Masyarakat menjadi ujung tombak dalam mengawasi penggunaan dana desa. Bisa lapor ke nomor 1500040.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, akhirnya angkat suara terkait kriminalisasi yang menyasar para kepala desa dalam menyalurkan dana desa.
“Kepala desa yang tidak korupsi dana desa tidak boleh dikriminalisasi, kalau kepala desa merasa dikriminalisasi bisa laporkan ke Satgas Dana Desa,” ujar Eko Putro dengan tegas.
Sejak diluncurkan tahun 2015, kasus-kasus yang terkait penyelewengan dana desa, menurutnya, semakin mengalami penurunan. Pada tahun 2018, ditemukan kurang dari 100 kasus dari total jumlah desa sebanyak 74.957 desa. Dari 100 kasus tersebut, hanya 67 laporan yang dinyatakan layak dilaporkan ke penegak hukum.
"Tahun lalu itu ada di bawah 100 kasus. Kita laporkan ke penegak hukum 67 (kasus). Itu kalau dibandingkan jumlah desa 74.957 desa jumlahnya kecil. Tapi itu juga tidak boleh dibiarkan," katanya.
Menurutnya, masih adanya penyimpangan dana desa bukan hanya karena adanya kesempatan, namun juga terjadi akibat kurangnya pengawasan. Untuk itu, ia mengajak seluruh masyarakat turut mengawasi dana desa, karena pengawasan dari masyarakat langsung adalah hal paling efektif untuk memantau dana desa.
"Di desa pengawasan secara resmi ada di inspektorat provinsi, inspektorat kabupaten, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, kecamatan. Yang paling penting itu masyarakat. Kita libatkan juga kejaksaan dan kepolisian untuk membantu," pungkasnya.
Menteri Eko tak sedang melakukan pembelaan terhadap tindak penyelewengan yang dilakukan para kepala desa dengan menyebut “penurunan”. Dalam urusan pengawasan, pihak Kemendes sudah jauh-jauh hari menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat untuk mengawal pengeluaran dana desa.
Untuk mengawasi penggunaan dana desa, masyarakat bisa melakukan pengaduan ke Satgas Dana Desa di nomor 1500040 atau Satgas KPK. Selanjutnya Satgas akan menindaklanjuti laporan tersebut.
"Laporkan (penyelewengan) ke penegak hukum setempat, kepolisian atau kejaksaan. Kalau tidak puas, bisa telepon Satgas Dana Desa di nomor 1500040. Kalau datanya lengkap, akan segera kita kirimkan tim dan pembinaan," ujarnya.
Untuk menutup semua celah penyelewengan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di bawah Biro Hukum, Organisasi dan Tata Laksana, menggagas akan membuat penguatan sistem pengawasan dana desa berbasis kolaboratif, dengan harapan outputnya akan menghasilkan Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Dana Desa yang bisa dijadikan rujukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan Auditor, juga Kementerian/Lembaga.
Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwar Sanusi mengatakan bahwa pengawasan dana desa menjadi isu yang sensitif, melihat besarnya dana yang diberikan kepada pemerintah desa, yang sampai akhir tahun 2018 pemerintah pusat telah menganggarkan dana untuk diberikan kepada desa melalui 19 Kementerian/Lembaga sebesar Rp 561 triliun. Ditambah lagi dengan adanya anggaran untuk dana desa yang pada tahun 2015 Rp 20,67 triliun, tahun 2016 Rp 46,98 triliun, tahun 2017 Rp 60 triliun, tahun 2018 Rp 60 triliun dan tahun 2018 Rp 70 triliun, total Rp 257,65 triliun.
"Pengawasan merupakan instrumen penting. Masih banyak temuan dari aspek proses pengambilan keputusan (musdes). Bagaimana mengawal dana desa dan ini pun masih ada persoalan. Siapa yang mengawasi dana desa? Inspektorat daerah? BPK? Satgas dana desa? Kejaksaan? KPK? Bagaimana seluruh K/L berperan cari satu formula untuk mengkoordinasikan seluruh instrumen yang ada dan menciptakan satu sistem pengawasan yang kolaboratif," ujarnya.
Pengawasan yang sifatnya horizontal, lanjutnya, memberikan ruang pada masyarakat, masyarakat bisa ikut mengawasi kalau mendapat informasi yang cukup. Misalnya saja tiap desa mencantumkan APBDes-nya di ruang publik yang mudah di akses sebagai bentuk transparansi. Selain itu, perkuat melalui organisasi sosial kemasyarakatan melalui masjid, gereja dan lain-lain.
"Dengan adanya acara ini, yang masing-masing sudah melakukan fungsi pengawasannya, bagaimana memiliki sentra informasi sebelum memiliki sistem baku, yang intinya dana desa ini betul-betul efektif menjdi instrumen bagi masyarakat desa untuk mengubah nasibnya," pesannya.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Tata Laksana, Undang Mugopal sekaligus penggagas pedoman sistem penguatan pengawasan dana desa, mengatakan semua kementerian/lembaga punya tugas dan fungsi untuk awasi dana desa namun belum punya pola yang sama dalam pengawasan dana desa. Hal ini salah satunya membuat kepala desa kesulitan dalam pembuatan laporan karena K/L meminta laporan ke Kepala desa dengan pola laporan yang berbeda-beda.
"Nanti akan ada penjelasan tentang format pengawasan dari masing-masing, penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK), Auditor (BPK, BPKP), dan Kemendagri, untuk dicari persamaannya. Diharapkan outputnya akan ada buku pedoman pengawasan dana desa untuk semua K/L. Leadernya dari Kemendes PDTT," ujarnya.
Dalam perjalannya, potensi dan penyimpangan serta penyalahgunaan dana desa baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap penggunaannya masih ditemukan.
Meskipun pengawasan sudah dilakukan dengan berbagai pola dan cara yang dilakukan oleh berbagai instansi terkait, termasuk oleh Aparat Penegak Hukum (APH) yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK, serta oleh auditor yaitu BPK dan BPKP.
"Untuk meminimalisir penyalahgunaan dana desa perlu dibangun pola dan cara pengawasan yang kolaboratif. Hasil dari acara Temu Konsultasi Publik ini akan dibuat draft, nanti ada pertemuan selanjutnya dan pertemuan ke tiga diharapkan finishing," terangnya.
Sebelumnya, dalam rangka pengawasan dana desa, Kemendes PDTT telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) dana desa. Selain itu, telah dilakukan MoU dengan Mabes Polri dan Kemendagri, dengan membentuk Sekretariat Bersama (Sekber). Kemudian MoU dengan Kejaksaan Agung RI. Masing-masing MoU tersebut pelaksanaanya masih berjalan secara terpisah dan diharapkan melalui Temu Konsultasi Publik ini dapat mencari solusi dengan menyatukan keseluruhan kerjasama yang sudah berjalan secara kolaboratif yang diharapkan ada pola dan langkah yang sama dalam melakukan pengawasan dana desa.(TN)