
TRUSTNEWS.ID - PT PLN (Persero) telah menggelar berbagai inisiatif untuk mengoptimalkan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT). Mulai dari pengembangan kapasitas EBT secara masif, dedieselisasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), hingga penerapan teknologi co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Selain itu, inovasi seperti pembangunan Hydrogen Plant dan peningkatan infrastruktur pendukung Kendaraan Listrik menjadi bukti nyata komitmen perusahaan dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Wiluyo Kusdwiharto, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan, mengatakan, hingga saat ini, pemanfaatan EBT oleh PLN telah mencapai kapasitas sebesar 8,7 Gigawatt (GW) yang berasal dari sumber-sumber seperti energi surya, angin, air, biomassa, dan panas bumi.
Baginya, data ini menjadi fondasi penting dalam rangka mencapai target dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, di mana pemerintah menargetkan agar pembangkit EBT menyumbang 51,6% dari total pembangunan sebesar 40,6 GW hingga tahun 2030.
"Langkah yang diambil PLN sebagai jawaban mewujudkan target pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dan PLN terus memperkuat komitmennya pada pengembangan energi hijau," tegas Wiluyo Kusdwiharto kepada TrustNews.
"Langkah strategis ini tidak hanya membuka peluang besar bagi sektorenergi terbarukan, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia," tambahnya.
lebih lanjut dipaparkannya, PLN telah menggelar berbagai inisiatif untuk mengoptimalkan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT). Mulai dari pengembangan kapasitas EBT secara masif, dedieselisasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD hingga penerapan teknologi co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Selain itu, inovasi seperti pembangunan Hydrogen Plant dan peningkatan infrastruktur pendukung Kendaraan Listrik menjadi bukti nyata komitmen perusahaan dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
"Hingga saat ini, pemanfaatan EBT oleh PLN telah mencapai kapasitas sebesar 8,7 Gigawatt (GW) yang berasal dari sumbersumber seperti energi surya, angin, air,
biomassa, dan panas bumi," ungkapnya.
Dia mengungkap fakta bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang mencapai 3.687 GW, sebuah angka yang sekaligus menjadi peluang dan tantangan
besar bagi PLN. Di satu sisi, potensi tersebut menawarkan peluang strategis untuk
mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil dan menurunkan emisi karbon. Dengan sumber daya alam yang melimpah—dari angin, matahari, air, hingga panas bumi—Indonesia memiliki modal yang cukup untuk menjadi pemain utama dalam kancah energi hijau global. Namun, peluang ini datang beriringan dengan tantangan yang tidak kalah signifikan.
Di sisi lain, tingginya biaya investasi awal. Proyek-proyek energi terbarukan memerlukan modal yang besar untuk pembangunan infrastruktur yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem energi yang sudah ada. Integrasi ini menjadi kendala tersendiri, terutama ketika teknologi baru harus disinergikan dengan jaringan distribusi dan pembangkit listrik yang telah beroperasi selama puluhan tahun.
"Kami melihat peluang besar dalam memanfaatkan potensi energi terbarukan Indonesia, namun kami juga menyadari tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan biaya investasi awal dan kebutuhan untuk mengintegrasikan sistem pembangkit baru dengan infrastruktur yang sudah ada," paparnya.
"Kerja sama antara pemerintah, swasta, dan komunitas internasional sangat krusial dalam mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan," tambahnya Langkah strategis tersebut, lanjutnya, tidak hanya bertujuan untuk mencapai target NZE 2060, tetapi juga sebagai upaya untuk mewujudkan swasembada energi nasional.
"Dengan memperkuat basis energi hijau, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada sumberenergi impor dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan" pungkasnya. (TN)