TRUSTNEWS.ID - Pengamat Kebijakan Publik GMT Institute, Agustinus Tamtama Putra mengingatkan eks warga Kampung Bayam dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk tetap berpegang pada aturan yang berlaku terkait dengan penyelesaian persoalan Kampung Susun Bayam (KSB).
Pria yang akrab disapa Tamtam ini pun menyoroti dugaan adanya kelompok yang mengompori warga eks Kampung Bayam untuk kukuh menempati KSB, meskipun terindikasi menabrak ketentuan yang berlaku.
"Tidak dibenarkan melanggar aturan untuk mengabulkan keinginan yang tidak baik dari kelompok yang tidak mau bekerjasama. Lebih tegas lagi, keputusan sebagai hasil dari cacat hukum asali tidak lebih dari pembenaran kebohongan dan menganggap biasa pencaplokan lahan dan penuntutan hak yang bukan miliknya secara sah," ujar Tamtam dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Lebih lanjut Tamtam menyatakan mendukung opsi dari Pemprov DKI yang disampaikan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono beberapa waktu lalu karena dianggap maslahat bagi semua pihak. Misalnya, menempati rusun lain yang secara aturan sah dan legal, atau menerima pembangunan rusun baru.
"Apa yang legal itulah yang menjadi pedoman, bukan pemakluman pasca adu kuat apalagi ancaman. Kebenaran di atas segala-galanya menjadi dasar solusi praktisnya. Jika memang misalnya warga kampung bayam tidak sah menduduki wilayah itu, kendati mendapat janji-janji politis sekalipun, turunan-turunan lainnya seharusnya tidak berlaku," katanya.
Sejumlah opsi dari Pemprov itu, menurut Tamtam, bisa dibilang sudah layak untuk saat ini serta tidak perlu dipermasalahkan lagi, terlebih sekarang isu KSB sudah bercampur aduk dengan kepentingan politik.
"Mentalitas seperti ini yang merusak kebersamaan, diperparah lagi gorengan pihak-pihak yang oportunis. Hidup yang wajar lebih bermartabat," tandasnya.
Tamtam menyampaikan, eks warga Kampung Bayam tidak harus bersikeras menempati KSB yang dinilai secara regulasi hingga saat ini dianggap belum layak ditempati. Ia pun mewanti-wanti agar tidak terjadi benturan keras antara warga dengan Pemerintah karena terlalu memaksakan kehendak.
"Menyalahkan pemerintah dengan kekeraskepalaan merupakan perusakan nama baik dan pratanda tidak saling mengerti. Kewajaran adalah spirit untuk hidup bersama, bukan semaunya," pungkasnya.