trustnews.id

Energy Watch Desak UU Migas Baru Harus Segera Disahkan
Direktur Energy Watch, Mamit Setiawan

Jakarta - Pengalihan subsidi BBM mengakibatkan harga mengalami penyesuaian. Pemerintah mengalihkannya ke bantuan langsung tunai (BLT) ke masyarakat yang membutuhkan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, cadangan minyak di Indonesia saat ini hanya tersisa 2,4 miliar barel lagi. Diperkirakan 10 tahun lagi Indonesia tidak akan memiliki cadangan minyak.

Menurutnya, Indonesia harus menemukan sumber cadangan minyak baru yang besar. Namun untuk menemukan cadangan minyak baru, butuh investor yang mau menggelontorkan dananya.

Hal itu, lanjut Mamit, bisa dilakukan dengan segera disahkannya Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) yang baru.

"Undang-Undang Migas yang baru harus segera disahkan. Revisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) jadi kunci investasi hulu Migas," ujar Mamit dalam diskusi Jakarta Journalist Center, dengan tema "Subsidi Tepat Sasaran: Rakyat Senang, APBN Aman", Senin (19/9/22).

Menurut Mamit, dengan investasi yang mudah, maka kemungkinan Indonesia menemukan cadangan minyak makin terbuka lebar. Pemerintah juga diharapkan dapat menyiapkan aturan yang fleksibel.

"Dengan menyiapkan aturan yang fleksibel, maka dapat meningkatkan produksi dan cadangan minyak kita. Sehingga kita akan dapatkan cadangan migas untuk ke depannya," jelasnya.

Indonesia, sambung Mamit, memiliki sejumlah cekungan yang berpotensi menyimpan cadangan Migas. Namun untuk mengeksplorasi cekungan tersebut, butuh biaya yang besar.

"Kita punya 16 cekungan yg belum dieksplorasi. Namun mayoritas berada di timur Indonesia dan di laut dalam, sehingga membutuhkan high cost," katanya.

Terkait subsidi BBM, sambung Mamit, yang dilakukan pemerintah saat ini kurang tepat sasaran. Menurutnya, lebih baik dialihkan ke sejumlah hal lain, seperti transportasi umum dan fasilitas kesehatan.

"Subsidi ini kontra produktif, subsidi BBM mubazir, karena banyak dibuang ke jalan raya," ucapnya.

Dalam diskusi ini turut hadir staf khusus Menkeu, Yustinus Prastowo dan Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal.