Jakarta - Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi sentra pertanian di Indonesia. Salah satu komoditas pertanian di Jawa Tengah yang mampu menembus pasar eskpor yaitu Talas Beneng. Talas Beneng merupakan komoditas tanaman pangan yang sedang digalakkan oleh Kementerian Pertanian untuk dikembangkan. Talas Beneng ini merupakan Sumber Daya Genetik (SDG) lokal dari Banten yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 981/HK.540/C/10/2020 pada tanggal 13 Oktober 2020.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto mengatakan bahwa Talas Beneng sudah banyak dibudidayakan di Jawa Tengah pada lahan petani di beberapa kabupaten dan kota. Di Jawa Tengah, Talas Beneng juga sudah banyak dibudidayakan di lahan petani pada beberapa kabupaten dan kota.
“Pada tahun 2021 ada sekitar 94,53 hektar lahan pertanaman yang tersebar di 10 kabupaten dan 2 kota, data yang kami peroleh Kabupaten Purworejo merupakan kabupaten dengan luasan pertanaman tertinggi di Jawa Tengah dengan 30 hektar diikuti dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Wonogiri dengan masing-masing terdapat 15 dan 13 hektar lahan pertanaman Talas Beneng,” demikian dikatan Supriyanto dalam Bimbingan Teknis Sosialisasi Daring (BTS) Propaktani mengangkat topik tentang Prospek Talas Beneng di Jawa Tengah, Rabu (26/1/2022).
Ia menambahkan Provinsi Jawa Tengah pada Bulan Desember tahun 2021 lalu telah melakukan ekspor daun talas beneng sebanyak 3,3 ton ke Australia melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Tak sampai di situ, ke depan pihaknya terus berupaya agar ekspor daun talas (beneng) tetap berjalan dan meningkat tonnasenya di kemudian hari.
“Ya dengan cara mendorong agar Talas Beneng tetap ditanam secara baik sesuai dengan standar budidaya tidak hanya kepada petani namun juga ke masyarakat,” sebut Supriyanto.
Praktisi pertanian, Budi Hartoyo mengatakan teknologi budidaya Talas Beneng tergolong mudah karena pada mulanya Talas Beneng merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan di hutan dan bibitnya dapat diperbanyak dengan cara vegetative pada beberapa bagian tanamannya seperti mahkota, umbu batang dan umbi mini. Talas Beneng dapat tumbuh pada jenis tanah latosol dengan tekstur berpasir di pH tanah 5,5 sampai 6,5 pada ketinggian 250 sampai 1.300 mdpl. Jarak tanam tanpa tegakan antara 1 x 1 m dengan jumlah populasi 10.000 tanaman dalam satu hektar.
“Penanam sebaiknya dilakukan pada saat awal musim hujan dengan pemupukan pertama pada umur 2 bulan setelah penanaman dengan memasukkan pupuk kandang yang telah matang dan pemberian selanjutnya 3 hingga 6 bulan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Salah satu pelaku usaha budidaya Talas Beneng, Nastaein mengungkapkan selain sangat mudah untuk ditanam, pangsa pasar Talas Beneng pun terbuka pada pasar internasional terutama daunnya untuk industry rokok, sedangkan umbinya dapat digunakan sebagai bahan pakan dan olahan sehingga menanam Talas Beneng merupakan salah satu usaha yang menguntungkan. Menanam Talas Beneng itu menguntungkan dengan perhitungan dalam satu hektar membutuhkan bibit 10.000 batang, olah lahan sebelum pertanaman, pembelian pupuk kandang dan kebutuhan lain diperkirakan membutuhkan modal tahun pertama sebesar Rp 29,4 juta.
“Analisa usaha pada tahun pertama dengan rata-rata panen daun per hektar 2 ton dengan harga Rp 700 per kg akan mendapatkan Rp 9,8 juta pada tahun kedua akan mendapatkan 5 ton daun per hektar, pada tahun ketiga akan mendapatkan 9 ton daun per hektar dan pada tahun keempat akan mendapatkan 12 ton daun per hektar. Sehingga total pendapatan panen daun selama 4 tahun sebesar Rp 228.200.000,” ujar Nastaein.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan Kementerian Pertanian di bawah komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tengah mengembangkan diversifikasi pangan lokal berbasis kearifan lokal yang tertuang dalam Cara Bertindak 2 (CB 2) Pembangunan Pertanian. Komoditi pangan lokal Indonesia harus digenjot memasuki pasar konsumsi internasional.
“Oleh karena itu, pangan lokal harus dipersiapkan sebaik mungkin dan diperkenalkan dengan baik sehingga mampu menggaet perhatian pasar ekspor. Momentum perubahan iklim di berbagai belahan dunia membuat ruang bagi produk olahan kita dapat masuk ke pasar internasional. Jadi ketika negara lain mengalami stag dalam mencukupi kebutuhan dalam negerinya kita mampu hadir untuk menutupinya,” terang Suwandi.