Pemerintah tetap membangun bandara di pulau-pulau terluar. Peningkatan SDM hingga implementasi Revolusi Industri 4.0.
Sebagai sebuah negara kepulauan yang besar dan luas, Indonesia tercatat memiliki 17.000 pulau dengan 6000 pulau yang dihuni, tentu membutuhkan sarana transportasi yang bisa saling menghubungkan (konektivitas) dan sekaligus membuka keterisolasian. Tidak saja menghubungkan pulau-pulau besar, tapi juga pulau-pulau terjauh dan terluar yang sulit untuk dijangkau. Ini menjadi keniscayaan untuk mempersempit ketimpangan dalam rangka pemerataan pembangunan hingga ke seluruh pelosok negeri.
Direktur Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara, Polana Banguningsih Pramesti, mengatakan, sebagai negara kepulauan, wilayah-wilayah yang belum terkonektivitas dengan baik melalui transportasi darat maupun laut, maka transportasi udara memegang peranan penting guna membuka keterisolasian dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
“Kebijakan pemerintah saat ini adalah kita harus mengakomodasi konektivitas, terutama melayani daerah teringgal, terdepan dan terluar. Wilayah 3T Itu harus terhubung,” ujarnya.
Polana menjelaskan, Ditjen Hubud sebagai regulator tetap berupaya membangun dan menghubungkan daerah – daerah terluar, terpencil dan perbatasan demi terwujudnya pemerataan pembangunan melalui moda transportasi udara.
Adapun capaian pembangunan bandara baru 2018, ada sebanyak 10 bandara baru selesai dibangun dan telah dioperasikan sejak 2015 – 2018. Sedangkan revitalisasi bandara perbatasan sebanyak 24 bandar udara, rawan bencara sebanyak 59 bandar udara, daerah terisolasi sebanyak 48 bandar udara, rehabilitasi runway sebanyak 39 bandar udara.
10 bandara udara yang sudah dibangun dan dioperasionalkan yaitu: Bandara Letung, Anambas, Bandara Namniwe, Bandara Miangas, Bandara Morowali, Bandara Werur, Bandara Maratua, Bandara Koroway Batu, Bandara BIJB Kertajati, Bandara APT Pranoto Samarinda dan Bandara Tebelian.
“Dengan dibukanya aksesbilitas ke daerah-daerah 3T, akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian di daerah setempat,” tambah Polana.
Untuk program prioritas 2019 adalah pelayanan angkutan udara perintis dan jembatan udara meliputi penyelenggaraan angkutan udara perintis sebanyak 192 rute, penyelenggaraan angkutan BBM angkutan udara perintis sebanyak 8.850 drum, penyelenggaraan angkutan kargo perintis sebanyak 39 rute, penyelenggaraan angkutan BBM untuk kargo perintis sebanyak 2.154 drum dan penyelenggaraan subsidi operasi angkutan udara kargo sebanyak 2 rute.
Sedangkan, pembangunan / pengembangan bandara prioritas nasional ada di 49 lokasi, meliputi Bandara Siau, bandara Buntukunik, bandara Muara Teweh, dan bandara Tambelan.
“Saat ini, Prioritas Nasional Direktorat Jenderal Perhubungan Udara berada pembangunan Bandara di 42 lokasi, meliputi 36 lokasi peningkatan konektivitas & TIK dan 6 lokasi percepatan pengembangan 7 kawasan pariwisata, 3 KEK Pariwisata dan Destinasi unggulan guna mendukung pemerataan dan kawasan pariwisata di wilayah tersebut,” tegas Polana.
Polana menambahkan, terciptanya Internet of Thinks (IoT) dapat menjadikan industri penerbangan Indonesia semakin maju, tercipta efisiensi dan efktifitas layanan, serta pengelolaan bandara yang semakin baik. Salah satunya dengan menghadirkan Airport Operation Control Center (AOCC) yang merupakan fasilitas pengelolaan sistem bandara yang di dalamnya terdiri dari penyelenggara bandar udara, maskapai, CIQ, Ground Handling Agent, Pertamina hingga Air Traffic Control (ATC). (*)