
Di sudut sebuah mal megah di Jakarta, lampu-lampu neon memantul di lantai marmer, menggoda langkah seorang remaja. Aroma kari dan sate dari sebuah restoran menguar, menggelitik indranya. Namun langkahnya terhenti di ambang pintu.
Di depan etalase menu, ia terpekur. Matanya menelusuri setiap baris tulisan. Sebuah papan kecil di sudut bertuliskan, “No pork, no lard.” Namun, logo halal yang ia cari—simbol keyakinan dan ketenangan hati—tak terlihat.
“Gak yakin, bro,” gumamnya pelan pada temannya. “Mending cari yang pasti.”
Bukan hanya dia seorang. Di seluruh Indonesia, jutaan konsumen Muslim mencari kepastian yang sama—label halal yang bukan sekadar stiker, melainkan janji atas keamanan, kualitas, dan nilai keyakinan.
Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia tak lagi puas sekadar menjadi konsumen produk halal global. Negeri ini memiliki modal besar untuk menjadi pusat industri halal dunia. Nilai industri halal global diperkirakan mencapai USD 7 triliun pada tahun 2025—dan Indonesia ingin menjadi kiblatnya.
Di garis terdepan misi ini berdiri Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), lembaga yang mewujudkan kehalalan menjadi bagian nyata dari kehidupan, melalui sertifikasi halal terhadap produk yang beredar dan diperdagangkan di tanah air.
Dalam lima tahun terakhir, BPJPH mencatat pencapaian gemilang: lebih dari enam juta produk telah tersertifikasi halal. Yang lebih membanggakan, 87% di antaranya berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ini bukan sekadar angka, melainkan wujud nyata komitmen Indonesia dalam membangun ekosistem halal yang inklusif dan memberdayakan.
Salah satu terobosan penting BPJPH adalah skema sertifikasi halal dengan pernyataan mandiri (self-declare). Skema ini menjadi angin segar bagi pelaku UMK dengan produk berisiko rendah kehalalannya—seperti es dawet, sop buah, pisang goreng, bubur kacang hijau, hingga bakso ikan. Proses sertifikasinya dapat dilakukan mandiri maupun melalui fasilitator dengan biaya sangat terjangkau: hanya Rp230.000.
“Berbagai kemudahan kami hadirkan karena kami ingin sertifikasi halal menjadi peluang, bukan beban,” ujar Ahmad Haikal Hasan, Kepala BPJPH—akrab disapa Babe Haikal.
“Untuk produk yang membutuhkan fasilitasi lebih lanjut, kami menggandeng bank syariah, Kemenkop UKM, hingga lembaga filantropi Islam agar pembiayaannya bisa digratiskan.”
Menurut Babe Haikal, halal kini bukan lagi sekadar urusan agama, tapi telah berkembang sebagai standar universal dalam industri dan perdagangan. “Halal adalah tentang kualitas, keamanan, dan kesejahteraan,” tegasnya. Konsumen dari berbagai latar belakang kini dengan percaya diri memilih makanan, kosmetik, obat-obatan, hingga layanan wisata halal.
BPJPH pun memperluas cakupan sertifikasinya ke sektor non-makanan: dari kosmetik seperti lipstik halal, busana Muslim, hingga layanan resort ramah Muslim. Langkah ini mendekatkan visi besar Indonesia: menjadi pusat halal dunia.
Meski banyak capaian telah diraih, tantangan belum usai. Di pelosok negeri, masih banyak pelaku usaha yang belum memahami pentingnya sertifikasi halal. Untuk itu, BPJPH terus gencar melakukan sosialisasi dan edukasi, berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik di pusat maupun daerah.
Tantangan lainnya adalah menguatkan rantai pasok halal (halal supply chain). Banyak produsen kesulitan memperoleh bahan baku bersertifikat halal. BPJPH pun memperluas kerja sama dengan petani, peternak, hingga importir bahan baku.
Mendata 64 juta UMKM dari Sabang sampai Merauke juga bukan perkara mudah. Solusinya: digitalisasi. BPJPH meluncurkan layanan pendaftaran online dan menjalin kemitraan dengan berbagai platform e-commerce, memudahkan pelaku usaha di mana pun berada untuk mengakses layanan sertifikasi.
“Kami ingin setiap UMKM bisa menjangkau sertifikasi halal dengan mudah,” tegas Haikal.
Ke depan, BPJPH tengah merancang berbagai langkah strategis: mulai dari riset bahan halal bersama perguruan tinggi, pelatihan auditor halal untuk mencetak tenaga ahli, hingga kerja sama internasional guna membawa produk halal Indonesia ke panggung global.
“Kami ingin Indonesia bukan hanya konsumen, tapi pemain utama dalam ekosistem halal global,” ujar Babe Haikal.
Kembali ke kisah di awal. Logo halal yang terpajang di depan restoran bukan sekadar simbol, tapi harapan. Dan dengan lebih dari enam juta produk bersertifikat halal, diperkuat oleh regulasi, edukasi, inovasi, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia telah membuktikan kesiapannya menyapa dunia.
“Tantangan tentu ada, tapi peluangnya jauh lebih besar. Indonesia bisa menjadi pusat halal global. Kita sedang menuju ke sana. Dan dengan sinergi yang produktif, hal itu akan semakin cepat terwujud,” pungkasnya.