan khusus mengapa mengurangi penggunaan mesin, kami ingin memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar pabrik dan kami adalah bagian dari masyarakat," paparnya.
Hanya saja menurutnya, para pelaku industri makanan ringan, khususnya biskuit, di Indonesia menghadapi tantangan yang sama, yakni tingginya harga bahan baku. Sementara pasar sangat sensitif terhadap perubahan harga.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku industri dimana harga bahan bakunya tinggi, tapi pasar sangat sensitif terhadap perubahan harga jual. Kita tidak bisa seenaknya menaikkan harga barang di pasar, karena konsumen akan protes," ujarnya.
"Kita tidak bisa memodifikasinya misalnya ukurannya diperkecil atau bahan bakunya dikurangi, konsumen sangat sensitif.
"Kalau punya seperti itu mau nggak mau kita harus modifikasi gimana caranya tetap harga bisa diterima di masyarakat, tanpa mengurangi kualitas," pungkasnya.