trustnews.id

Desentralisasi Energi Kemandirian Daerah
Dok, Istimewa

Desentralisasi Energi Kemandirian Daerah

NASIONAL Jumat, 14 Februari 2025 - 04:55 WIB Redaksi

TRUSTNEWS.ID,. - Tantangan utama dalam bisnis migas tidak hanya soal regulasi, tetapi juga penguasaan sumber daya manusia dan kapasitas daerah untuk terlibat langsung dalam pengelolaan energi. Di tengah pesatnya transformasi energi global, PT Migas Utama Jabar (Perseroda) atau MUJ mengusung tema besar energy sustainability untuk tahun 2025.

Sebagai salah satu pemain utama sektor energi di Jawa Barat, MUJ memperkuat posisinya dengan visi keberlanjutan yang berakar pada bauran energi nasional dan daerah. Bagi Muhamad Sani, Direktur Teknik dan Operasi MUJ, ini bukan sekadar janji. Dengan Wilayah Kerja Offshore North West Java (WK ONWJ), perusahaan ini memainkan peran strategis.

“Kami ini bukan hanya partisipan 10%, tetapi partisipasi ini penting, bukan hanya untuk Jawa Barat, tetapi juga bagi Indonesia,” ungkap Muhamad Sani kepada TrustNews.

Namun, langkah MUJ tak hanya berhenti pada migas. Tantangan nyata, energi terbarukan adalah energi masa depan. Muhamad Sani menatap horizon yang lebih hijau dengan memperkenalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di sekolah dan instansi pemerintah.

Tak hanya itu, potensi energi mikrohidro di Pedesaan Jawa Barat juga menjadi sorotan, membawa harapan baru bagi suplai energi berkelanjutan. Ambisi Muhamad Sani bahkan lebih besar. Dia merajut mozaik energi masa depan dengan inovasi seperti biosolar B40, biomassa, hidrogen, hingga penguatan infrastruktur PLTS.

Tetapi, prioritas MUJ tahun ini jelas: gas bumi. Dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) atau Liquefied Natural Gas (LNG), gas bumi menjadi denyut kehidupan industri dan Masyarakat.

Muhamad Sani mengakui tan- tangannya. Ketersediaan gas di Jawa Barat belum memenuhi kebutuhan market. “Kami percaya Pemerintah dan Pertamina terus mengupayakan kecukupan gas tersebut.” Pun begitu kisah MUJ tak melulu berjalan mulus. BUMD dianggap belum memiliki portofolio dalam pengelolaan energi yang lebih luas.

Namun bagi Muhamad Sani, ini bukan soal pengakuan, melainkan hak. “Energi bukan sekadar komoditas. Ia adalah instrumen penggerak kehidupan,” ujarnya berfilosofi.

Di Subang, usaha keras MUJ membuahkan hasil. Stasiun CNG di Pasirjadi, yang sebelumnya mati suri, kini hidup kembali. Tahun ini, Muhamad Sani menargetkan membuka satu atau dua stasiun CNG baru.

“Kami ingin memastikan bahwa infrastruktur yang kami miliki memberikan manfaat nyata,” jelasnya.

Langkah kecil MUJ adalah batu loncatan bagi transformasi besar. Muhamad Sani memimpin perusahaan ini dengan tekad untuk menjadikan energi sebagai napas kehidupan masyarakat Jawa Barat.

“Kami melalui anak usaha PT MUJ Energi Indonesia (MUJI) ingin mempertegas posisi kami Compressed Natural Gas (CNG) atau Liquefied Natural Gas (LNG), gas bumi menjadi denyut kehidupan industri dan masyarakat,” imbuh Muhamad Sani.

Pemanfaatan CNG dan LNG kini bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk industri dan rumah tangga. Sani memastikan ketersediaan CNG guna memenuhi kebutuhan energi nasional dan mendukung diversifikasi energi yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Muhamad Sani, tantangan utama dalam bisnis migas tidak hanya soal regulasi, tetapi juga penguasaan sumber daya manusia dan kapasitas daerah untuk terlibat langsung dalam pengelolaan energi.

Selama daerah tidak diikutsertakan secara aktif dalam pengelolaan energi. Dia menyoroti bagaimana penga laman historis PT Pertamina dapat menjadi pelajaran penting. Pertamina mampu tumbuh besar karena pernah mengelola Participating Interest (PI) 10% dari blok-blok migas asing dan menguasai lapangan-lapangan yang ditinggalkan Belanda.

“Demikian juga daerah yang bisa diberikan keleluasaan yang sama untuk mengelola energinya sendiri,” ujarnya.

Muhamad Sani sekali lagi memandang perlu desentralisasi di sektor energi. Sebagai negara kepulauan, dia percaya bahwa desentralisasi pengelolaan energi menjadi kunci untuk memastikan efisiensi dan keberlanjutan.

Muhamad Sani memberikan analogi sederhana: jika perusahaan air seperti PDAM bisa dikelola hingga ke tingkat desa, mengapa perusahaan energi tidak diberikan keleluasaan serupa?

“Pasal 33 UUD 1945 bicara soal pengelolaan sumber daya untuk kesejahteraan rakyat. Tapi anehnya, kebijakan energi dipusatkan, sementara sektor seperti air dilokalkan. Padahal, daerah memiliki potensi dan kemampuan untuk mengelola energi, terutama untuk sumber daya yang ada di darat,” jelas Muhamad Sani.

Dia juga menekankan pentingnya pembagian peran yang lebih jelas antara BUMN dan BUMD. “BUMN seperti Pertamina sudah memiliki kapasitas besar untuk mengelola wilayah kerja migas yang besar, termasuk wilayah kerja offshore. Tetapi beberapa area migas dapat juga dikelola BUMD.” Pengelolaan energi secara terpu sat dapat meningkatkan biaya yang juga sentralistik.

Adapun dengan melibatkan daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam yang terdesentralisasi, sumber daya yang terkelola akan semakin banyak, sehingga harga bisa lebih murah. Begi- tulah yang seharusnya terjadi di era disrupsi keberlimpahan energi saat ini.