Kinerja perdagangan Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif di tengah tren pemulihan pascagelombang ke-2 pandemi Covid 19. Kinerja ekspor Agustus 2021 bahkan mencetak rekor baru, hingga mengalahkan kinerja ekspor Agustus 2011 yang sebelumnya merupakan nilai ekspor tertinggi Indonesia.
Neraca perdagangan Agustus 2021 mencatatkan surplus sebesar USD 4,74 miliar. Surplus perdagangan Agustus ini melanjutkan tren surplus yang terjadi selama 16 bulan terakhir dan bahkan merupakan surplus dagang tertinggi sejak Desember 2006.
“Ekspor pada Agustus 2021 tercatat sebagai nilai ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah dengan nilai mencapai USD 21,42 miliar. Baru pertama kali ekspor bulanan nonmigas melampaui USD 20 miliar,” ungkap Dirjen Pengembangan Ekspor, Didi Sumedi.
Sementara itu, secara kumulatif surplus perdagangan selama Januari-Agustus 2021 mencapai USD 19,17 miliar. Surplus tersebut terdiri atas surplus neraca non-migas USD 26,65 miliar dan defisit migas USD 7,48 miliar.
“Penguatan neraca perdagangan ini didukung pertumbuhan harga komoditas unggulan serta peningkatan permintaan dari negara mitra, antara lain RRT dengan pertumbuhan impor 33,1 persen YoY, India 51,5 persen YoY, dan Vietnam 21,0 persen YoY,” lanjut Didi.
Didi menjelaskan, setelah melemah di bulan lalu, perekonomian dan industri manufaktur Indonesia menunjukkan pemulihan. Hal ini tercermin dari total ekspor pada Agustus yang meningkat 20,95 persen (MoM) menjadi sebesar USD 21,42 miliar. Peningkatan ekspor tersebut didorong naiknya ekspor migas dan non-migas masing-masing sebesar 7,48 persen dan 21,75 persen (MoM).
"Kinerja ekspor selama 16 bulan terakhir merupakan bukti kita bisa mempertahankan pertumbuhan nilai ekspor yang positif. Kita bisa memanfaatkan peluang peluang meskipun kondisi pandemi masih berkelanjutan. Sesuai dengan arahan Menteri Perdagangan, hal ini harus kita pertahankan," urai Didi.
Penguatan ekspor pada Agustus 2021 bersumber dari pertumbuhan ekspor komoditas andalan Indonesia seperti produk minyak sawit menguat 61,60 persen, produk timah 56,29 persen, bijih logam 40,99 persen, dan batubara 24,28 persen (MoM). Magnitude penguatan ekspor komoditas semakin besar sejalan dengan tren harga komoditas produk unggulan yang tumbuh sangat baik pada periode Januari-Agustus 2021. Harga nikel menguat 38,8 persen, minyak sawit 55,8 persen, batubara 93,5 persen, tembaga 61,2 persen, timah 72,7 persen (YoY).
Secara kumulatif, ekspor selama Januari-Agustus 2021 tercatat USD 142,01 miliar atau naik 37,77 persen (YoY). Peningkatan ekspor kumulatif tersebut dipengaruhi meningkatnya ekspor non-migas menjadi USD 134,13 miliar atau naik 37,03 persen dan meningkatnya ekspor migas menjadi USD 7,87 miliar atau naik 51,78 persen.
Nilai impor Indonesia pada Agustus 2021 tercatat sebesar USD 16,68 miliar atau naik 10,35 persen (MoM). Struktur impor selama Agustus ini masih didominasi bahan baku/penolong (74,20 persen) yang naik 8,39 persen (MoM). Beberapa bahan baku penolong dengan nilai terbesar antara lain crude petroleum oils yang naik 105,21 persen (MoM); emas batangan naik 114,96 persen (MoM); serta gandum (untuk konsumsi manusia) naik 35,87 persen (MoM). Sementara itu, pangsa impor barang modal selama periode yang sama meningkat menjadi 14,47 persen, dan nilainya naik 16,44 persen (MoM).
Secara fundamental penguatan ekspor dan impor mendorong peningkatan aktivitas perekonomian. Hal ini tercermin pada PMI Index yang menguat dari 40,1 pada Juli menjadi 43,7 pada Agustus 2021. Penanganan pandemi Covid-19 yang terkendali secara baik, serta tren kenaikan harga komoditas menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekspor Indonesia.
Di lain sisi, lanjutnya, Indonesia juga mengalami dampak dari permasalahan global akibat pandemi yang berkepanjangan yakni mahalnya biaya logistik dan kelangkaan kontainer. Naiknya biaya logistik hingga 2 atau 3 kali lipat dikeluhkan para pelaku usaha karena telah berdampak terhadap produk Indonesia yang menjadi tidak kompetitif dari segi harga.
Indonesia kebanjiran order akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Ini menyebabkan perlunya solusi cepat mengatasi minimnya kontainer. Untuk itu, Kementerian Perdagangan telah menginisiasi kerja sama bersama dengan berbagai pihak untuk mengatasi kelangkaan kontainer ekspor yang tengah terjadi. Kerja sama tersebut dilakukan dengan dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, serta Operator pelayaran jalur utama (Main Line Operator/MLO).
“Kerja sama dilakukan untuk membantu para pelaku usaha untuk mendapatkan ruang kapal/kontainer agar bisa tetap melakukan ekspor dan memanfaatkan pemulihan ekonomi di pasar global,” jelas Didi.
Selain itu, Kemendag telah membangun layanan supply demand container yang terintegrasi dengan Inatrade. Layanan ini bertujuan untuk menyediakan data kebutuhan kontainer bagi eksportir, menyediakan data suplai kontainer, melayanan business to business (B2B) dengan Inatrade sebagai gerbang, serta memvalidasi pemangku kepentingan (eksportir, agen pelayaran, dan agen depo kontainer).
Didi menjelaskan, pihaknya akan terus mendukung para pelaku ekspor untuk meningkatan kapasitas, mengembang- kan produk dan memperluas akses pasar melalui berbagai program yang tersedia di Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional.
“Kami siap mendukung para pelaku usaha untuk membuka akses pasar produk Indonesia. Antara lain melalui fasilitas para perwakilan perdagangan di luar negeri dan berbagai aktivitas promosi yang kita ikuti. Kami juga fokus untuk meningkatkan daya saing Indonesia, melalui peningkatan kapasitas pelaku ekspor melalui pelatihan dan pendampingan eksportir, fasilitasi berbagai sertifikasi serta pengembangan produk dan desain. Silahkan para pelaku usaha manfaatkan berbagai fasilitas di Ditjen Pengembangan ekspor Nasional,” pungkas Didi. (TN)