TRUSTNEWS.ID,. - Para pelaku dan penggiat dunia aviasi sempat heboh di pertengahan 2021. Gara-gara beredar selentingan PT Pelita Air Service ke penerbangan komersial berjadwal (regular flight). Pertanyaanya saat itu, kelas mana yang disasar Pelita Air. Karena masing masing kelas, yakni premium (full service), medium dan no frill (low cost carrier/LCC) sudah ada "pe-nguasanya".
Dan, secara grup, bila ketiganya digabungkan, Lion Group (Lion, Batik, Wings dan Super Air Jet) memimpin pangsa pasar penerbangan nasional sebesar 60 persen. Adapun Garuda Group (Garuda dan Citilink) 35 persen dan Sriwijaya Group (Sriwijaya dan NAM) 10 persen.
Semuanya mempunyai tingkatan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) sendiri-sendiri seperti diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 20 tahun 2019.
Hanya saja, TBA dan TBB maskapai itu saling berhimpitan. Dari satu tarif per rute, maskapai full service tarifnya 100 persen (TBA) dan 35 persen (TBB), medium 90 persen-25 persen dan LCC 85 persen-20 persen. Maskapai full service tentu lebih diuntungkan karena bisa menjual tarif sebesar 70 persen, padahal tarif sebesar itu seharusnya sudah masuk dalam ranah tarif medium dan LCC.
Jika full service menjual harga 70 persen tentu saja medium dan LCC akan menjual di bawahnya, karena jika tidak, penumpangnya akan beralih. Dan yang paling terkena dampaknya adalah medium service karena kalah bersaing dengan layanan full service dan pada harga rendah dengan LCC.
Alhasil, persaingan di industri penerbangan berjadwal menjadi sengit dalam memperebutkan konsumen, baik dari sisi tarif dan penguasaan frekuensi penerbangan. Walaupun pangsa pasarnya sangat besar.
Data mengungkap, jumlah lalu lintas penumpang pesawat domestik atau dalam negeri pada tahun 2018 adalah 102 juta dan tahun 2019 sebanyak 79,5 juta.
Jumlah tersebut turun drastis ketika pandemi Covid-19 melanda dan ditambah kebijakan pemerintah terkait pembatasan pergerakan masyarakat untuk memutus rantai penyebaran virus. Saat pandemi Covid-19 tahun 2020, jumlah lalu lintas penumpang domestik turun hingga tinggal 35,4 juta.
Kondisinya pasca Covid-19, dunia penerbangan masih di kisaran kurang dari 50 persen dibanding sebelum pandemi. Semua kehebohan dan pertanyaan itu akhirnya terjawab, Pelita Air memilih penerbangan kelas medium dengan rute Jakarta-Yogyakarta (PP) dan Jakarta-Bali (PP) dengan menggunakan Airbus tipe A320-200.
"Banyak yang bertanya di media sosial mengapa Pelita Air memilih kelas medium. Karena kelas medium masih kosong. Garuda di kelas premium dan Citilink di LCC. Pelita Air masuk medium untuk melengkapinya. Jadi pemerintah punya tangan di semua kelas yakni Garuda, PTm Pelita Air dan Citilink," ujar Dendy Kurniawan, Direktur Utama PT Pelita Air Service, menjawab TrustNews.
"Dengan keberadaan pemerintah di ketiga kelas ini, pemerintah bisa menstabilkan harga bila terjadi permainan harga tiket yang biasanya jadi keluhan konsumen. Sebab pemerintah tidak bisa mengatur atau mengontrol swasta soal harga tiket karena ada aturan TBA dan TBB," papar-nya.
Begitupun soal jumlah armada pesawat, menurutnya, dalam rencana pengadaan pesawat hingga 2027, Pelita Air akan mengoperasikan 65 unit Airbus tipe A320-200. Atau dengan kata lain, tiap tahun hingga 2027, Pelita Air akan mendatangkan 10 unit pesawat.
"Kami sekarang sudah punya 4 Airbus A320. Kami sedang menunggu kedatangan 6 lagi. Jadi sampai semester I ini akan punya 10 Airbus A320 untuk bisa terbang ke rute-rute yang melayani kota-kota besar di Indonesia," ujarnya.
Hanya saja bagi Dendy, bicara dunia penerbangan, tidak saja bicara soal banyaknya pesawat, rute yang dilayani dan berapa keuntungannya. Akan tetapi bagaimana profitabilitas bisa sustainable.
"Sustainable itu yang paling penting. Untuk bisa sustainable, kuncinya bagi saya adalah dua hal. Satu adalah SDMnya, dua adalah digitalisasi," ungkapnya.
"SDM tidak bicara orang. Kalau bicara orang itu mudah. Kayak bikin kesebelasan itu mudah tinggal cari 11 orang. Apalah selesai, jawabnya tidak. Kita akan cari yang terbaik untuk membentuk tim dan memenangkan pertandingan dan akan terus mencari yang terbaik. Itu harus dilakukan," ujarnya.
"Begitu juga di Pelita Air dalam menjaga sustainability dari perusahaan ini. Siapapun yang jadi pimpinan, siapapun yang jadi manajemennya, ini perusahaan bisa tetap jalan dan terus memberikan keuntungan. Untuk itu perlu orang-orang yang terbaik," pungkasnya.