trustnews.id

Gunakan Agens Hayati, Petani Bojonegoro Mampu Atasi Serangan WBC
Foto: Istimewa

MONITOR, Bojonegoro - Wereng batang coklat (WBC) merupakan salah satu hama penting dalam pertanaman padi yang merupakan hama utama. Hal tersebut karena  menginfeksi dengan cara menghisap cairan batang tumbuhan padi, dapat berkembang biak dengan cepat, cepat menemukan habitatnya serta mudah beradaptasi dengan membentuk biotipe baru. Pengendalian WBC harus dikendalikan dengan memenuhi konsep 6T, yaitu Tepat Sasaran, Tepat Mutu, Tepat Jenis, Tepat Waktu, Tepat Dosis/ Konsentrasi, dan Tepat Cara.

Pengendalian WBC selain menggunakan pestisida juga dapat menggunakan agens pengendali hayati berupa Beauveria bassiana, Metharizium anisopliae dan Lecanicillium lecanii yang terbukti efektif dalam pengendalian hama WBC. Kelebihan cendawan tersebut adalah mampu menginfeksi seluruh stadia WBC, mulai dari telur, nimfa, hingga imago. Keunggulan cendawan tersebut sebagai agens hayati adalah daya infeksi yang selektif terhadap serangga sasaran, tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian dalam tanah maupun pada aliran air alami, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, serta mudah diproduksi dengan teknik sederhana. 

Satgas Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikutura (PTPH) Bojonegoro secara rutin memproduksi agens hayati seperti Beauveria bassiana, Lecanicillium lecanii, Metharizium anisopliae, Metharizium rileyi dan Trichodema dalam pengendalian OPT yang ada di wilayah Satgas PTPH Bojonegoro. Anwar yang merupakan Kepala Satgas Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Bojonegoro mengatakan bahwa di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan pada periode musim MK. 2020 telah terjadi serangan WBC yang cukup luas. 


“Untuk serangan WBC di wilayah Satgas Proteksi TPH Bojonegoro memang perlu kewaspadaan. Perlu perhatian khusus, terutama pada cara pengendalian dan dosis/konsentrasi insektisida yang diaplikasikan dari petani yang masih terdapat kesalahan. Pengaplikasian insektisida baik nabati maupun kimia dalam pengendalian WBC seyogyanya harus diaplikasikan  di bagian bawah tanaman agar tepat sasaran, sedangkan selama ini petani melakukan aplikasi insektisida di bagian atas tanaman sehingga pengendalian tidak efektif”, ungkap Anwar.

Selain itu Anwar juga menambahkan tentang efektifitas agens hayati sebagai bahan pengendali OPT WBC. “Penggunaan agens hayati cukup efektif baik konsentrasi tinggi maupun rendah dapat digunakan dan hasilnya tidak kalah dengan insektisida”, tambah Anwar. 


“Gerakan pengendalian WBC secara serentak yang dilakukan di wilayah Satgas PTPH Bojonegoro, mampu mengendalikan WBC sampai dengan menjelang panen dengan rata-rata produksi sebesar 8 ton/ha khususnya di Kecamatan Widang dan Plumpang Kabupaten Tuban yang sebelumnya diketahui memiliki luas serangan dan populasi yang cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas dari kerjasama dari semua pihak khususnya POPT wilayah yang terus berusaha keras dalam pengendalian WBC”, lanjut Anwar.


Hariyanto sebagai Petani Pengamat Kecamatan Plumpang yang telah membuktikan efektifitas agens hayati sebagai bahan pengendali  WBC mengatakan bahwa daya infeksi agens hayati dapat terlihat hasilnya setelah satu minggu aplikasi. “WBC yang terinfeksi agens hayati akan terlihat setelah satu minggu setelah aplikasi dengan tumbuhnya hifa berwarna putih di seluruh bagian tubuh WBC”, tuturnya.


“Perlu pembinaan yang lebih intens baik dari petugas atau instansi terkait agar petani mau menggunakan agens hayati dalam pengendalian WBC. Petani membutuhkan upaya dan bukti konkrit agar petani mau beralih dari insektisida ke agens hayati”, imbuh Hariyanto. 


Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Edy Purnawan menyambut baik pesatnya minat petani dalam pemanfaatan agens hayati sebagai solusi ramah lingkungan dalam pengendalian hama. “Banyak daerah yang telah kami coba melalui program perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati serta budidaya tanaman sehat untuk mengedukasi petani mengenai penerapan pengendalian hama terpadu (PPHT) dan terbukti bahwa panennya pun tidak kalah memuaskannya dengan budidaya yang masih menggunakan pestisida kimiawi. Pendekatan ramah lingkungan yang berkelanjutan inilah yang akan kami terus dorong untuk dilakukan lebih banyak lagi,” jelas Edy.


Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong dan mendukung praktek-praktek kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berbasis alami dengan menggunakan agens hayati sebagai bahan pengendaliannya. Suwandi menegaskan dengan semakin meningkatnya kesadaran petani terhadap pentingnya budidaya tanaman sehat demi keberlanjutan pertanian, diharapkan juga kesejahteraan petani turut meningkat karenanya. Dengan demikian, hal ini turut mendukung percepatan terwujudnya pertanian maju, mandiri dan modern. 

"Hal ini, sesuai arahan Mentan SYL produksi pangan harus jalan terus tetapi hal-hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani juga harus dilakukan karena mereka ujung tombak ketahanan pangan negara kita", tegasnya.