trustnews.id

AESI Surya Jadi Pilar Bauran Energi 2060
Doc, istimewa

AESI Surya Jadi Pilar Bauran Energi 2060

NASIONAL Selasa, 18 November 2025 - 04:14 WIB Redaksi

TRUSTNEWS.ID - Di bawah matahari yang tak pernah absen, potensi energi surya belum sepenuhnya digarap. Setiap hari sinarnya menimpa atap rumah, menghangatkan jalanan, mengeringkan jemuran — tapi belum cukup banyak yang mengubahnya menjadi listrik. Dari Sabang sampai Boven Digoel, matahari datang tepat waktu, tanpa mogok kerja, tanpa perlu disubsidi.

Ironisnya, hingga kini, sinar itu belum benar-benar menjadi tenaga utama. Salah satu penghambat utamanya justru datang dari sisi kebijakan dan regulasi kelistrikan.

Sebelumnya, pemilik panel surya atap masih bisa menyalurkan kelebihan listrik ke jaringan PLN melalui skema net metering dan mendapat kredit sebesar 65% dari listrik yang diekspor.

Namun sejak terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024, skema itu dihapus sehingga listrik dari panel surya kini hanya boleh digunakan untuk kebutuhan sendiri.

Kebijakan ini membuat perhitungan keekonomian proyek menjadi kurang menarik dan waktu balik modal bisa memanjang hingga lebih dari sepuluh tahun.

Di lapangan, proses administrasi bagi pelanggan yang ingin memasang panel surya pun kerap berbelit dan memakan waktu panjang.

Di luar itu, insentif finansial yang terbatas juga menjadi kendala. Tidak ada potongan pajak atau subsidi pemasangan seperti di banyak negara lain. Sementara sebagian besar komponen panel masih impor, membuat harga sistem tetap tinggi.

Dalam kondisi sengkarut itu, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) tampil menjadi motor penggerak yang menghubungkan pemerintah, industri, dan masyarakat menuju masa depan energi berkelanjutan.

"Visi kami adalah menjadikan energi surya sebagai tulang punggung sistem energi bersih nasional," ujar Mada Ayu Habsari, Ketua Umum AESI, saat berbincang dengan TrustNews.

"Kami ingin mendorong Indonesia menuju kemandirian energi dengan memanfaatkan potensi sinar matahari yang melimpah, agar tercipta masa depan yang berkelanjutan, efisien, dan ramah lingkungan," paparnya.

AESI, yang kini menaungi lebih dari 125 anggota, aktif memfasilitasi kolaborasi lintas sektor. Organisasi ini menjadi simpul antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri untuk mempercepat adopsi teknologi surya.

"Kolaborasi bukan sekadar proyek bersama, tetapi juga berbagi pengalaman, gagasan, dan sumber daya agar kita bisa berkembang bersama," ujarnya.

Sebagai asosiasi yang menjadi rujukan di industri energi surya, AESI menaruh perhatian besar pada standar dan keamanan produk.

"Kami bekerja sama dengan lembaga sertifikasi untuk memastikan panel surya yang beredar memenuhi standar nasional (SNI) maupun internasional," tegasnya.

Dia juga mengingatkan masyarakat agar hanya menggunakan produk dari perusahaan yang tergabung di AESI. "Karena anggota kami sudah dipastikan memenuhi ketentuan kualifikasi keamanan dan kredibilitasnya," ucapnya.

Mada menekankan, energi surya bukan sekadar solusi teknis untuk mengurangi emisi karbon. Lebih dari itu, ia melihat potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja baru.

"Mulai dari produksi, instalasi, hingga pemeliharaan sistem tenaga surya, semua membuka peluang ekonomi bagi masyarakat," ujarnya.

Dalam menghadapi era elektrifikasi nasional, di mana semua aspek kehidupan kini bergantung pada listrik, AESI merasa lebih siap dari sebelumnya.

"Era elektrifikasi menuntut pasokan listrik yang bersih dan berkelanjutan, dan energi surya adalah jawabannya," ujarnya yakin.

AESI tengah memperkuat kapasitas anggotanya agar mampu menyediakan solusi elektrifikasi di wilayah non-PLN dan daerah 3T.

"Kami ingin energi surya tidak hanya menerangi rumah, tetapi juga masa depan ekonomi rakyat," ungkapnya.

Harapan besar AESI, menurutnya, melihat energi surya menjadi pilar utama bauran energi nasional. "Bukan lagi alternatif, tetapi solusi utama," tegasnya.

Dengan semakin banyak perusahaan penyedia tenaga surya bergabung, AESI optimistis dapat memperkuat jejaring industri, memperluas akses informasi, dan mempercepat pencapaian target net zero emission 2060.

"Transisi energi bukan hanya tentang mengganti sumber daya. Ini tentang membangun masa depan yang lebih cerah untuk rakyat Indonesia," pungkasnya. (TN)