Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dalam meningkatkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Indonesia patit diacungi jempol.
Ini ditunjukkan dengan terus meningkatknya IKLH dalam kurun waktu 5 tahun (2018-2022), yakni 65,14 poin di 2018, naik 66,55 poin di 2019, naik lagi 70,27 di 2020 dan kembali naik 71,45 di 2021. Di tahun 2022 angkanya kembali naik 72,42 poin.
Meski secara angka naik, namun diakui Sigit Reliantoro, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), kenaikan hanya terjadi di beberapa indeks kualitas. Diantaranya kualitas air, lahan (tutupan lahan, dan ekosistem gambut) dan air laut. Sementara, nilai Indeks Kualitas Lahan tetap dibandingkan tahun sebelumnya.
"Kalau dihitung tiap tahun sudah kita kasih ke provinsi dan kabupaten/kota, lalu mereka menetapkan sendiri targetnya. Pada tahun 2022, capaian terhadap target IKLH Provinsi dan Kabupaten/ Kota, masing-masing adalah 77.1% dan 49.2%," ujar Sigit Reliantoro menjawab TrustNews.
Dia membuka data, dari 14.283 data pemantauan di Indonesia, sungai yang awalnya dikelola pusat dan daerah dengan penilaian yang berbeda dibuat standar perhitungan yang sama. Hasilnya, terdapat peningkatan IKA pada 192 Kab./ Kota (4.884 titik pantau), sedangkan yang mengalami penurunan 157 Kab./Kota (3.881 titik pantau).
"Isu air masih berat, karena baru 41,2 persen dari semua provinsi yang memenuhi target dan kabupaten-kota masih 43,8 persen," ujarnya.
"Untuk kualitas udara yang dipantau di 3.076 titik, ada 342 Kabupaten/Kota yang mengalami perbaikan kualitas udara, hanya 172 Kabupaten/Kota yang menurun. Indeks kualitas lahan itu tetap, dan ada dari sisi target sudah banyak yang naik," tambahnya.
"Tercatat 145 Kabupaten/Kota yang perbaikan tutupan lahan dan ada 148.000 ha yang menambah ruang terbuka hijau (RTH). Tetapi masih ada sekitar 116 Kabupaten/ Kota turun di wilayah gambut yang masih ada kanalnya. Itu tanda kerusakan ekosistem gambut maka nilainya stagnan. Kalau air terjadi peningkatan ada 6 provinsi yang turun," paparnya.
Dijelaskan Sigit, perhitungan nilai IKLH Indonesia Tahun 2022 diperoleh dari 6.567 lokasi pemantauan kualitas air, 3.076 lokasi pemantauan kualitas udara, dan 970 lokasi pemantauan kualitas air laut di seluruh Indonesia. Sementara itu, 514 data pemantauan kualitas tutupan lahan diperoleh dari seluruh kabupaten/ kota di Indonesia.
Dalam kerangka DPSIR (Driving force/faktor pendorong, Pressure/tekanan, State/keadaan, Impact/dampaknya dan Response), variabel state sudah diukur melalui IKLH. Variabel lainnya yang tak kalah penting adalah respon yang menggambarkan kapasitas daerah untuk memitigasi faktor pendorong, tekanan, dan dampaknya.
“Sejak tahun 2020 sudah dikembangkan Indeks Respon Kinerja Daerah yang memotret kapasitas daerah dalam menyusun kebijakan dan peraturan, struktur dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia, alokasi anggaran, implementasi, kolaborasi dengan pemangku kepentingan, penyebaran informasi, serta inovasi pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan,” tambah Sigit.
Setiap tahun Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memperoleh rapor yang di dalamnya berisi tentang angka indeks, tolok ukur posisi daerah tersebut dalam wilayah provinsi dan nasional, indeks respon dan rekomendasi untuk perbaikan masing masing indeks. Informasi ini selain akan disampaikan kepada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan sebagai salah satu faktor perhitungan dana bagi hasil daerah, juga kepada Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, untuk evaluasi kinerja lingkungan Pemerintah Daerah.
"Rapor tersebut juga akan diberikan kepada Pemerintah Daerah, dengan tujuan memperkuat posisi dinas yang membidangi sektor lingkungan hidup dan kehutanan untuk bernegosiasi dengan gubernur, bupati atau walikota, serta lembaga legislatif daerah pada saat penyusunan anggaran," jelasnya.
"Jadi pemda, fungsinya kalau dia sudah punya gambaran, dia bisa identifikasi masalah sendiri. Kita lihat kalau mereka masih di bawah rata-rata nasional maka akan "malu" sendiri. Karena ada anggaran yang dialokasikan untuk membuat aturan, meningkatkan SDM, dan seterusnya. Jadi petanya sudah ada dan pimpinannya kita sentuh," pungkasnya.