TRUSTNEWS.ID,. - Industri asuransi umum menutup kuartal I/2024 mencatatkan kinerja positif dengan pendapatan premi senilai Rp 32,7 triliun atau tumbuh 26,1 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Pertumbuhan pendapatan premi asuransi umum tersebut ditopang oleh lini usaha properti yang tercatat tumbuh 51,0% menjadi Rp9,59 triliun. Kemudian, disusul oleh lini usaha kendaraan bermotor yang tercatat Rp5,91 triliun atau naik 13,8% dan lini usaha asuransi kredit sebanyak Rp4,94 triliun yang tumbuh 19,3%.
Sementara, dari sisi pembayaran klaim, mencatat kenaikan pada pembayaran klaim industri asuransi umum sebanyak 16,9% atau Rp11,5 triliun secara tahunan di kuartal I/2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9,9 triliun.
Budi Herawan, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), mengatakan, meski industri asuransi umum mengalami pertumbuhan, industri ini masih mengambil sikap hati-hati dalam menyikapi kondisi ekonomi dan politik baik dalam maupun global.
"Secara umum industri asuransi sangat sensitif dengan isu-isu ekonomi dan politik. Ada pertumbuhan di kuartal 1/2024 meski lambat dan kita harap bisa reborn di kuartal II/2024," ujar Budi Herawan kepada TrustNews.
"Kita dari AAUI melihat secara umum masyarakat masih menunggu pelantikan presiden baru dan kebijakan yang akan dibuatnya ke depan. Pada saat yang sama, masyarakat juga bersikap menunda membeli kebutuhan primer karena adanya isu kenaikan pajak dan Tapera," tambahnya.
Budi mengingatkan, asuransi kredit memiliki kontribusi paling besar dalam klaim keseluruhan lini bisnis asuransi umum. Sebagai gambaran, klaim industry asuransi umum di kuartal I/2024 tercatat sebesar Rp11,56 triliun. Nilai klaim dari 72 perusahaan asuransi umum ini, tumbuh 16,9 persen jika dibandingkan pada kuartal I/2023 yang tercatat sebesar Rp9,9 triliun.
“Klaim terbesar dicatatkan lini bisnis asuransi kredit, yakni sebesar Rp3,98 triliun pada kuartal I/2024. Nilainya naik 35,5 persen atau bertambah sebesar Rp1,04 triliun dibandingkan klaim asuransi kredit di kuartal I/2023 yang sebesar Rp2,93 triliun,” ujarnya.
Menurutnya, penyebab tingginya nilai klaim dikarenakan masa usia rata-rata kreditur. Dirinya memisalkan, calon kreditur yang telah berusia rata-rata 70 tahun masih diberi keleluasaan dari perbankan untuk pengajuan kredit. Padahal, secara alamiah para pensiunan di usia senja tersebut lebih besar memiliki risiko meninggal dunia.
"Tingkat kerugiannya cukup tinggi karena masa usia dari kreditur rata-rata di atas 65 tahun. Kalau masa produktifnya antara 30-55 kain rasionya bagus," ujarnya.
Pada sisi lain, Budi juga menyinggung asuransi parametrik yang belum banyak disentuh perusahaan asuransi. Asuransi parametrik adalah produk asuransi di mana pembayaran klaim tidak bergantung pada penilaian terhadap timbulnya kerugian dari risiko yang terjadi.
Misalnya, perusahaan asuransi akan membayar klaim pada pihak yang mengalami kerugian akibat gempa di suatu daerah, bila magnitudo gempa telah mencapai 8,0 skala richter. Contoh lainnya, Perusahaan asuransi yang mempunyai nasabah petani akan membayarkan klaim bila nasabah terkena dampak kerugian bencana banjir akibat curah hujan mencapai 400 milimeter.
Dijelaskannya, perusahaan asuransi akan membayar klaim tanpa melihat seberapa besar dampak kerugian yang timbul, tetapi melihat parameter yang terjadi, yaitu magnitudo gempa dan curah hujan.
"Indonesia sangat rawan gempa, banjir dan gunung berapi, bekerjasama dengan Kemenkeu, agar kita dapat melindungi masyarakat menengah ke bawah terhadap aset-aset mereka dengan premi yang terjangkau, dan saat ini masih dikaji Kemenkeu dan pemda," pungkasnya. (TN)