Beragam langkah yang dilakukan PT Phapros Tbk menorehkan rekor dalam penjualannya. Salah satunya menerapkan ekonomi hijau demi masa depan.
PT Phapros Tbk terus menggeliat, setelah mengakuisisi 55% saham PT Lucas Djaja Group dalam rangka mengembangkan bisnis anorganik. Anak usaha BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) ini pun sukses melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) berkode PEHA dengan menawarkan 840.000.000 saham baru.
kode saham PEHA itu merupakan perusahaan ke-57 dan emiten ke-619 yang melakukan penawaran saham perdana atau Innitial Public Offering (IPO).
Akuisisi Lucas Djaja Group, ditujukan untuk melengkapi beberapa fasilitas produksi yang belum dimiliki Phapros, seperti fasilitas produksi soft-gel dan oralit, serta portofolio obat generiknya yang cukup banyak. Sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
Tercatat Phapros senantiasa bergandengan tangan dengan pemerintah disetiap kebijakan terkait obat murah untuk masyarakat. Obat generik, misalnya, yang ditetapkan pemerintah tahun 1985 sebagai fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Kemudian menjadi Obat Generik Berlogo (OBG) di tahun 1991 dan berlanjut mensuplai kebutuhan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) akan obat-obatan. Semua itu menjadi bukti komitmen Phapros yang senantiasa menyediakan obat dengan harga terjangkau kepada masyarakat.
“PT Phapros memang konsen menyediakan obat murah berkualitas dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Bahkan jauh sebelum ada obat generik berlogo, Phapros sudah terlibat intens dan berlanjut dengan BPJS yang membuka pintu bagi semua farmasi untuk menyuplai sepanjang memenuhi kriteria,” ujar Barokah Sri Utama, Direktur Utama PT Phapros Tbk atau yang akrab dipanggil Emmy kepada TrustNews beberapa waktu lalu.
Perjalanan Phapros yang merentang panjang dalam industri farmasi tanah air, lanjut Emmy, menerapkan prinsip ekonomi hijau dalam proses bisnisnya atau dikenal dengan 5 P, yakni Provit, Planet, People, Partnership dan Peace.
“Dalam melaksanakan proses bisnisnya, Phapros selalu menerapkan prinsip ekonomi hijau yakni kami tidak hanya fokus terhadap profit, tapi juga memperhatikan aspek people (sosial), planet (lingkungan), partnership (kerjasama) dan peace (kedamaian) sebagai wujud upaya meningkatkan kesejahteraan manusia, sekaligus mengurangi resiko lingkungan,” ujar Emmy yang ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Phapros Tbk pada April 2016 lalu.
Emmy memulai karir di PT Phapros Tbk sebagai staf di Quality Assurance dan Pengendalian Produksi pada 1990. Sembilan tahun kemudian, dipercaya menjadi Kepala Perencanaan Produksi dan Inventory Control (PPIC), lalu menjadi Kepala Human Resource (HR) dan General Affairs Manager. Dari posisi HR, penyandang Sarjana Farmasi dari Institut Teknologi Bandung ini beralih ke posisi Manager Pengembangan Bisnis.
Pada 2010-2012, perempuan kelahiran 1 Januari 1973 kembali ke Departemen Produksi dengan posisi Manajer PPIC. Di tahun 2012, dipercaya sebagai Direktur Produksi, hingga akhirnya dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang diselenggarakan pada 28 April 2016 lalu, Emmy terpilih menjadi Direktur Utama.
Di bawah kepemimpinan Emmy, Phapros mencetak sejarah dalam angka penjualan menembus hingga Rp1 triliun dengan laba bersih sebesar Rp100 miliar di tahun 2017. Tak hanya itu, perusahaan yang berdiri 21 Juni 1954 itu pun memenangkan tender e-catalogue untuk program BPJS Kesehatan senilai Rp2 triliun selama dua periode sekaligus (2018-2019).
Meski demikian, rupanya Phapros tidak mendapat intensif dari pemerintah. Padahal, lanjut Emmy, industri farmasi masih memerlukan intensif untuk mempermudah ekspor dan mengurangi biaya masuk impor bahan baku.
"Karena untuk harga produk farmasi terutama yang e-katalog itu dikendalikan pemerintah dengan sistem lelang dan itu fluktuasi harga sangat dipengaruhi stabilitas mata uang asing karena 95% bahan bakunya impor,” ujar Emmy yang menyandang Corporate Branding Product Development di BUMN Branding and Marketing Awards 2017 dan The Best CMO Branding and Marketing Leadership serta termasuk 11 perempuan berprestasi 2017 versi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (TN)