Bogor - Kementerian Pertanian (Kementan) sedang mengembangkan kawasan korporasi tanaman pangan banyak kabupaten untuk memperkuat kelembagaan petani melalui model bisnis yang dilakukan secara berkelompok. Pada acara bertajuk sosialisasi dan peningkatan SDM korporasi tanaman pangan di Bogor (24/9), hadir perwakilan wilayah yang akan menjadi pilot project Program Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Berbasis Korporasi atau lebih dikenal dengan ProPaktani.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi yang hadir membuka acara tersebut mengatakan bahwa membangun korporasi tidaklah mudah. “Kalau dipahami ini seperti merubah peradaban dari pola lama ke pola baru,” sebutnya.
Menurut dia cara-cara kerja sebelumnya dengan korporasi akan berubah semua termasuk didukung sistemnya. Perubahan pertama berupa rekayasa sosial, yaitu rekayasa kelembagaan. “Apa yang ada selama ini dibuat naik kelas. Mari kita menuju peradaban baru dengang cara yang lebih baik dibanding sebelumnya karena 2020 ini mulai tongggaknya. Siapa yang kerja cepat akan dapat,” tuturnya.
Dalam hal korporasi ini, ada perbaikan tidak hanya kelembagaan petani menjadi korporasi tapi juga perbaikan teknis budidaya. Cara penyiapan agroinput, modal, asuransi, hilirisasi dan pemasaran semua akan berubah.
Suwandi meminta peserta yang hadir hendaknya sudah membawa bentuk kelembagaannya maupun memanfaatkan lembaga yang ada serta calon pengurus yang profesional amanah, kerja harus lebih cepat. Kelembagaan korporasi akan merubah jadi skala ekonomi kawasan. Selain itu dalam proses budidayanya ada integrated farming. Sedikit atau tidak ada lagi tanaman monokultur serta meminimalisir eksternal input.
“Nilai tambah korporasi terbesar di hilir, tidak ada limbah terbuang. Bahkan contohnya bonggol jagung pun masih bisa diekpsor, semua bisa dimanfaatkan,” ujar Suwandi. Ia pun berharap arah ke depan proses industri menggunakan hal tersebut supaya ada nilai tambah.
Semua hal ini menurut Suwandi sesuai dengan arahan Bapak Mentan Syahrul Yasin Limpo yang selalu disebut di setiap kunjungannya. Bahwa saat ini kegiatan harus bisa berbasis teknologi. Efisiensi, produktivitas dan nilai tambah dilakukan dengan teknologi, bahkan manajemen nya pakai aplikasi IT. “Korporasi bisa menjadi off taker atau gandeng off taker, manfaatkan KUR maka korporasi akan jalan,” bebernya
Terakhir Suwandi meminta semua mulai bergerak membangun korporasi sehingga yang menjadi keluhan petani bisa diselesaikan. “One region one price, itu prinsipnya,” ujar Suwandi. Artinya petani menikmati harga sama untuk kualitas yang sama. Inilah yang bisa mensolusi aspek hulu, on farm dan hilir.
Di tempat sama, Staf Khusus Kementan Imam Mujahid Fahmi mengatakan ide awal korporasi pangan bagaimana membangun manajemen hulu ke hilir secara teknis akan melibatkan berbagai komponen. “Misalnya komponen IT ataupun komponen inovasi lain yang secara spesifik bisa dijadikan sebagai basis di wilayah kecamatan dengan luasan tertentu,” sebut Imam.
Basisnya menurut Imam ada di kostratani yang dikendalikan manajemen oleh Balai Penyuluh Pertanian (BPP). “Yang kedua harus diperhatikan masalah kelembagaan. Kalau tidak ada kelembagaan yang baik akan mengalami kesulitan untuk menghubungkan beberapa stake holder yang ada dsana. Harus ada norma, kode etik dan kesepakatan bersama,” tuturnya lebih lanjut.
Imam berharap korporasi harus dikelola dengan sistem yang paling modern, tujuan akhir untuk mensejahterakan petani. “Korpoasi ini nantinya akan berbentuk seperti food estate,” pungkasnya.
Kepala Bagian Perencanaan Ditjen Tanaman Pangan Kementan Ugi Sugiharto pun merinci ada 130 kabupaten yang dikembangkan korporasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan porang."Target kami di tahun 2020 ada 130 kawasan korporasi, mudah-mudahan bisa terimplementasi di tahun ini," kata Ugi
Untuk korporasi padi, Kabupaten Indramayu dan Demak menjadi proyek percontohan atau korporasi tanaman pangan yang akan dikembangkan di wilayah lainnya. Kementan menargetkan korporasi padi akan diimplementasikan di 80 kabupaten.
Ada pun model korporasi tanaman pangan yang dikembangkan ini berasal dari kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang nantinya dapat membentuk koperasi primer, sekunder, bahkan PT CV atau sejenis. "Pada aspek distribusi dan pemasaran, kami kerja sama dengan offtaker seperti BUMN, Toko Tani, supermarket, dan lainnya," kata Ugi.