trustnews.id

Peluncuran KawalBansos.ID dan Terbukanya Ruang Kolaborasi Keterlibatan
Sumber:covid19.kemkes.go.id

PARA Syndicate bersama KawalBansos.ID menggelar launching layanan pengaduan dan pengawasan bantuan sosial (bansos) Covid-19 secara online tadi malam (17/05/20), dalam satu rangkaian acara dengan diskusi Syndicate Forum Online. Tema diskusi publik yang disuguhkan cukup memberikan framing pemikiran yang komprehensif tentang latar belakang, alasan, maksud, dan tujuan dari dibangunnya layanan ini, yakni: “Mengawal Bansos dan Dana Covid-19: Partisipasi Masyarakat, Peran Media, dan Inisiatif Bersama”.

Kami harapkan ini bisa menjadi inisiatif bersama menggerakkan partisipasi publik dalam mengawal penggunaan dana Covid-19, terutama dan khususnya penyaluran bantuan sosial agar tepat sasaran dan sesuai,” kata Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo selaku host atau tuan rumah diskusi,  yang juga merupakan inisiator dari KawalBansos.ID.

Hadir sebagai narasumber di acara diskusi publik ini adalah Anita Ashvini Wahid (Presidium MAFINDO, Putri Ketiga Gus Dur), Budi Setyarso (Pemimpin Redaksi KORAN TEMPO), Iman Zanatul Haeri (Guru, Aktivis Sosial), dan  Irwan Runtuwene (Koordinator KawalBansos.ID).

Sengkarut  Seputar Bansos
Tentang pentingnya mengawal bersama penggunaan Dana Covid-19 yang dianggarkan lebih dari 400 triliun rupiah agar sesuai kebijakan dan tepat sasaran nampaknya telah menjadi perhatian khusus dari PARA Syndicate. Tema bahasan dalam diskusi malam tadi merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dibedah bersama dalam diskusi publik Jumat lalu (15/5/2020). “Publik mencermati betul bagaimana sengkarut bantuan sosial  menimbulkan polemik serta masalah di pemerintahan dan di tengah masyarakat,” Ari Nurcahyo kembali menggarisbawahi.

Menurut Pemred Koran Tempo Budi Setyarso, ada persoalan-persoalan serius yang melatarbelakangi terjadinya berbagai permasalahan terkait pengelolaan bansos di lapangan yang penting untuk menjadi perhatian bersama.“Yang pertama adalah persoalan data. Persoalan yang tak kunjung selesai dari dulu hingga sekarang, bahkan dalam situasi normal sekalipun,” jelasnya. Pemred Tempo ini mengungkap banyak fakta-fakta menarik terkait fenomena dan kejadian-kejadian terkait dengan tidak pernah beresnya permasalahan data ini. Salah satunya, dia mengajak untuk mencermati, bagaimana data ini bisa menjadi begitu fleksible dan dinamis dalam kondisi-kondisi tertentu. “Ketika berbicara tentang prestasi, data tentang angka kemiskinan biasanya ditekan sekecil mungkin, namun ketika bicara tentang penerimaan bantuan, angka digelembungkan menjadi sebesar mungkin,” ungkapnya. 

Persoalan serius lainnya adalah masalah distrust atau ketidakpercayaan antara masyarakat dengan pemerintah. “Ini tak lepas dari urusan leadership. Lihat saja, moment hari ini yang seharusnya bisa digunakan untuk mempersatukan satu sama lain, justru malah banyak yang jalan sendiri-sendiri,” sesal Budi. Akibatnya, bukan hanya timbul berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan bantuan, tetapi masyarakat juga beresiko menjadi bingung karena kebijakan yang berbeda antara yang satu dan yang lainnya.

Sebagai aktivis sosial yang sering langsung bersentuhan dengan akar rumput, Iman Zanatul juga melihat bahwa permasalahan data memang menjadi biang kerok dari carut marutnya urusan bansos. “Ini kok sepertinya pemerintah justru menggandakan masalah,” kata Iman, seraya menyayangkan bagaimana rakyat yang sudah cemas menghadapi  pandemi Covid-19, kini harus dirisaukan pula oleh berbagai permasalahan terkait bansos, dan ditambah pula dengan sikap birokrasi yang sering terkesan kurang tanggap akan berbagai persoalan yang muncul. “Pada akhirnya, masyarakat didorong untuk mencukupi kebutuhannya sendiri,” lanjut Iman. Tentang ini, Iman melihat bahwa masyarakat di akar rumput sebenarnya sangat bisa beradaptasi dengan situasi yang ada tanpa perlu menunggu bantuan pemerinah.

Tentang bansos, Anita Asvini Wahid, Presidium Mafindo, melontarkan pernyataan yang kritis sekaligus sangat menarik untuk dijadikan refleksi bersama. “Sebenarnya kata bansos membuat saya jengah, kok disebut bantuan sih? Padahal ini kan bagian dari kewajiban negara untuk memastikan rakyatnya baik-baik saja.” Lebih lanjut, Anita mempertanyakan tentang seberapa memadainya skema, planning, dan pelaksanaan program bansos ini. “Kalau lihat jumlahnya memang banyak, tetapi apakah itu memang cukup untuk membuat semua masyarakat kita survive?” lanjutnya. Jawabannya, sepertinya tidak, karena itu paling hanya memadai untuk sebagian warga saja.  Baginya, ini justru mengesankan bahwa pemerintah memang memutuskan untuk membantu sebisanya saja. Begitu juga dengan kinerjanya, di mana nampaknya prioritas diberikan pada aksi tindakan atau kerja dan kerja saja, tapi kurang mempedulikan orientasi hasilnya. Pemerintah terlalu menggunakan pendekatan yang politis, semisal derasnya computational propaganda, dan ada kesan pemerintah tidak bersedia mendengarkan. Masih adanya polarisasi politik menambah lebar distrust terhadap pemerintah hingga membuat pemerintah seperti tidak bisa fokus.

Kawal Bansos, dari Inisiasi Menuju Gerakan
Lahir dari sebuah inisiasi dari Ari Nurcahyo, yang karena keresahan dan mimpi yang sama, kemudian bergayung-sambut dengan tiga sosok anak muda: Irwan, Latu dan Bayu, akhirnya mimpi untuk membangun layanan KawalBansos.ID terwujud dan diluncurkan dalam rangkaian acara diskusi publik malam tadi. Hadir dalam acara diskusi online, Koordinator KawalBansos.ID Irwan Runtuwene menjelaskan seluk beluk layanan baru ini, dan berharap dari layanan aplikasi yang sederhana ini bisa melahirkan gerakan bersama di masyarakat untuk mengawal distribusi bansos bersama-sama sehingga tepat sasaran.

Harapan yang sama juga disampaiakan oleh Ari Nurcahyo, sehingga dari yang sederhana ini terus bisa berkembang sebagai bagian dari gerakan bersama dari komunitas-komunitas dan semua pihak yang memiliki kepedulian yang sama sehingga bisa benar-benar menjawab kebutuhan yang ada di tengah masyarakat. Hadirnya layanan KawalBansos.ID ini mendapatkan apresiasi dan dukungan dari semua narasumber yang hadir, juga dari audience diskusi publik online, dengan harapan yang sama, yakni dengan terbukanya ruang kolaborasi keterlibatan ini akan menggerakkan jejaring kerja sama untuk kemanfaatan besar bagi masyarakat luas.