trustnews.id

Porang: Penantang Tak Terduga Untuk Dominasi Sawit Di Riau
Dok, Istimewa

TRUSTNEWS.ID,. - Selama beberapa dekade, kelapa sawit telah mengakar dalam ekonomi Riau, membentuk mata pencaharian dan lanskap. Diperkenalkan oleh Belanda pada awal abad ke-20, kelapa sawit tumbuh subur di Indonesia dengan perkebunan pertama yang didirikan di Deli, Sumatera Utara, pada tahun 1911.

Keberhasilan usaha awal ini membuka jalan bagi ekspansi kelapa sawit di seluruh Sumatera, termasuk Riau, yang mengubah operasi kecil menjadi industri yang berkembang pesat dan, pada tahun 1970-an, mendapatkan dukungan besar dari pemerintah Indonesia. Melalui program seperti PIR (Perkebunan Inti Rakyat).

Pemerintah mendorong petani kecil untuk bekerja sama dengan perusahaan besar, dan Riau segera muncul sebagai salah satu produsen utama kelapa sawit di negara ini.

Seiring dengan perkembangan zaman, Riau menjadi salah satu produsen sawit terbesar di Indonesia dan bahkan dunia. Produksi sawit berkontribusi besar terhadap perekonomian Riau, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung sektor-sektor lain seperti transportasi dan industri pengolahan.

Namun, ekspansi ini juga membawa sejumlah tantangan, seperti deforestasi, kebakaran hutan, konflik lahan, dan masalah lingkungan lainnya.

Kehadiran porang seakan memberikan jawaban akan tantangan keberlanjutan yang dihadapi perkebunan sawit. Porang, atau Amorphophallus muelleri, adalah tanaman umbi-umbian yang mudah tumbuh di lahan marjinal, bahkan di daerah dengan kualitas tanah yang kurang subur.

Kemampuan ini memungkinkan porang untuk menjadi pilihan bagi petani yang lahannya tidak produktif untuk sawit. Selain itu, porang tidak memerlukan penebangan hutan besar-besaran, sehingga lebih ramah lingkungan dan dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap deforestasi dan kebakaran hutan yang sering terjadi di daerah perkebunan sawit.

Deny Welianto, Chief Operating Officer (COO) PT Mitra Porang Nusantara (MPN), mengatakan pengembangan porang bisa menjadi cara untuk mendiversifikasi ekonomi, mengurangi ketergantungan pada sawit, dan meningkatkan pendapatan petani.

Selain itu, porang juga memiliki siklus panen yang relatif singkat, yaitu sekitar 7-8 bulan, yang memungkinkan petani untuk mendapatkan penghasilan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lain.

Keunggulan lainnya adalah tingginya permintaan porang di pasar internasional, terutama di negara-negara Asia seperti Jepang, Korea, dan China. Umbi porang kaya akan glukomanan, zat yang digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai bahan pengental, pembentuk gel, dan sumber serat alami.

"Porang masih asing bagi masyarakat Riau. Ini mengingat sawit cukup ditanam sekali dan bisa dipanen berulang-ulang, sedangkan porang punya siklus rotasi tanam setiap dua tahun," ujar Deny Welianto kepada TrustNews.

"Kondisi ini menuntut perubahan pola pikirnya serta beradaptasi bagi para petani yang telah terbiasa dengan pola pertanian yang lebih stabil," tambahnya.

Pada sisi lain, pengembang porang juga menghadapi tantangan signifikan terkait fluktuasi harga dan ketergantungan pada pasar luar negeri, khususnya Cina. "Harga bahan baku dapat melonjak secara signifikan akibat permintaan pasar global, terutama dari Cina. Petani sering kali terjebak dalam siklus ketidakpastian yang mengganggu perencanaan produksi mereka," ungkapnya.

Dalam industri pertanian yang semakin kompetitif, MPN menghadapi tantangan signifikan dalam mencapai target ekspor yang ambisius. Dengan harapan untuk mengekspor 7-8 kontainer per bulan. Dalam upaya memenuhi target tersebut, pabrik MPN di Perawang Siak Riau berperan sebagai perusahaan yang memiliki GACC China untuk melakukan ekspor Porang.

"MPN saat ini baru mampu mengirim satu kontainer setiap tiga bulan. Dalam dunia bisnis yang menuntut efisiensi, tantangan ini mencerminkan betapa sulitnya menavigasi proses produksi yang lambat, terutama di Sumatra, di mana perbedaan dalam ketersediaan bahan baku dan infrastruktur pertanian sangat terasa dibandingkan dengan Jawa," ungkapnya.

Dalam menghadapi tantangan ini, Deny mengatakan, MPN mengambil pendekatan jangka panjang dengan membuka cabang di Sumatra untuk memberikan subsidi dan dukungan kepada petani lokal.

Dengan memanfaatkan keuntungan dari operasi di Jawa, perusahaan ini berinvestasi dalam program penanaman yang akan memberi manfaat langsung kepada petani transmigrasi. "Target untuk merekrut 1.000 petani menjadi langkah awal yang menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan berkelanjutan," ujarnya.

"Kami percaya bahwa Sumatera memiliki semua yang diperlukan untuk sukses di sektor ini. Kami hanya perlu waktu dan komitmen untuk mengubah cara berpikir petani,” pungkasnya.