trustnews.id

PMI Berkualitas, Harga Mati
Dok, Istimewa

PMI Berkualitas, Harga Mati

NASIONAL Jumat, 10 Maret 2023 - 09:10 WIB Hasan

TRUSTNEWS.ID - Pertumbuhan penduduk yang besar, penyebaran penduduk yang tidak merata dan kesempatan kerja yang minim di negeri sendiri, serta gaji yang tinggi dan fasilitas yang oke dijanjikan, menyebabkan munculnya fenomena migrasi tenaga kerja.

Para pekerja ini dikenalkan dengan istilah Buruh Migran. Di Indonesia, definisi ini mengacu pada Pekerja Migran Indonesia (PMI) baik laki-laki maupun perempuan yang tersebar di beberapa negara. 

Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ini masih terus dilakukan ke negara-negara ekonomi maju di sekitar Asia seperti Taiwan, Singapura, Brunei, Korea, Jepang dan Malaysia, serta ke berbagai negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, UEA, Qatar, dan Kuwait.

Pengiriman TKI dilakukan karena tingginya permintaan dari negara tujuan tersebut, juga karena beberapa hal, yaitu kurangnya lapangan kerja di Indonesia dan gaji yang dijanjikan tidak mencukupi. 

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri merupakan program nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia. 

Penempatan tenaga kerja di luar dapat dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja disertai dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai dengan tiba kembali di Indonesia. 

Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai, dan mengatur distribusi tenaga kerja sedemikian rupa untuk mendorong distribusi tenaga kerja sedemikian rupa sehingga mendorong tenaga kerja yang penuh dan produktif untuk mencapai keuntungan sebesarbesarnya dengan menggunakan prinsip ketenagakerjaan. Tepat pada pekerjaan yang tepat.

Namun Demikian, PT Wira Karitas, perusahaan penyalur tenaga kerja di tanah air, tak mau gegabah dalam menyuplai tenaga kerja asal Indonesia ke luar negeri tersebut. Mereka selalu berusaha agar tenaga kerja yang dipekerjakan punya kualitas terbaik, bukan asal kirim.

“Kami tidak mau sembarangan mengirim Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kami mencari orang-orang yang terlatih atau yang sudah memiliki pengalaman kerja,” tegas Direktur Utama PT Wira Karitas, Maria Moritcia Layasna Ginting, BSC kepada Trustnews melalui wawancara khusus. 

Makanya untuk mencapai target kualitas tenaga kerja yang diharapkan menurut Maria, pihak selalu menjalin sinergi yang kokoh dengan sejumlah alumni lembaga-lembaga pelatihan dan perguruan tinggi, seperti alumni Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP), Akademi Pariwisata Trisakti, Jakarta dan Mediteranian, Bali.     

Maria dan perusahaan yang dipimpinnya sudah berkomitmen tegas untuk tidak mengirim PMI yang tidak berkualitas dan berpengalaman. Apalagi melampirkan para tenaga kerja tersebut dengan sertifikat ‘bodong.’ Haram istilahnya.

“Jadi terlebih dahulu mereka ini harus dilatih dan lebih fokus untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang akan dimintakan dari para usernya nantinya. Kalau dalam pikiran saya seperti itu,” tegasnya lagi. 

Atas komitmen yang selalu dijunjung tinggi tersebut, sejumlah negara menjatuhkan kepercayaan langsung kepada PT Wira Karitas, melalui Maria. Bahkan wanita yang dikenal tegas dan apa adanya tersebut dipercaya menjadi Ketua Divisi dari Malaysia di APJATI (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). 

Tidak hanya itu, perwakilan dari sejumlah negara sebagai calon penerima PMI juga tidak segan-segan mendatangi atau mensurvei langsung terkait kesiapan dokumen, sertifikat hingga melihat dari dekat kemampuan para tenaga kerja di bawah naungan PT Wira Karitas. “Ini merupakan suatu kepercayaan besar dan tidak mudah untuk bisa memperolehnya. Makanya, soal kualitas terbaik calon tenaga kerja tetap menjadi perhatian besar kami,” tegas Maria.

Sejak Agustus hingga Desember 2022, PT Wira Karitas l telah mengirimkan sebanyak 1.500 PMI ke sejumlah negara. Secara hitung-hitungan jumlah tersebut sangat jauh berkurang dibandingkan ketika Indonesia belum memasuki masa resesi di tahun 1998. 

Sejak tahun 1990, diakui Maria, pihaknya telah mengirim sebanyak 78.000 orang PMI. Setelah resesi sekitar 3000 per tahunnya.

“Tapi situasi ekonomi itu sekarang kan berat, dan aturan-aturan yang diterapkan juga sudah digital. Sekarang memang setiap PMI membutuhkan banyak dokumentasi dan banyak sistem yang membuat mereka itu memang harus membutuhkan waktu untuk bisa diberangkatkan ke negara tujuan,” ujar Maria menerangkan.