TRUSTNEWS.ID - Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki target pertumbuhan ekonomi dimana energi menjadi katalis untuk pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN menempatkan keamanan dan ketersediaan energi sebagai prioritas utama.
Dalam menjalankan mandat tersebut, Pertamina memastikan availability, acceptability, affordability dan accessibility energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Sehingga, dengan terjaminnya energi ini dapat menimbulkan dampak berkelanjutan (multiplier effect) bagi perekonomian dan pembangunan nasional. Di sisi lain, Pertamina mendukung program pemerintah Indonesia dan komunitas global dalam mencapai net zero emission (NZE) target.
Oleh sebab itu, Pertamina memiliki tiga strategi mengelola keberlanjutan sambil menjaga ketahanan energi. Pertama, mempertahankan bisnis utama, minyak dan gas sejalan dengan masih diperlukannya sumber energi ini untuk kebutuhan saat ini.
Kedua, transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT) dengan menempatkan gas sebagai energi transisi. Ketiga, mengembangkan energi baru terbarukan. Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), mengatakan, di tengah tantangan energi saat ini, Pertamina terus berupaya menjaga keberlangsungan perusahaan, karena Pertamina menjalankan peran strategis dan menjalankan mandat Pemerintah untuk memastikan ketahanan energi nasional, serta mendorong perekonomian Indonesia.
“Untuk menghadapi tantangan, Pertamina melakukan beberapa inisiatif. Salah satunya, transformasi dengan membentuk 6 sub holding energi, sehingga setiap bisnis perusahaan mampu beroperasi dengan lebih agile, cepat dan mandiri," ujar Nicke Widyawati kepada TrustNews.
Diungkap wanita paling berpengaruh di dunia, ini tantangan bagi industri energi adalah trilema energi yakni keamanan energi, kesetaraan energi dan keberlanjutan energi. Untuk menghadapi ketiga tantangan tersebut, Pertamina telah mengembangkan tiga inisiatif strategis yang komprehensif yakni upaya dekarbonisasi (menurunkan emisi) pada aspek operasional eksisting Perusahaan, membangun bisnis baru rendah karbon (green energy), dan penerapan program penyeimbangan karbon.
"Pertamina berkomitmen penuh mendukung target Pemerintah mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060. Untuk mencapai target tersebut, Pertamina telah menjalankan berbagai inisiatif strategis dalam rangka dekarbonisasi," ujarnya.
Pertamina juga mendukung dekarbonisasi untuk sektor transportasi dengan memproduksi Biofuel, memperluas pemanfaatan gas untuk kendaraan bermotor, membentuk komunitas EV dengan mengembangkan EV Battery Swap & Green Energy Station, serta mengembangkan energi hidrogen untuk kendaraan. Hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan negara kedelapan terbesar yang memiliki hutan dan memiliki kapasitas untuk memproduksi biofuel.
"Sekarang dengan B35. Tahun lalu kami berhasil mengurangi sekitar 32 juta ton CO2 per tahun. Kami akan menambahkan lebih banyak B35 sekarang dan tahun depan, B40. Bahkan dalam kebijakan energi nasional kita yang baru, targetnya sampai B60," tambah Nicke.
Selain itu, Pertamina juga mengem- bangkan Low Carbon Energy untuk listrik dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal, tenaga solar, banyu (air), serta terus mengembangkan potensi EBT untuk menjadi energi transisi yang berkelanjutan. Komitmen tersebut telah menghasilkan penurunan emisi karbon sebesar 31% hingga akhir tahun 2022 dengan menggunakan acuan/baseline emisi 2010, pada operasional sendiri.
Selain itu, Pertamina juga memiliki inisiatif program kemasyarakatan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus mengkampanyekan pemanfaatan energi transisi yang berdampak bagi masyarakat. Program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) tersebut yakni Desa Energi Berdikari, Hutan Pertamina dan Desa Wisata Pertamina.
"Sejalan dengan strategi inisiatif yang telah dijalankan, lanjutnya, Pertamina akan terus memperkuat ketahanan energi dengan meningkatkan industri energi di Tanah Air untuk mendukung target Pemerintah, di antaranya mencapai produksi 1 juta barel migas per hari, termasuk melakukan ekspansi pada ladang-ladang migas baik di dalam maupun luar negeri," jelas Nicke.
Begitu juga dengan langkah Pertamina membentuk 6 subholding bagi masing- masing bisnis, menurutnya, untuk mendorong perusahaan supaya dapat bergerak lebih agile, cepat dan mandiri. Baginya, dengan terbentuknya Sub- holding, tugas Pertamina Holding akan diarahkan pada pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh Pertamina Grup, mempercepat pengembangan bisnis baru, serta menjalankan program-program nasional.
Adapun Subholding menjalankan peran untuk mendorong operational excellence melalui pengembangan skala dan sinergi masing-masing bisnis. Subholding juga akan mempercepat pengembangan bisnis dan kapabilitas bisnis existing serta meningkatkan kemampuan dan fleksibilitas dalam kemitraan dan pendanaan yang lebih menguntungkan Perusahaan.
“Dengan struktur baru ini, Subholding terbukti dapat bergerak lebih lincah dan cepat merespon tuntutan, tantangan dan peluang di lingkungan bisnis masing- masing, sehingga diharapkan kinerjanya akan terus meningkat," urainya.
Hasil dari berbagai efisiensi dan perbaikan kinerja. Utamanya, melalui pembentukan Holding Subholding, Pertamina mengukir rekor dengan mencapai laba bersih tertinggi sepanjang Sejarah perusahaan yakni sebesar sebesar US$3,81 miliar atau setara Rp56,6 triliun, tumbuh dari tahun 2021 yang membukukan US$2,05 miliar atau sekitar Rp29,3 triliun.
Begitu pula dengan subholding, kinerja anak usaha yang baru saja didirikan tercatat positif, sehingga dapat berkontribusi pada pendapatan Perusahaan induk. Nicke menjelaskan, kontribusi paling besar yang menopang kenaikan laba Pertamina adalah penurunan beban biaya.
Menurut Nicke, beban biaya berangsur turun dari 93%-94% dari pendapatan pada 2012- 2014 menjadi 89% pada 2022. Ditambahkannya, kontribusi pengoptimalan biaya atau cost optimization pada periode 2021-2022 telah berkontribusi pada penghematan hingga mencapai US$ 3,273 miliar. “Tahun 2022 kami bisa tutup dengan kinerja tertinggi dalam sejarah Pertamina. Kami membukukan keuntungan US$ 3,81 miliar ekuivalen Rp56,61 triliun. Revenue meningkat 48% menjadi US$85 miliar dolar AS, ini sekitar sepertiga-nya APBN," jelasnya.
Melalui pencapaian tersebut, Pertamina juga mampu mempertahankan posisinya dalam Fortune Global 500 List, bahkan meningkat dibanding posisi sebelumnya dan menjadi satu-satunya perusahaan asal Indonesia dalam daftar tersebut. Hal ini mencerminkan apresiasi dari komunitas global yang kredibel, atas kiprah Pertamina.
Pertamina menempati peringkat 141 pada Fortune 2023 atau naik 82 peringkat dibanding tahun 2022 yang berada di posisi 223 Bagi Nicke, semua keberhasilan tersebut bukan berarti Pertamina tidak menghadapi sejumlah tantangan.
Diakuinya, pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 telah mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi di Indonesia, dimana saat ini masih didominasi oleh energi fosil.
Untuk itu, Indonesia mempunyai target meningkatkan produksi minyak dari 700 ribu barel menjadi 1 juta barel pada 2030. Namun demikian pada saat bersamaan, Pertamina juga menjadi leader dalam energi transisi sejalan dengan target Pemerintah Indonesia dalam net zero emission dan menjaga perubahan iklim.
"Sebagai perusahaan energi dan di tengah dinamika usaha, Pertamina juga menggalakan penggunaan teknologi digital, sehingga seluruh lini bisnis harus beradaptasi dengan melakukan transformasi dalam pengelolaan bisnis perusahaan berbasis digital," ujarnya.
"Dimana, transformasi digital ini terbukti dapat meningkatkan efisiensi dan mempercepat proses bisnis, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara optimal," pungkasnya. (TN)