Sumatera, pulau terbesar ke-6 di dunia yang memiliki keragaman hayati serta didiami penduduk dengan beragam budaya. Tapi juga memiliki potensi panas bumi sebesar 9.679 MW. Angka ini menempatkan Sumatera sebagai pemilik panas bumi terbesar dari total 23.965 Megawatt (MW) yang dimiliki Indonesia. Meski punya potensi terbesar, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terpasang di Sumatera saat ini baru sebesar 562 MW atau 5,8% dari total potensinya. Artinya, masih ada sekitar 94% potensi yang belum digarap. Hanya saja, pengembangan geothermal tidaklah mudah. Usaha yang beresiko tinggi dan membutuhkan waktu penyelesaian yang sangat panjang. PT Supreme Energy, misalnya, membutuhkan waktu 11 tahun untuk menyelesaikan Proyek PLTP Muara Laboh di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat dan 13 tahun untuk proyek PLTP Rantau Dedap yang berlokasi di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Lahat dan Kota Pagar, Provinsi Sumatera Selatan. Nisriyanto, Presiden & CEO Supreme Energy Group menyampaikan bahwa Perusahaan telah memulai studi pendahuluan di 3 Wilayah Kerja Panas Bumi yaitu Liki Pinangawangan Muara Laboh, Gunung Rajabasa dan Rantau Dedap di tahun 2008, selanjutnya mendapatkan izin WKP untuk ketiga wilayah di tahun 2010. Di tahun 2012, Supreme Energy menandatangani Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dengan PT PLN (Persero). Supreme Energy langsung melakukan kegiatan eksplorasi untuk WKP Liki Pinangawan Muara Laboh & Rantau Dedap sedangkan untuk WKP Gn. Rajabasa mengalami kendala dalam penerbitan IPPKH, sehingga kegiatan eksplorasi tertunda dan menyebabkan periode PJBTL berakhir masa berlakunya. Hingga kini, proyek PLTP Rajabasa masih dalam proses negosiasi PJBTL dengan PT PLN (Persero) yang kami harapkan dapat selesai di triwulan I tahun 2023 kemudian dapat memulai kegiatan eksplorasi segera setelahnya.
Proyek PLTP Liki Pinangawan Muara Laboh & PLTP Rantau Dedap menyelesaikan kegiatan eksplorasi masing-masing di tahun 2014 & 2015 & dilanjutkan dengan proses Amandemen PJBTL dengan PT PLN (Persero), mencapai financial close pada 2017 & 2018 dan dilanjutkan & kegiatan eksploitasi sampai dengan mencapai Commercial Operations Date (COD). COD PLTP Rantau Dedap mengalami pandemi Covid-19 & beberapa rintangan lain yang menyebab[1]kan kemunduran tanggal COD dari target yang telah disepakati.
PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML) dan PT Supreme Energy Rajabasa (SERB) merupakan perusahaan kerja sama antara PT Supreme Energy, Sumitomo Corporation & ENGIE, sedangkan PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) merupakan kerjasama antara PT Supreme Energy, Marubeni Corporation, Tohoku Electric Power dan ENGIE. Di tahun 2022, ENGIE telah mengalihkan kepemilikan sahamnya di SEML, SERB & SERD ke INPEX.
Total investasi untuk pengembangan PLTP Muara Laboh Unit-1 adalah sekitar US$600 juta dan > US$700juta untuk pengembangan PLTP Rantau Dedap Tahap-1. Dalam mengembangkan proyek PLTP Muara Laboh & PLTP Gn. Rajabasa, Supreme Energy bermitra dengan Sumi[1]tomo Corporation dan INPEX sedangkan proyek PLTP Rantau Dedap, Supreme Energy bermitra dengan Marubeni Corporation, Tohoku ELectric dan INPEX.
Sampai pada 26 Desember 2021, Supreme Energi melalui Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) mengumumkan dimulainya pengoperasian secara ko[1]mersial Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Rantau Dedap Tahap I di Sumatera Selatan berkapasitas 91,2 MW.
"Proyek Rantau Dedap adalah proyek panas bumi yang sangat menantang dengan lokasi yang terpencil, medan yang terjal dan elevasi tinggi (2.600 mdpl)," ujar Nisriyanto mengungkap lamanya waktu yang dibutuhkan dalam menggarap Rantau Dedap kepada TrustNews.
"Kita betul-betul bergerak berdasarkan prosedur dan protokol keamanan yang ketat untuk meminimalisir risiko. Kita memberikan perhatian ekstra pada topografi, karena lokasinya ada di gunung. Risiko yang dihadapi banjir dan yang ditakutkan itu longsor. Jadi prosesnya tidak bisa sembarangan karena risikonya kembali ke kita juga."
Bukan hanya topografi, lanjutnya, pengembangan panas bumi juga memiliki risiko cadangan panas bumi yang diperkirakan diawal dalam Studi Pendahuluan ternyata berbeda jauh setelah melakukan kegiatan pengeboran yang membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
"Di Rantau Dedap, kami memilik enam titik pengeboran yang memiliki cadangan panas bumi. Ternyata dari enam hanya satu yang berhasil. Kami memiliki risiko yang sa-ngat tinggi terkait peluang keberhasilan pengembangan panas bumi. Inilah mengapa pengembangan panas bumi butuh dukungan dari pemerintah," katanya.
"Sebab itulah kontrak kerja dengan PLN dibuat dalam jangka panjang yakni 30 tahun. Karena investasi cukup besar di awal, dan untuk meyakinkan dapat return dari investasi maka diikat dengan kontrak panjang," paparnya.
Proyek Supreme Energy di Sumatera berkontribusi untuk memasok listrik ke saluran listrik tegangan tinggi (SUTT), yang dijuluki Proyek Tol Listrik Sumatera, milik Perusahaan Listrik Negara (PLN), dengan kapasitas 275 kilovolt yang membentang dari sisi selatan Sumatera ke bagian utara. "Supreme Energy sejak 2008 sudah kerja keras dan berbangga sebagai perusahaan nasional yang di dukung oleh perusahaan internasional menjadi pelopor panas bumi. Supreme Energy sedari awal konsisten agar terealisasi pembaruan panas bumi," pungkasnya.