
Dalam upaya untuk memperkuat sektor perbankan pedesaan di Indonesia dan merangsang pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025, BPR Varia, sebuah bank perekonomian rakyat regional, sedang menempuh langkah ambisius menuju transformasi digital.
Rencana yang telah disusun beberapa tahun lalu namun tertunda akibat pandemi Covid-19 dan kendala regulasi kini siap diluncurkan untuk memperluas jangkauan dan menyederhanakan operasional, sejalan dengan tren lebih luas di kalangan lembaga keuangan yang beradaptasi dengan lanskap yang terus berkembang pesat.
“Kami sudah merencanakan ini sejak lama,” ujar Paulus Rasubala, Direktur Utama BPR Varia, kepada TrustNews.
Hanya saja diakuinya, pandemi dan regulasi yang ketat menjadi tantangan dalam upaya Varia dalam memperluas jangkauannya.
"Kami beralih ke digitalisasi untuk mempermudah proses dan memperluas jangkauan kami," ungkapnya.
Menurutnya, pergeseran ini sejalan dengan gelombang penutupan cabang oleh bank-bank komersial besar di Indonesia, yang kini semakin beralih ke platform digital, bersamaan dengan munculnya bank-bank digital sepenuhnya.
Bagi BPR Varia, strategi ini bertumpu pada dua pilar, yakni transformasi digital dan pemasaran digital. Bank ini bertujuan memanfaatkan dominasi platform daring yang terus meningkat untuk meningkatkan pengenalan merek dan menarik basis pelanggan yang lebih luas.
“Pemasaran digital adalah cara tercepat untuk menjangkau orang saat ini,” ungkapnya dengan melanjutkan, “Kami ingin orang tahu siapa kami, dan dari sana, menawarkan mereka akses yang mudah ke produk kami—baik itu membuka rekening atau mengajukan kredit.”
Meski masuk dalam ranah digital, Paulus mengatakan Varia mengadopsi model hibrida. Model ini berbeda dengan fintech peer-to-peer (P2P) yang sering beroperasi sepenuhnya secara daring.
Perbedaannya, meskipun bank ini sedang mengembangkan alat digital—seperti aplikasi seluler dan situs web—untuk memungkinkan pelang- gan meninjau persyaratan pinjaman dan mengirimkan data, Varia tetap mempertahankan interaksi tatap muka.
“Kami tidak akan sepenuhnya digital seperti beberapa fintech. Pertemuan fisik tetap penting bagi kami untuk benar-benar memahami kebutuhan pelanggan dan mematuhi regulasi anti-pencucian uang (APUPPT)," urainya.
"Digitalisasi membantu kami menjang- kau klien lebih efisien. Tetapi uji tuntas manual—mengunjungi operasional mereka, memverifikasi aset—memastikan kami menjaga kualitas kredit," tambahnya
Paulus memaparkan, hingga Maret 2025, Varia melayani sekitar 5.000 pelanggan, mencakup pemegang rekening tabungan dan peminjam.
Fokusnya tetap pada usaha kecil dan menengah (UKM) serta bisnis tingkat menengah, menghindari perusahaan raksasa yang biasanya menjadi target bank-bank komersial.
“Pinjaman senilai puluhan miliar rupiah bukan wilayah kami. Itu untuk pemain besar. Kekuatan kami terletak pada melayani segmen UKM," tegasnya.
Meskipun ada kendala ini, Varia optimistis menghadapi tahun 2025. Bank telah menetapkan target pertumbuhan sebesar 30%, dengan harapan bisa melampaui angka tersebut.
“Untuk bertahan, kami tidak bisa bermain kecil. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuntut peningkatan modal secara terus-menerus, dan itu berasal dari perluasan operasional kami," jelasnya.