
TRUSTNEWS.ID - Di tengah tantangan peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
akreditasi fasilitas kesehatan menjadi salah satu kunci untuk memastikan standar pelayanan terpenuhi. Melalui mandat dari Kementerian Kesehatan, Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (Lafkespri) mengambil peran penting dalam mensurvei dan menilai fasilitas seperti puskesmas, klinik, unit transfusi darah, dan laboratorium di seluruh Indonesia.
Chazali Husni Situmorang, Ketua Umum Lafkespri, menjelaskan, sejak tahun 2023, Lafkespri telah menjalankan program survei di 38 provinsi, menyentuh wilayah dari Sabang hingga Merauke. Dalam dua tahun terakhir, lembaga ini telah menilai sekitar 4.300 fasilitas kesehatan yang terdiri dari Puskesmas: Hampir 2.000 unit dan
Klinik: Sekitar 2.300 unit.
Selain itu, untuk klinik prioritas—yaitu klinik yang bekerjasama dengan BPJS yang berjumlah 7.500 unit—Lafkespri berhasil mensurvei sekitar 2.300 unit, sementara sisanya dilakukan oleh 12 lembaga akreditasi lain.
"Meski berada di urutan kedua setelah Laskesi dalam jumlah survei, pencapaian tersebut sudah mencerminkan peran strategis Lafkespri dalam pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di tanah air," ujar Chazali Husni Situmorang kepada TrustNews.
Dalam upaya meningkatkan efektivitas survei dan pendampingan terhadap fasilitas kesehatan, Chazali mengungkapkan adanya inovasi digital yang tengah dikembangkan.
“Kami telah membangun sistem digitalisasi dengan membuka Learning Management System (LMS) yang menyediakan wadah informasi terkini mengenai perkembangan pengetahuan dan inovasi dalam dunia faskes,” ujarnya.
Melalui LMS, para surveyor dan tenaga kesehatan mendapatkan akses mudah keinformasi terkini seputar perkembangan pengetahuan dan inovasi di bidang
pelayanan kesehatan.
Selain itu data serta update terkait kegiatan akreditasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja fasilitas kesehatan.
"Sistem ini memberikan kemudahan bagi para surveyer untuk mengakses berbagai
materi pelatihan dan update terkait standar pelayanan, sehingga mendukung proses advokasi dan edukasi terhadap faskes yang telah disurvei," paparnya.
Selain digitalisasi, menurutnya, Lafkespri juga memberikan keleluasaan kepada para surveyer untuk melakukan advokasi dan edukasi. Lafkespri mendampingi penyusunan perencanaan strategis (PPS) di setiap faskes, sehingga rekomendasi yang disampaikan dapat dimonitor dan diintegrasikan ke dalam sistem aplikasi laporan perkembangan.
"Dengan adanya workshop PPS, para faskes dipandu untuk menyempurnakan rekomendasi yang diberikan selama proses survei, sehingga diharapkan dalam lima tahun ke depan, akreditasi ulang akan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam mutu pelayanan," urainya.
Tak hanya berhenti pada digitalisasi dan advokasi, Lafkespri juga mengembangkan Lab Lafkespri Training Center (LTC) yang baru saja mendapatkan akreditasi kategori A dari Kementerian Kesehatan. Pendirian LTC dianggap sebagai tonggak penting dalam pengembangan lembaga pelatihan.
"Dengan adanya LTC, frekuensi pelatihan, workshop, dan seminar diharapkan meningkat, mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh," jelasnya.
Untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia, menurutnya, Lafkespri membuka akses pelatihan ke 38 korwil di setiap provinsi, termasuk di wilayah Papua seperti Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Kolaborasi dengan korwil setempat akan melibatkan sumber daya manusia dan narasumber lokal dalam penyelenggaraan pelatihan.
"Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kapasitas SDM, tetapi juga memberikan kredit SKP yang bermanfaat bagi perpanjangan STR tenaga kesehatan,"
ujarnya.
Hanya saja dalam upaya penerapan inovasi untuk mengoptimalkan standar pelayanan di seluruh Indonesia, Chazali mengakui bukanlah hal yang mudah. Ini terkait kurangnya pemahaman dan komitmen pengelola fasilitas kesehatan (faskes) terhadap pentingnya peningkatan mutu layanan.
"Kita harus menyeimbangkan antara peningkatan mutu pelayanan dan pencarian margin keuntungan. Tantangan ini semakin nyata ketika banyak klinik tidak mengutamakan pelayanan paripurna atau pelayanan prima," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Lafkespri menggandeng dinas kesehatan setempat dalam membangun aliansi yang kuat.
"Kerjasama ini diharapkan dapat menyebarkan nilai-nilai profesionalisme dan standar operasional prosedur (SOP) secara merata, tidak hanya di pusat-pusat kota besar seperti Jakarta, melainkan juga di pelosok, kampung, dan bahkan perkebunan di seluruh Indonesia," pungkasnya. (TN)