Tiga bendungan menjadi saksi niatan yang dipancang Pemprov Nusa Tenggara Timur dalam membangun kemandirian pangan. Ratusan ribu hektar tanah disiapkan guna mendongkrak hasil produksi beras.
Tak cukup dengan itu, Pemprov melalui Dinas Pertanian Provinsi NTT menggencarkan program, mulai dari program tanam jagung panen sapi (TJPS). Program ini bertujuan untuk meningkatkan luas tanam jagung, meningkatkan produksi dan produktivitas tenaga kerja, memanfaatkan musim kemarau untuk berproduksi, meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi petani, serta menurunkan tingkat kemiskinan.
Lecky Frederich Koli, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT, mengatakan, beras dan jagung mrnjadi tekad Pemprov NTT dalam mewujudkan kemandirian pangan sehingga tidak lagi ketergantungan dari daerah luar NTT.
"Upaya kemandirian pangan NTT mendapat dukungan penuh pemerintah pusat melalui pembangunan bendungan dan program food estate di Kabupaten Sumba Tengah. Tugas Pemprov menyediakan lahan, benih dan peralatan pertanian yang dibutuhkan. Serta mengajak semua pihak seperti dunia usaha, perbankan, para ahli pertanian untuk berkolaborasi termasuk perusahaan-perusahaan yang siap mentakeover," ujar Lecky Frederich Koli menjawab TrustNews.
"Ini kerja keroyokan. Kerja bersama pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan semua pihak termasuk rakyat NTT," tegasnya.
Untuk tanaman Padi, lanjutnya, akan difokuskan di foiod estate dengan luas tanam mencapai 10.000 Ha. Kemudian setiap tahun akan ada 200 ribu hektar lahan secara swadaya masyarakat untuk ditanami padi.
"Dengan luasan lahan yang ada akan menghasilkan 500 ribu ton gabah dari target 900 ribu ton gabah. Hasil.produksi ini masih defisit karena NTT butuh 600 ribu ton gabah," ujarnya.
Untuk menutup defisit ini, lanjutnya, pihaknya mengembangkan jagung sebagai pangan non beras melalui program TJPS. Di tahun 2023 akan ditanam di luasan lahan 300 ribu hektar dengan target produksi 1,5 juta ton.
"Pengalaman tahun 2022 kita berada di angka 600.000 ton jagung yang di tanam lebih dari 100.000 hektar dengan skema kemitraan," ujarnya.
Pemerintah NTT, lanjutnya, terus mengembangkan usaha tanaman jagung karena memiliki dampak yang besar terhadap peningkatan pendapatan ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat.
"Program TJPS tidak hanya untuk mendapatkan hasil panen jagung yang melimpah tetapi juga memiliki dampak terhadap pertambahan populasi ternak di provinsi berbasis kepulauan ini," tegasnya.
Selain beras dan jagung, menurutnya, pihaknya pun melirik keberadaan tanaman sorgum dan kelor Lecky, menyebut ada lebih dari 800 ribu hektare lahan yang akan dikembangkan. Ada pula proyeksi 15 kabupaten dengan 100 hektare lahan budidaya. Sementara NTT memiliki target lahan budidaya produksi seluas 15 ribu hektare.
"Tahap awal kita akan mengerjakan 34.000 hektar dengan target produksi 100.000 ton, selain untuk ketahanan pangan, juga subtitusi terigu. Polanya sama kita bangun kerja sama pembiayaan," ujarnya.
Untuk kelor, menurutnya, masyarakat didorong melakukan budidaya tanaman kelor.Sebab, tanaman tersebut dinilai dapat memberikan banyak manfaat untuk kesehatan bagi warga yang rutin mengonsumsinya.
"Tanaman kelor ini untuk ibu hamil, menyusui dan anak anak yang kurang gizi agar bisa kita siapkan makanan tambahannya. Sudah ada keputusan gubernur agar tepung kelor ini sebagai bagian dari upaya mengintervensi makanan tambahan bagi ibu hamil dan anak stunting," jelasnya.
Bahkan kelor NTT pun mendunia gara-gara dalam gelaran kedua Sherpa G20 di Hotel Meruorah Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, dipamerkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Labuan Bajo, hasil olahan kelor dalam bentuk teh, kopi, hingga garam.
Lapak pameran produk kelor pun dihampiri delegasi yang ingin mendapat informasi tentang produk kelor hingga mencicipi produk olahan seperti teh dan kopi berbasis kelor. Alhasil para peserta Sherpa yang datang dari berbagai negara dunia pun bisa mengetahui adanya potensi lokal kelor dari NTT.
"Sebuah keberkahan dari apa yang kita bersama lakukan ternyata kelor NTT mendunia. Pak Gubernur (Viktor Bungtilu Laiskodat/red) melihat akan ada tantangan besar kedepannya soal krisis pangan global. Kita ajak masyarakat yang punya lahan, mari kita gunakan musim tanam untuk menanam tanaman yang bisa dijadikan sumber pangan, sehingga saat ancaman itu datang kita tidak perlu khawatir, jadi mari kita tanam semua yang bsia kita makan agar terhindar dari krisis pangan, anomaly iklim dan dampak perang," pungkasnya. (TN)