Pangsa pasar pangan di Indonesia masih sangat besar, hanya saja tantangan yang dihadapi juga besar. Pembentukan Holding BUMN Pangan mempercepat integrasi dan inklusifitas ekosistem pangan nasional.
BUMN Klaster Pangan merupakan BUMN bergerak dalam bidang pangan yang dibentuk oleh Kementerian BUMN dengan tujuan untuk mempercepat integrasi dan inklusifitas ekosistem pangan nasional.
Arief Prasetyo Adi, Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), mengatakan, BUMN Klaster Pangan dipersiapkan sebagai awal atau cikal bakal bagi terbentuknya Holding BUMN Industri Pangan yang memiliki visi “Menjadi Perusahaan Produsen Pangan Nasional yang Berkualitas”.
"RNI ditugaskan oleh Kementerian BUMN sebagai Koordinator BUMN Klaster Pangan, dimana kedepannya RNI dipersiapkan sebagai Induk Holding BUMN Industri Pangan," ujar Arief Prasetyo Adi kepada TrustNews.
"Dengan dipilihnya RNI sebagai koordinator BUMN Klaster Pangan, maka RNI turut berperan aktif dalam membangun kolaborasi dan aktivitas bisnis anggota klaster yang terdiri atas penggabungan 6 BUMN Pangan menjadi 3 BUMN Pangan diantaranya penggabungan PT Bhanda Ghara Reksa ke dalam PT Perusahaan Per dagangan Indonesia, penggabungan PT Perikanan Nusantara ke dalam PT Perikanan Indonesia dan penggabungan PT Pertani ke dalam PT Sang Hyang Seri, ditambah Berdikari dan PT Garam sehingga terdapat 5 anggota klaster pangan," jelasnya.
"Adapun sebagai Induk Holding nantinya, RNI akan memimpin penciptaan nilai grup secara keseluruhan, serta membangun tata kelola yang jelas dan terstruktur dalam rangka memastikan pembagian peran RNI sebagai Induk Holding dan unit bisnis," urainya.
"Dalam proses menuju Holding BUMN Industri Pangan, RNI melakukan banyak pengembangan aktivitas bisnis, dari yang sebelumnya membidangi agroindustri, alat kesehatan, perdagangan dan distribusi, serta manufaktur. saat ini RNI juga mengelola pertanian (beras, jagung, holtikultura dan tanaman lain), peternakan (ayam, sapi dan kambing), perikanan, perdagangan dan logistik, serta garam," ungkapnya.
Arief mengatakan, dalam rangka memastikan aktivitas dan bidang bisnis RNI dapat berjalan secara sinergis, terintegrasi dan berkelanjutan, perusahaan terus melakukan peningkatan nilai tambah melalui maksimalisasi produksi.
“Masing-masing bidang industri didorong untuk mampu bersinergi dalam pemenuhan rantai pasok. Selain itu, RNI juga mengembangkan infrastruktur dan fasilitas pendukung sehingga tercipta sebuah ekosistem industri yang maju dan berorientasi pada masa depan," tegasnya.
Arief memberi gambaran soal potensi ekonomi sektor pangan nasional, dari 6 komoditas pangan yang di bidangi BUMN Klaster Pangan (beras, gula, garam, ayam, ikan, dan benih), baru di dua komoditas, BUMN Pangan mampu memiliki pangsa pasar di atas 10%, yaitu gula sebesar 12% dan garam sebesar 13%. Produk lain terus disusun dan dibangun strategi pengembangannya.
"Dengan pangsa pasar pangan di Indonesia yang masih sangat besar, maka peluang untuk terus tumbuh dan menjadi salah satu yang terbaik masih sangat terbuka. Saat ini, kita sedang menuju kesana," ujarnya.
Apalagi didukung dengan jumlah penduduk dan angka konsumsi yang tinggi, tentunya potensi ekonomi sektor pangan nasional sangatlah besar dan peluang untuk meningkatkan pangsa pasar di berbagai komoditas pangan masih terbuka lebar.
Hanya saja menurutnya, besarnya peluang pangsa pasar yang begitu besar juga menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari aspek ketersediaan, aspek mutu, aspek keterjangkauan dan aspek inklusifitas.
Dari aspek ketersediaan, dijelaskannya, tantangan yang dihadapi adalah tingkat swasembada pada tahun 2020 (rasio antara produksi domestik dan level konsumsi) masih di bawah 100%. Pada tahun 2020, ketersediaan beras, jagung dan ayam hampir dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, atau berada pada kisaran 95% - 99%.
"Namun, kebutuhan impor untuk penyediaan pangan lainnya masih cukup tinggi. Ini akibat belum terpenuhinya produktivitas dalam negeri," ujarnya.
Dari aspek mutu, Indonesia menghadapi tantangan pada keragaman pangan, standar nutrisi, dan kualitas protein dibandingkan dengan kondisi global. Berdasarkan 2019 Global Food Security Index, perbedaan Indonesia terhadap rata-rata global tertinggi terletak pada kualitas protein yaitu sebesar 36,8%.
Sedangkan aspek keterjangkauan, volatilitas harga pangan Indonesia masih relatif tinggi akibat ketidakmerataan rantai pasok di Indonesia Timur.
Begitu juga dari aspek inklusifitas, menurutnya, nilai tukar petani yang fluktuatif akibat volatilitas harga yang tinggi dan belum adanya kepastian margin, tingkat kesejahteraan yang rendah bagi petani/peternak/nelayan dan kurangnya modal kerja untuk petani /peternak/nelayan.
"Kami berharap pembentukan Holding BUMN Pangan dapat berjalan dengan lancar sehingga mampu segera berlari menjalankan berbagai program strategis dalam rangka berkontribusi mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional," pungkasnya. (TN)