Ada begitu banyak ancaman penyakit hewan dan tumbuhan yang dapat 'menghambat' terwujudnya ketahanan pangan nasional. Pandemi Covid-19 yang memicu booming e-commerce kian menambah ancaman tersebut.
Indonesia, salah satu negara yang memiliki mega biodiversity, di mana kekayaan sumber daya alam hayati terbesar ke-2 di dunia setelah Brasil. Hal ini menuntut pertahanan Karantina Pertanian yang ekstra ketat untuk meningkatkan kualitas kesehatan hidup dan juga ekonomi.
Bambang, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, mengatakan, dua tahun terakhir ini bukan masa yang mudah, pandemi Covid-19 telah berdampak pada seluruh sendi kehidupan, termasuk sektor pertanian. Kementerian Pertanian bersinergi dengan Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan terkait terus mendorong upaya pemulihan ekonomi nasional.
"Kementerian Pertanian berupaya memperkuat ketahanan ekonomi, peningkatan ketersediaan, akses dan kualitas konsumsi pangan serta peningkatan nilai tambah lapangan kerja dan investasi sektor riil serta industrialisasi melalui lima program," ujar Bambang menjawab TrustNews.
"Kelima program tersebut, yakni program ketersediaan, akses dan konsumsi pangan; program nilai tambah dan daya saing industri; program riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi; program pendidikan dan pelatihan vokasi serta program dukungan manajemen," tambahnya.
Selain itu, diuraikannya, antisipasi Badan Karantina Pertanian terhadap tren perdagangan secara online, misalnya, juga perlu ditingkatkan. Bahkan BI memperkirakan, tren digitalisasi akan terus berkembang pesat.
Hal ini juga tercermin dari proyeksi transaksi digital banking tahun 2021 yang meningkat jadi sekitar Rp32.206 triliun atau tumbuh 19,1% dari proyeksi realisasi transaksi digital banking sepanjang tahun lalu yang mencapai Rp27.036 triliun.
"Tingginya pertumbuhan e-commerce di Indonesia jelas juga sangat dipengaruhi pandemi Covid-19. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan penguatan sistem pengawasan Karantina Pertanian terhadap potensi ancaman tersebarnya hama penyakit hewan dan tumbuhan," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, berkomitmen menyediakan pangan yang aman dan bebas bahaya. “Dengan UPT Karantina se-Indonesia meliputi 50 UPT operasional, 326 wilker, dengan 2 UPT pendukung (BBUSKP dan BUTTMKP), dengan 3.762 pegawai yang bertugas menjaga 957 tempat pemasukan dan pengeluaran (Permentan 20 Tahun 2019 Tentang Penetapan tempat Pemasukan dan Pengeluaran MP HPHK/OPTK).
"Adapun pelaksanaan tindakan karantina Pre-Border (Tindakan Karantina di Negara asal); Border (Tindakan Karantina di Tempat Pemasukan pasal 36 UU 21/2109); Post-Border (Pemantauan dalam rangka penetapan jenis HPHK/OPTK dan Media Pembawa Pasal 27 UU 21/2019) meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan (8P)," paparnya
Untuk terus meningkatkan baik sistem pengawasan dan atau pengendalian terhadap keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan maupun pelayanan kepada masyarakat, lanjutnya, Badan Karantina Pertanian (Barantan) juga meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait seperti Kantor Pos, Kepolisian, TNI meliputi darat/laut dan udara serta lembaga lainnya yang terkait.
"Tidak hanya itu saja, Barantan juga sudah menurunkan dwelling time dari 2,7 hari menjadi 1,3 hari. Pada awalnya, Karantina tidak termasuk dalam komponen yang berkontribusi terhadap dwelling time, karena selama ini tindakan karantina dilakukan setelah respon kepabeanan (setelah SPPB)," ujarnya.
Namun, berkat dorongan Ombudsman, KPK, BPK, lanjutnya, maka sejak Maret 2015 di TPK Koja dan 17 Februari 2016 di JICT dan Graha Segara Pelabuhan Tanjung Priok, Karantina masuk dalam komponen pre-custom clearance karena tindakan Karantina pemeriksaan fisik dilakukan sebelum respon kepabeanan (Permentan No.12/2015).
“Terobosan ini akan menjamin kepastian para importir bahwa barang yang keluar dari pelabuhan telah dinyatakan sehat (tidak membawa penyakit) dan layak untuk dipergunakan,” tegasnya.
Bambang tak memungkiri ada begitu banyak ancaman penyakit hewan dan tumbuhan yang dapat 'menghambat' terwujudnya ketahanan pangan nasional sudah di depan mata.
"Ya, cukup banyak. Ada ancaman penyakit. Sedikitnya ada 65 jenis hama penyakit hewan karantina (HPHK) golongan I dan 56 jenis hama penyakit hewan karantina (HPHK) golongan II, (Kepmentan 3238/KPts/PD.630/9/2009 tgl 17 September 2009 tentang Penggolongan Jenisjenis HPHK Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa) serta jenis organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) kategori A1 berjumlah 711 spesies dan kategori A2 sebanyak 120 spesies . Selain itu ada ancaman keamanan pangan, ancaman perdagangan ilegal fauna dan flora, ancaman bioterorisme. (permentan 25/2020 tentang Jenis OPTK)," paparnya.
"Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No 21 tahun 2019 maka Karantina Pertanian berperan penting dalam mencegah masuknya HPHK dan OPTK. Karantina pertanian merupakan bagian dari sistem pengendalian kesehatan terhadap hewan, tumbuhan, lingkungan dan sumber daya alam hayati (PRG, SDG, IAS, Tumbuhan satwa liar, tumbuhan satwa langka dan Agens Hayati)," pungkasnya. (TN)