TRUSTNEWS.ID,. - Seiring dengan perubahan dinamika perdagangan global, Provinsi Riau memposisikan dirinya sebagai pemain tangguh di pasar ekspor, berkat optimalisasi strategis layanan karantina.
Dengan fokus menuju tahun 2025, Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Riau (BKHIT Riau) menerapkan langkah-langkah untuk memperlancar proses ekspor, terutama melalui penerbitan Phytosanitary Certificate secara online, dengan harapan dapat meningkatkan daya saing sektor pertanian di pentas dunia.
Selain itu, langkah-langkah karantina yang ketat diterapkan untuk mematuhi standar kesehatan dan keselamatan internasional.
Almen Simarmata, Kepala Karantina Riau, mengatakan Phytosanitary Certificate merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas karantina suatu negara untuk menjamin bahwa produk pertanian (seperti tanaman, bibit, dan produk hortikultura) telah memenuhi standar kesehatan tanaman yang ditetapkan.
"Sertifikat ini biasanya diperlukan untuk ekspor dan impor produk pertanian antara negara-negara, untuk memastikan bahwa produk tersebut bebas dari hama dan penyakit tanaman yang dapat merusak lingkungan atau industri pertanian negara tujuan," papar Almen Simarmata kepada TrustNews.
Dilanjutkannya, transformasi Karantina Riau telah menjadi kunci dalam mempermudah jalur ekspor bagi para produsen lokal. Dengan mendigitalkan penerbitan dokumen penting, provinsi ini mengurangi hambatan birokrasi yang selama ini menghambat para eksportir.
"Proses digitalisasi ini memegang peranan penting dalam memangkas hambatan birokrasi yang selama ini menjadi penghalang bagi para eksportir lokal," ujarnya.
Diakuinya, sebelum adanya digitalisasi, proses sertifikasi bisa memakan waktu yang lama dan membebani para pelaku usaha dengan biaya administratif. Dengan adanya sertifikat online, proses yang sebelumnya memakan waktu berhari-hari kini dapat diselesaikan lebih cepat dan efisien.
"Kami menyederhanakan proses, sehingga para eksportir dapat fokus pada kualitas produk dan mempercepat pengiriman mereka ke luar negeri," jelasnya
"Pendekatan yang disederhanakan ini tidak hanya mempercepat proses sertifikasi. Tetapi juga memberdayakan eksportir dengan alat yang diperlukan untuk memenuhi standar internasional dengan lebih efisien," ungkapnya.
Dijelaskannya, fokus Riau pada komoditas kunci seperti kelapa dan kelapa sawit serta turunannya menunjukkan kekuatan pertanian wilayah ini. Dengan langkah-langkah karantina yang lebih ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar kesehatan dan keselamatan global.
"Para eksportir lebih siap untuk menghadapi kompleksitas pasar internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan terhadap produk pertanian dari Riau," ujarnya.
Namun diakuinya, kedekatan geografis Riau dengan Malaysia dan Singapura menjadikannya rentan terhadap operasi pelabuhan ilegal, yang sering disebut 'pelabuhan tikus'
"Pelabuhan-pelabuhan ini merupakan titik masuk atau keluar barang-barang secara ilegal, yang sulit diawasi oleh pihak berwenang karena jumlahnya yang banyak dan tersebar di sepanjang garis pantai," ujarnya.
"Komoditas pertanian atau hewan yang masuk secara ilegal melalui pelabuhan tikus berpotensi membawa penyakit atau hama yang dapat membahayakan ekosistem lokal dan merusak reputasi pertanian Indonesia di luar negeri," urainya.
Baginya, keberhasilan Karantina Riau dapat diukur dari tidak adanya Notification of Non-Compliance (NNC) dari mitra dagang internasional. Sebagaimana diketahui NNC merupakan pemberitahuan resmi yang diberikan oleh otoritas negara tujuan kepada negara pengirim atau eksportir.
"NNC biasanya diterbitkan jika suatu komoditas ekspor tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan, baik dalam hal kesehatan tanaman, hewan, atau standar lainnya," ujarnya.
Adapun tidak adanya NNC berarti barang-barang yang diekspor secara konsisten memenuhi persyaratan global yang ketat.
"Selain itu, pencapaian target yang ditetapkan dalam perjanjian kerja Kepala Balai Karantina juga menegaskan efisiensi dan efektivitas inisiatif karantina provinsi ini," pungkasnya.