trustnews.id

Stop Impor Avtur Tambal Devisit
Sumber: google

Stop Impor Avtur Tambal Devisit

NASIONAL Kamis, 23 Mei 2019 - 05:42 WIB TN

Penyebab tingginya defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I 2019.
“Kita tidak akan impor. K i t a m a u p a k a i produk kita di dalam dan diolah di sini”. Pernyataan tersebut meluncur dari mulut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, terkait keputusan pemerintah menghentikan impor avtur dan solar mulai Juni nanti.
"Pertamina sepertinya sudah bisa mengolah crude oil menjadi avtur dan solar sesuai kebutuhan dalam negeri dari segi jumlah maupun kualitas,” tambahnya.
Keputusan menghentikan impor tersebut, diakui Darmin, karena dianggap sebagai salah satu penyebab tingginya defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I 2019 sebesar 2,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan penghentian ini, penggunaan migas produksi dalam negeri ini akan mampu mengurangi baik ekspor maupun impor migas dalam waktu dekat.
Upaya tersebut, lanjutnya, dilakukan sejalan dengan kebijakan lain untuk meningkatkan ekspor nonmigas yang selama ini belum sepenuhnya membantu penguatan neraca perdagangan.
"Ini akan menolong transaksi berja￾lan, di samping upaya-upaya mendorong ekspor. Jadi oke memburuk sedikit triwulan I, tapi triwulan berikutnya tidak," ujarnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I 2019 sebesar US$7,0 miliar atau 2,6% dari PDB. Defisit ini lebih rendah dari triwulan sebelumnya US$9,2 miliar atau 3,6% terhadap PDB, namun lebih tinggi dari periode sama tahun 2018 sebesar US$5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Neraca transaksi berjalan ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor, sejalan dengan pengendalian impor yang dilakukan pemerintah kepada komoditas tertentu.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko mengatakan, penurunan defisit neraca transaksi berjalan terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang, sejalan dengan peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas.
"Hal ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak akhir 2018," ujarnya.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2019 mencatat surplus yang cukup tinggi, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek perekonomian domestik. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2019 tercatat sebesar US$10,1 miliar, terutama ditopang oleh aliran masuk investasi langsung yang cukup tinggi.
"Hal tersebut mencerminkan persepsi positif investor terhadap perekonomian Indonesia," kata Onny.
Selain itu, berkurangnya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global turut menjadi faktor pendorong aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya, sejalan dengan adanya pembayaran obligasi global pemerintah yang jatuh tempo.
Kemudian, defisit neraca jasa mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh penurunan surplus jasa perjalanan (travel), seiring dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun sesuai dengan pola musimannya, di tengah impor jasa pengangkutan barang (freight) yang menurun.
"Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I 2019 mencatat surplus seiring dengan defisit transaksi berjalan yang membaik dan surplus transaksi modal dan finansial yang cukup tinggi. Surplus NPI pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 2,4 miliar dolar AS," jelas Onny.
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 menjadi sebesar US$124,5 miliar. Jumlah cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, kinerja NPI diprakirakan membaik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5% dari PDB pada 2019.
"BI senantiasa mencermati perkembangan global yang dapat memengaruhi prospek NPI, seperti pertumbuhan ekonomi global yang melambat, masih adanya ketidakpastian di pasar keuangan global, serta volume perdagangan dunia dan harga komoditas global yang cenderung menurun," tutup Onny.
BI juga akan terus memperkuat bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mendorong kelanjutan reformasi struktural. (TN)