TRUSTNEWS.ID,. - Hutan mampu menjadi modal penggerak ekonomi dalam pembangunan nasional, sehingga hutan harus dijaga, dikelola, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan datang.
“Hutan berperan sebagai penggerak ekonomi, dalam menyediakan devisa, penyedia modal awal dalam Pembangunan berbagai sektor, dan penyedia lapangan kerja lewat kegiatan penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan, pemanenan hasil hutan, dan industri hasil hutan.
Hutan juga berperan dalam penyediaan oksigen, pengatur tata air, pencegahan erosi dan banjir, dan nilai keragaman hayati lainnya yang tidak masuk dalam perhitungan ekonomi nasional.
“Untuk mewujudkan harapan itu, terutama dalam meningkatkan kontribusi-kontribusi tadi, industri kehutanan harus berpatokan dengan pembangunan yang berkelanjutan,” tegas Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Dwisuryo Indroyono Soesilo kepada Trustnews dalam wawancara khusus.
Kinerja sektor hulu kehutanan, baik di hutan alam maupun hutan tanaman masih dapat ditingkatkan ke depan, dengan meminimalkan stigma negatif yang masih melekat di sektor usaha kehutanan saat ini.
Untuk itu, lanjutnya, perlu Kerjasama untuk menghilangkan stigmatisasi illegal logging, stigmatisasi karhutla, stigmatisasi deforestasi, stigmatisasi konversi hutan, dan ekonomi biaya tinggi dalam kegiatan operasional di lapangan. “Sebelumnya kita selalu ada permasalahan illegal logging, kebakaran hutan dan lahan, deforestasi, oleh karena itu kami mendukung pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut,” tambahnya.
Jika persoalan-persoalan ini sudah terselesaikan, Indroyono Susilo mengakui kalau pihaknya akan bergerak aktif, terutama dalam memacu kegiatan export secara besar-besaran produk-produk industri kehutanan di tanah air.
“Pertama saya pegang APHI nilai ekspor kita di bawah US$ 10 miliar per tahun. Kemudian setelah berjalan nilai ekspor merangkak naik hingga melebihi US$ 10 miliar per tahun. Hal ini bisa terjadi karena kita secara bertahap mampu menyelesaikan tiga persoalan tadi. Sehingga dalam menjalankan ekspor kami tidak mengalami hambatan yang signifikan,” terangnya meyakinkan.
Ke depan, dalam waktu dekat ini untuk target ekspor Industri, APHI tengah menyasar sejumlah negara lain, seperti India, Afrika, Timur Tengah dan UEA (Dubai), yang sangat tertarik dengan kayu-kayu hutan di Indonesia untuk mendukung pembangunan hotel dan apartemen di negara tersebut.
Semoga target yang ditetapkan, tepat sasaran dan mencapai target yang dikehendaki, sehingga mampu meningkatkan devisa untuk negara. Patut untuk diketahui, pendapatan year on year (YoY) yang melalui kegiatan ekspor APHI di tahun 2023 mencapai US$ 13,2 miliar. Bahkan di tahun 2024, sampai dengan April, pendapatan yang diperoleh sudah mencapai US$ 4 miliar, sekalipun bisa dibilang turun US$ 200 juta. Pendapatan ini berasal dari kegiatan ekspor kertas, plywood, furniture, pulp, wood working, perkakas dan energi biomassa.
“Biasanya di kuartal ke 4 capaiannya akan naik, karena akan kami genjot sesuai target. Memang saat ini ekonomi dunia sedang kurang baik, tapi kita tetap harus bekerja keras agar tetap bisa mencapai KPI yang telah ditentukan,” tambahnya.
Dengan anggota yang semakin solid,berbagai persoalan di lapangan bisa dipecahkan. Ke depan, Indroyono mengaku masih ada isu yang perlu ditindaklanjuti lebih serius soal implementasi Undang-undang Cipta Kerja dan turunannya, terutama soal carbon pricing (nilai ekonomi karbon). Isu carbon pricing perlu didalami secara utuh karena terkait dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan mencapai FOLU Net Sink 2030.
“Karena dari 14,4 miliar dolar AS investasi yang dibutuhkan untuk mencapai FOLU Net Sink, sebesar 55% nya atau 8 miliar dolar AS diharapkan dating dari swasta,” katanya.
Indroyono juga mengungkapkan kepercayaan kepada APHI dari berbagai pemangku kepentingan juga semakin kuat terbukti dengan dilibatkannya dalam berbagai pembahasan berbagai isu penting. (TN)