Tingkat inflasi juga sangat dijaga, dari tahun 2015 tidak pernah mencapai 3,65% dan 9.535 nelayan mendapat permodalan melalui LKM Nelayan.
Daya saing Indonesia di tahun 2018 naik ke peringkat 45 dari 140 negara. Sebelumnya di tahun 2017, Indonesia menempati peringkat ke-47 dalam indeks tersebut.
Indeks tersebut dirilis oleh World Economic Forum (WEF) dengan menggunakan 98 indikator yang dibagi dalam 12 pilar dalam penilaiannya. 12 pilar tersebut yakni institusi, infrastruktur, kesehatan, kemampuan, kedinamisan dunia bisnis, inovasi, teknologi, hasil pasar, stabilitas ekonomi makro, tenaga kerja, sistem finansial dan ukuran pasar.
Di lingkup Asia Timur dan Pasifik, Indonesia unggul dalam beberapa pilar, di antaranya stabilitas makroekonomi, ukuran pasar, dan dinamika berbisnis. WEF juga menobatkan Indonesia sebagai salah satu inovator terbaik di kalangan negara berkembang dalam hal kecanggihan bisnis, mengalahkan Malaysia.
Selain itu, kondisi makroekonomi Indonesia juga tumbuh secara konsisten sejak beberapa tahun terakhir, tahun lalu mencapai 5,17% saat negara-negara lain tidak sebaik Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global.
“Tingkat inflasi juga sangat dijaga, dari tahun 2015 tidak pernah mencapai 3,65%,” ujar Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kominfo, Septriana Tangkary kepada TrustNews terkait capaian dan keberhasilan pemerintah dalam sektor ekonomi dan maritim.
Dalam bahasa sehari-hari, lanjutnya, semakin terbukanya kesempatan kerja juga semakin lebar dan tingkat pengangguran terus menurun sampai 5,13% di bulan Februari 2019. Ketimpangan pendapatan juga semakin sempit, mengingat rasio Indonesia dari tahun 2014 terus turun sampai Maret 2019. Angka kemiskinan juga akhirnya menyentuh satu digit, yakni 9,82% di bulan Maret 2018.
Sedangkan di sektor maritim, menurut Septiana, diharapkan lahirnya nelayan generasi baru dalam menjaga budaya maritim di Indonesia. Harapan ini muncul disebabkan 49% dari seluruh Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri adalah anak-anak nelayan.
Di sektor Maritim pula membetikkan bangga bahwa luas kawasan konservasi perairan laut sejak tahun 2014 terus meningkat, yang mana tahun 2017 ada 19,14 juta hektar kawasan konservasi.
Terkait penyalurkan kredit atau pinjaman untuk para nelayan, lanjutnya, pemerintah telah menyalurkan pembiayaan mikro kepada sekurang-kurangnya 9.535 penerima manfaat di sekurang-kurangnya 107 kabupaten/kota. Nelayan bisa mengajukannya ke Lembaga Pengelolaan Modal Usaha Kelautan Perikanan (BLU-LPMUKP).
Lembaga Keuangan Mikro Nelayan alias LKM Nelayan adalah institusi yang menyalurkan pinjaman kepada nelayan, pembudidaya, petambak garam, serta para pelaku usaha mikro dan kecil di sektor kelautan dan perikanan. Uangnya berasal dari Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), sebuah BLU di bawah KKP.
LKM Nelayan ini dibentuk lantaran hanya sekitar 7 sampai 10% saja sumber permodalan nelayan dan masyarakat pesisir yang berasal dari bank dan lembaga keuangan. Walhasil, mayoritas dari nelayan masih bergantung pada permodalan mandiri, penyisihan keuntungan usaha, meminjam dari anggota keluarga hingga bergantung pada sumber keuangan informal lainnya.
Barulah pada 2016, terbit Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 710/KMK.05/2016 tentang penetapan LPMUKP. Maka, LPMUKP pun mendapatkan alokasi investasi pemerintah dikelola sebagai pinjaman atau pembiayaan dana bergulir yang berpendampingan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sektor kelautan dan perikanan.
LKM Nelayan pun nantinya memberikan pinjaman dari LPMUKP sebesar maksimal Rp 50 juta untuk usaha skala mikro, dan Rp 500 juta untuk usaha skala kecil. (TN)