TRUSTNEWS.ID - Penyebabnya, petani kebun teh rakyat kesulitan dalam mengakses pada sumber permodalan (Bank), ilmu pengetahuan & teknologi, dan kesulitan mengakses pasar, sehingga produktivitas perkebunan teh rakyat selalu terendah dibandingkan Perkebunan Negara maupun Swasta.
Padahal jika ditinjau pada komposisi yang berdasarkan area, perkebunan teh rakyat berdiri di angka 49,3%. Sedangkan Perkebunan Negara mencapai 31,6%, dan Perkebunan Swasta 19,0%. Namun berdasarkan komposisi produksinya Perkebunan Teh Rakyat hanya menyumbang 36,5% dari produksi teh nasional, sedangkan Perkebunan Teh Negara menyumbang 40,8% dari produksi teh nasional.
“Hal-hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya Asosiasi Petani Teh Indonesia (APTEHINDO) agar lebih mudah mengakses Sumber Permodalan per-Bank-an, lebih mudah mengakses Pusat Penelitian Teh (ilmu pengetahuan dan teknologi), serta lebih mudah mengakses pasar dengan bekerjasama dengan pola kemitraan,” ujar Nugroho B Koesnohadi, Ketua APTEHINDO kepada Trustnews melalui keterangan tertulisnya.
Di sisi lain, saat ini jumlah petani teh Indonesia berdasarkan BPS sekitar 100 ribu KK dan yang telah tergabung dalam APTEHINDO baru sekitar 30 ribuan Petani. Tersebar di 10 Kabupaten di Jawa Barat, di 5 Kabupaten di Jawa Tengah, dan 1 Kabupaten di DI Jogyakarta dan Sumatera Barat. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah agar petani teh rakyat bisa dijangkau maksimal oleh APTEHINDO. Sehingga upaya mensejahterakan nasib mereka menjadi lebih maksimal.
Namun demikian, lanjut Nugroho untuk mewujudkan harapan tersebut, APTEHINDO juga mengembangkan sinergi dengan pihak lain. Guna meningkatkan produksi dan produktivitas Kebun Teh Rakyat, APTEHINDO dibantu oleh Kemenko Perekonomian Bidang Pertanian, mengundang per-Bankan, guna membuka peluang bagi petani teh mendayagunakan fasilitas KUR Modal Kèrja maupun KUR Investasi. “Alhamdulillah sudah mulai dapat diakses,” tambah Nugroho.
Di sisi lain, APTEHINDO bersama dengan DTI (Dewàn Teh Indonesia) dan ATI (Asosiasi Teh Indonesia) juga mengembangkan Program Gerakan Penyelamatan Agrobisnis Teh Nasional (GPATN) bersama dengan Dirjen Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi/Kabupaten dengan Kelompok Tani/ Gapoktan yang tergabung dalam APTEH Provinsi dan APTEH Kabupaten (APTEH perpanjangan tangan APTEHINDO di tingkat Provinsi dan Kabupaten). Selain itu juga bersama dengan DTI dan ATI bekerjasama dalam Program CFC FAO UN.
“Melalui Langkah yang kami lakukan, semoga produksi teh petani rakyat dapat meningkat produksi dan produktivitas serta memperoleh harga pucuk yang relatif lebih tinggi. Sehingga pendapatan dan kesejahteraannya meningkat,” harap Nugroho yakin. (TN)