trustnews.id

BPKAD Provinsi Jawa Barat KUTAK-KUTIK KEUANGAN DITEKANAN PANDEMI
Nanin Hayani Adam Kepala BPKAD Provinsi Jawa Barat

Pandemi Covid-19 memberikan tekanan yang cukup berat bagi penurunan pendapatan asli daerah. Pergeseran anggaran dan penghentian sementara proyek strategis diperlukan. Jangan sampai ada yang gagal bayar.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat rata-rata realisasi pendapatan daerah berada pada angka 62,95 persen.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (per-31 Oktober 2020), realisasi pendapatan tahun ini mengalami penurunan. Secara persentase, agregat pendapatan ada di angka 62,95 persen, yang terdiri dari provinsi sebesar 63,81 persen, kabupaten 62,32 persen, dan kota 63,56 persen.

Sebagai perbandingan, pada periode itu rata-rata realisasi pendapatan pemerintah daerah berada pada angka 78,25 persen. Angka tersebut bersumber dari realisasi pendapatan pada tingkat provinsi sebesar 80,57 persen, kabupaten sebesar 76,92 persen, dan kota sebesar 78,87 persen.

Nanin Hayani Adam, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat (Jabar), tak menampik adanya penurunan realisasi pendapatan daerah. Pandemi Covid-19 memberikan tekanan yang cukup berat bagi penurunan PAD, sehingga jauh dari target pendapatan yang sudah ditetapkan sebelum pandemi.

“Ketika pandemi pendapatan turun luar biasa. Tahun 2021 ini, kita kehilangan Rp 6 triliun. Kontraksi ekonomi mengakibatkan turunnya realisasi PAD," ujar Nanin Hayani Adam kepada TrustNews.

“Pendapatan diprediksi tidak akan tercapai. Sehingga diperlukan penahanan belanja. Jangan sampai ada yang gagal bayar,” tambahnya.

Mesti begitu, Nanin menargetkan dari pendapatan 41,28 triliun terealisasi 23,04 triliun atau 55,85 persen. Sementara belanja dari 44,44 triliun terealisasi 20,7 triliun atau 46,74 persen.

Dia juga menjelaskan, Pemda Provinsi Jabar sudah melakukan pergeseran anggaran dengan menambah Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp400 miliar pada 12 Juli 2021. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp144 miliar berasal dari penghentian sementara proyek strategis.

Sebagai gambaran, pendapatan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) triwulan III dan IV tahun 2020 sebesar Rp4.060.249.125.192 (Rp4,06 triliun), sedangkan pendapatan PKB triwulan I dan II tahun 2021 sebesar Rp3.749.897.646.800 (Rp3,7 triliun). Selisih triwulan III dan IV/2020 dengan triwulan I dan II/2021 yakni Rp310.351.468.392 (Rp310 miliar) atau 7,64 persen.

Sementara selisih pendapatan dari PKB antara triwulan 3 dan 4 tahun 2020 dan triwulan I dan II tahun 2021 lebih dari 300 miliar atau sekitar 7,64 persen. Pergeseran anggaran dilakukan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Inmendagri tersebut dikeluarkan pada 2 Juli 2021.

"Dalam kondisi tersebut, apa yang sudah kita rencanakan pada akhirnya harus kembali dipilah. Mana yang prioritas," ungkapnya.

"Daerah dibolehkan untuk melakukan pergeseran anggaran jika anggaran untuk bantuan sosial dan dukungan PPKM Darurat di daerah tidak memadai,” tambahnya. Sebagai Kepala BPKAD, Nanin pun menjelaskan, lembaga yang dipimpinnya memiliki fungsi penunjang urusan pemerintahan di Bidang Keuangan sub fungsi pengelolaan keuangan dan aset daerah yang menjadi kewenangan Daerah.

"Jadi segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan yang mengelola adalah BPKAD. Mulai dari penyusunan APBD sampai dengan pelaporannya," ujarnya.

"Selain itu, BPKAD juga sebagai bendahara umum daerah yang mengeluarkan uang tentunya dengan sejumlah persyaratan. Keberadaan BPKAD ini vital untuk pemerintah daerah,” tambahnya.

"Untuk melakukan pembangunan mau tidak mau membutuhkan uang. Uang yang digunakan harus direncanakan dengan baik, tepat sasaran dan tepat waktu ketika kita mendistribusikannya," paparnya.

Dia pun mengatakan, aset daerah merupakan bagian dari harta kekayaan daerah yang terdiri dari barang bergerak dan barang tidak bergerak yang dimiliki dan dikuasai oleh Pemerintah Daerah, yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dengan dana anggaran dan belanja daerah.

"Sebenernya aset ini juga uang, hanya saja dalam bentuk barang. Disatukan dalam badan pengelolaan keuangan dan aset daerah yakni BPKAD," jelasnya.

Terkait penggunaan aset, dijelaskannya, Pemda harus mempertimbangkan begitu banyak aspek. Mulai dari perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pengamanan dan pemeliharaan hingga tuntutan ganti rugi agar aset daerah mampu memberikan kontribusi optimal bagi pemerintah daerah.

"BPKAD termasuk tim anggaran pemerintah daerah yang didalamnya ada Badan Perencanaan (Bapenda). Ketika daerah merencanakan sesuatu, tentu pertanyaan uangnya dari mana. Prioritas pembangunan kita ini kemana arahnya. Mirip ibu rumah tangga kalau sudah soal uang," pungkasnya. (TN)