Mempertahankan dirinya sebagai lumbung padi nasional, Kabupaten Indramayu menetapkan 26 ribu hektar untuk kawasan industri dari luas lahan pertanian yang ada.
Indramayu, kabupaten yang terletak di bagian utara provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa ini, memiliki banyak kekayaan alam serta budaya unik yang tidak dimiliki daerah lainnya, khususnya di Jawa Barat.
Perpaduan masyarakat agraris dan nelayan di bagian pesisir melahirkan beragam budaya, mulai dari upacara unjungan, bersih desa, sedekah bumi, ngarot, mapag Sri, buka sirap, memayu, mitoni, seren taun, wuku taun, ngaseuk, rasulan, panjang jimat hingga nadran.
Hanya saja, sebagaimana budaya yang perlahan mulai menghilang, kekhawatiran juga menyeruak melihat terus menyusutnya lahan pertanian yang beralih fungsi untuk perumahan dan industri di Kabupaten Indramayu. Kegelisahan ini mengingat, Indramayu sebagai lumbung padi nasional dengan kemampuan menyumbang 1,7 juta ton per tahun, tentu saja akan memberikan efek yang sangat luas bagi ketahanan pangan secara nasional, bila terjadi perubahan ekstrim dari lahan persawahan menjadi industri.
Bupati Indramayu, Supendi, tidak memungkiri kegelisahan sejumlah kalangan akan masa depan pertanian di Indramayu. Ditambah dengan keberadaan Tol Cipali, mau tidak mau menjadikan kabupaten ini sebagai ‘wilayah emas’ bagi para investor atas kejenuhan lahan industri di kabupaten-kabupaten tetangga.
“Kabupaten Indramayu berkomitmen mempertahankan lahan pertanian berkesinambungan dengan meyiapkan Peraturan Daerah (Perda) untuk memproteksi lahan-lahan pertanian yang tidak boleh dialih fungsikan dari 116 ribu hektar pertanian itu, sekitar 95 ribuan tetap sebagai area pertanian berkelanjutan,” ujar Bupati Indramayu, Supendi, menepis kegelisahan tersebut kepada TrustNews.
Dengan kata lain, Kabupaten Indramayu terbuka untuk para investor menanamkan modalnya tanpa harus mengorbankan area persawahan dengan membuat tata ruang membolehkan penggunaan lahan pertanian maksimal 20 persen untuk kepentingan industri.
“Semua kita atur dalam rencana tata ruang kita, pertanian kita pertahankan. Suatu saat kita buka diri, mau tidak mau kita buka diri. Artinya industri yang ada di Kabupaten Indramayu sekitar 26 ribu hektar untuk kawasan industri,” kata Supendi.
Terobosan Pemkab Indramayu dengan lahan pertanian abadi untuk mempertahankan wilayahnya sebagai lumbung padi nasional bukan tanpa alasan. Supendi mengakui langkah tersebut diambil sebagai jawaban atas komitmen kuat dari pemerintah pusat terhadap Indramayu khususnya di bidang pertanian. Sebut saja, keberadaan Bendungan Jatigede (Kabupaten Sumedang) dan dalam proses pembangunan Bendungan Cipanas (Kabupaten Sumedang) dan Bendungan Sadawarna (Kabupaten Subang).
“Kalau kita berbicara tentang pertanian adalah tentang pasok air untuk pengelolahan pertanian, pemerintah pusat punya komitmen juga untuk Indramayu. Bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang itu memasok kebutuhan air di Indramayu. Kemudian pembangunan Bendungan Waduk Cipanas yang akan dimanfaatkan juga untuk pertanian dan pembangunan Bendungan Sadarwarna juga untuk pengairan pertanian, semua ini akan memungkinkan pertanian Indramayu bisa panen lebih banyak lagi,” ujarnya.
Bukan hanya pertanian, menurut Supendi, semua sektor juga mendapat perhatian, baik sektor Migas, sektor kelautan dan sektor pariwisata untuk terus dikembangkan. Kesemua itu dilakukan untuk mewujudkan Indramayu yang religius, mandiri dan sejahtera (REMAJA). (TN)