trustnews.id

Mantap! Pemerintah Bersiap Pangkas Impor Baja 50%
Foto: istimewa

Upaya melindungi industri baja nasional.

Langkah pemerintah dalam melindungi industri baja nasional dari serbuan baja impor, ternyata tak main-main. Setelah 2020 lalu, mengeluarkan kebijakan menurunkan impor baja sebesar 30%. Tahun ini, 2021, pemerintah memancang target mengurangi impor baja hingga 50% atau minimal sama.

Penurunan tersebut bisa dilakukan dengan beberapa catatan, yakni pertama, penuruan impor pada 2021 ini tidak berdampak pada sektor hilir secara signifikan, terutama sektor otomotif.

Kedua, untuk arus barang-barang modal yang tercakup dalam kelompok industri baja akan diberikan kemudahan impor agar pemulihan ekonomi bisa secepatnya.

Ketiga, perlu pendalaman lebih lanjut terkait target penurunan pada tahun ini dan tahun depan agar pemulihan ekonomi dan pemulihan industri dalam negeri pengguna besi dan baja tidak terganggu.

"Pada catatan kami penurunan tersebut malah lebih ekstrem, sebesar 41% atau senilai US$4,68 miliar untuk keseluruhan, mulai dari hulu sampai hilir baja," ujar Plt. Kasubdit Logam Besi Direktorat Jenderal ILMATE Kemenperin, Rizky Aditya Wijaya kepada TrustNews.

"Saat ini Pemerintah betul-betul concern terhadap pengendalian impor baja dan produk turunannya dengan basis supply-demand Nasional," tambahnya.

Rizky mengungkapkan sejumlah upaya Kemenperin, di antaranya melakukan penerapan SNI wajib BjLAS dan warna serta SNI wajib BjLAS dan warna. Tak hanya itu, ada pula penerapan kebijakan SNI wajib profil baja ringan yang saat ini masih diproses.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyampaikan, industri baja merupakan salah satu sektor yang tetap kokoh di tengah hantaman pandemi, dengan kinerja di kuartal kedua 2020 yang tumbuh 2,3% dan kembali meningkat di kuartal ketiga menjadi 5,6%.

"Tentunya ini cukup membanggakan bagi kita semua. Dengan adanya investasi baru pada sektor baja, diharapkan akan semakin memperkuat kontribusinya pada perekonomian nasional," imbuhnya.

Ia berharap, penambahan investasi pada sektor industri baja terus berlanjut, sejalan dengan program substitusi impor. Pasalnya, beberapa produk hulu dari industri baja masih belum diproduksi di dalam negeri.

"Memang masih ada yang harus disubstitusi mulai dari hulu. Seperti iron ore, kemudian smelting harus tambah sampai lima kali lipat, karena selama ini berhenti sampai slab. Kemudian billet untuk memproduksi turunannya serta hot rolled coil (HRC) menjadi cold rolled coil (CRC). Kami berharap nantinya PT Sunrise Steel bisa masuk berinvestasi di segmen ini," kata Taufiek.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengharapkan penurunan impor produk besi dan baja pada tahun lalu berlanjut pada 2021.

Dirjen ILMATE mengungkapkan, pemerintah terus berupaya meningkatkan pertumbuhan industri baja nasional dengan mendorong terciptanya iklim usaha industri yang kondusif dan kompetitif. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut.

Untuk itu, lanjut Taufiek, pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi, antara lain regulasi impor baja berdasar supply-demand, fasilitasi harga gas bumi bagi sektor industri sebesar 6 Dolar Amerika/MMBtu guna menekan biaya produksi, dan Izin Operasional Mobilitas dan Kegiatan Industri (IOMKI) yang memberikan jaminan bagi industri untuk dapat tetap beroperasi dengan protokol kesehatan ketat sesuai disarankan pemerintah.

“Kebijakan-kebijakan tersebut dirumuskan dengan maksud memberikan jaminan dan kesempatan bagi industri nasional, khususnya industri baja, agar dapat bersaing di pasar domestik maupun ekspor,” tegasnya.

Ia menjelaskan, dalam mendongkrak kinerja industri baja, pemerintah juga terus mengupayakan peningkatan demand di pasar domestik, salah satunya dengan mendorong bahan baku baja dalam negeri untuk mendukung proyek strategis nasional atau konstruksi nasional yang sedang digalakan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah turut menggandeng Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).

Demand terbesar produk baja adalah dari konstruksi yang menyerap sekitar 51% dari produksi dalam negeri, sehingga pabrik-pabrik baja dalam negeri bisa dibangkitkan utilitasnya,” tandasnya. (TN)