Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengharamkan PUBG. Sejumlah negara telah melarangnya. Memicu perdebatan hangat di Irak.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akhirnya angkat bicara soal permainan daring Player Unknown's Battle Grounds atau PUBG yang di fatwa haram oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
Awalnya, Rudiantara mengaku belum tahu mengenai fatwa haram bermain PUBG dan sejenisnya itu. Namun dirinya menegaskan, otoritas informatika tak akan terburu-buru untuk 'mengharamkan' PUBG cs secara nasional.
Fatwa haram dikeluarkan hasil sidang paripurna ulama III, dengan tema 'Hukum & Dampak Game PUBG (Player Unknown's Battle Grounds) dan Sejenisnya Menurut Fiqih Islam, Informasi Teknologi, dan Psikologi'. Sidang digelar di Aula Tgk H Abdullah Ujong Rimba Sekretariat MPU Aceh pada 17-19 Juni 2019. Hasilnya, MPU menyimpulkan permainan PUBG tidak baik karena mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan.
Menurut Faisal, ulama Aceh memutuskan mengharamkan bermain game PUBG karena sejumlah alasan. Salah satu alasan yang disebutkan adalah dapat membangkitkan semangat kebrutalan anak-anak dan orang yang bermain game tersebut.
Selain itu, Faisal menyebut permainan itu dapat melahirkan perilaku yang tidak baik. Dia juga menyebutkan 47 anggota MPU sepakat akan hasil sidang. "Itulah makanya, setelah dua hari dikaji dan mendatangkan para ahli, kita simpulkan bahwa bermain game itu adalah haram," kata Faisal.
Dukungan fatwa haram datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), karena dinilai banyak menimbulkan dampak negatif.
"Kami di DPRA sangat mendukung fatwa haram game PUBG dan sejenisnya di Aceh yang telah dikeluarkan fatwa oleh MPU," kata aggota DPRA dari Fraksi PAN, Afrizal Asnawi, kepada wartawan dalam konferensi pers bersama Aliansi Masyarakat Pengawal Fatwa (AMPF) Ulama Aceh, Minggu (22/06/2019).
Asrizal menyebutkan, DPRA Aceh selanjutnya akan mengawal dan mendorong Pemerintah Aceh dan seluruh pemerintah kabupaten/kota untuk menyosialisasikan fatwa haram game PUBG dan sejenisnya kepada masyarakat yang telah dikeluarkan MPU tersebut.
"Kami dari DPRA akan mengawal dan mendorong pemerintah untuk menyosialisasikan kepada publik, karena setiap fatwa yang dikeluarkan ulama melalui kajian yang sangat mendalam dari berbagai sisi, sehingga tugas kami legislatif untuk mengawal dan mendorong semua pihak," katanya.
Asrizal mengatakan akan merekomendasikan bentuk sosialisasi fatwa haram game PUBG dan sejenisnya kepada plt gubernur Aceh, bupati dan wali kota di Aceh dalam bentuk selebaran dan baliho yang selama ini sering terpampang foto mereka. "Tugas ulama sudah selesai setelah mengeluarkan fatwa, selanjutnya pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, baik dalam bentuk selebaran maupun baliho yang selama ini hanya terpampang wajah plt gubernur dan bupati/wali kota," katanya.
Beberapa bulan sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rahmat Syafi'i mengaku rencana fatwa terkait game daring Player Unknown's Battle Grounds (PUGB) tak akan keluar begitu saja, dan harus melalui kajian terlebih dulu.
"Pertama, harus meneliti peristiwanya seperti apa [di Selandia Baru]. Sebab game itu asalnya boleh. Bisa terlarang apabila memiliki akibat atau dampak langsung yang sangat mengganggu ketenangan masyarakat," kata Rahmat menjawab wartawan, di Bandung, Kamis (21/3).
Rahmat mengatakan demikian menanggapi pernyataan haramkan PUBG yang ia sampaikan setelah menghadiri jumpa pers tokoh lintas agama di Mapolda Jabar dalam menyikapi penembakan di Selandia Baru, Sabtu (16/3) lalu.
Menurut Rahmat, pihaknya tidak bisa langsung mengeluarkan fatwa tanpa adanya kajian mendalam. Jika langsung diterbitkan fatwa, Rahmat mengungkapkan, masyarakat akan mempertanyakan tentang hal yang dilarang. Untuk itu, pihaknya perlu melakukan kajian secara komprehensif perihal MUI Jabar haramkan PUBG.
"Kita belum mengadakan sesuatu penelitian bagaimana dampaknya (game daring). Sebab sesuatu yang boleh, ketika langsung dilarang masyarakat akan bertanya apa yang dilarangnya," ucap dia.
Kajian sendiri menurut Rahmat ada proses panjang yang harus dilakukan. Pihaknya pun tak mau terburu-buru memutuskan sebuah fatwa.
"Kajian itu meneliti masalahnya misal permainan game. Betulkah karena pengaruh game itu [penembakan di Selandia Baru) atau karena faktor lain. Kita hitung bagaimana pengaruhnya baru keluarkan fatwa itu," ujarnya.
Fatwa yang pernah dikeluarkan MUI dalam hal dunia daring yaitu terkait media sosial. Sedangkan terkait game belum pernah difatwakan.
"Fatwa penggunaan media sosial waktu itu terkait maraknya hoaks, ujaran kebencian dan fake news. Tapi memang yang berkaitan dengan game belum pernah dan akan dikaji dulu," ujarnya.
Kasus kekerasan dengan cara penembakan sadis di sebuah masjid terjadi di Selandia Baru pada pekan lalu. Hal itu membuat dunia gempar, termasuk masyarakat Indonesia. Atas kejadian tersebut, MUI Jawa Barat pun juga mengecam kasus terorisme itu.
Di sisi lain, ada spekulasi bahwa sang pelaku penembakan yang menewaskan puluhan orang tersebut melakukan aksi brutalnya karena terinspirasi game daring PUBG. Atas dasar dugaan itulah MUI Jabar diminta tanggapannya soal akan mengkaji dampak negatif game daring, khususnya PUBG.
Sementara itu, empat negara tercatat melarang warganya bermain PUBG, yakni China, India, Nepal dan Irak. Di China, menurut, Fox Sports Asia melaporkan setidaknya ada 20 game / gim online yang dilarang di China, dimana di antaranya ada PUBG, League of Legends, dan Fortnite: Battle Royale.
Pada awal bulan Desember 2018, Online Ethics Review Committee di bawah pemerintah Tiongkok menemukan adanya kekerasan mengenai peraturan sosial dan etnis. Sejak itulah, PUBG menjadi permainan yang dilarang di Negeri Tirai Bambu.
Sementara di India, menurut koran terbesar India, Navbharat Times, PUBG adalah 'endemik' yang mengubah anak-anak menjadi 'manorogi' atau psikopat.
Dalam penjelasannya di edisi editorial 20 Maret 2019, Navbharat Times menyebutkan jika, "Banyak anak kehilangan keseimbangan mental mereka."
Beberapa wilayah India yang melarang PUBG, misalnya Gujarat, bahkan mempersilahkan orangtua maupun pengajar yang merasa anak mereka kecanduan PUBG pada polisi.
Laporan The Verge pada pertengahan Maret lalu menyebutkan, polisi menangkap 10 siswa karena bermain PUBG.
Pelarangan ini bermula dari aduan orangtua dan pengajar karena PUBG dianggap mengajarkan kekerasan dan mengganggu proses belajar.
Di bulan April ini, Nepal Telecommunication Authority mengumumkan larangan dan pemblokiran PUBG per 11 April 2019.
Berdasarkan peraturan baru itu, polisi sekarang berhak menangkap siapapun yang ketahuan bermain PUBG.
Sementara di Irak, pelarangan PUBG adalah Irak memicu perdebatan di tataran masyarakat karena melarang PUBG dirasa bukanlah prioritas bangsa, mengingat Irak masih berkutat dengan masalah korupsi, pengangguran, dan isu sosial ekonomi lainnya.(TN)