TRUSTNEWS.ID,. - Tentu upaya ini tidak mudah. Apalagi, sekitar 59% daratan di Indonesia merupakan hutan tropis yang merupakan 10% dari total luas hutan di dunia, atau sekitar 126 juta Hektare (Ha) hutan.
Sementara Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.
Sekali lagi ini memang tidak mudah. Namun berkat kerja keras seluruh insan Ditjen PSKL Realisasi dan akses kelola program Perhutanan Sosial tahun 2023 telah mencapai 6.4 juta hektare yang melibatkan 9.719 Surat Keputusan (SK) dan telah memberikan manfaat langsung bagi 1.298.747 Kepala Keluarga (KK).
Langkah ini tidak lain karena sejumlah upaya yang dilakukan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Bambang Supriyanto beserta jajarannya. “Pengelolaan Perhutanan Sosial dilakukan melalui penataan areal dan penyusunan rencana; pengembangan usaha; penanganan konflik tenurial; Pendampingan dan Kemitraan Lingkungan,” tegas Bambang Supriyanto dalam keterangannya kepada Trustnews belum lama ini.
Selain itu, di tahun 2023 pihaknya juga mengklaim mampu menetapkan hutan adat seluas 250.971 hektare yang melibatkan 132 SK, memberikan kontribusi positif bagi 76.079 KK. “Program Perhutanan Sosial merupakan sebuah inisiatif pemerintah yang menjadi program prioritas nasional terus menjadi fokus utama dalam upaya pemanfaatan hutan lestari demi kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Hal ini sesuai pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai jaminan hak dan akses Pengelolaan Hutan melalui perhutanan sosial yang menjadi landasan bagi program ini untuk menyelesaikan permasalahan Tenurial pada Kawasan Hutan melalui legalisasi akses pengelolaan hutan oleh masyarakat.
”Tujuannya sangat mulia, affirmative policy, yang pertama adalah mengenai kesenjangan keadilan akses, dulu sebelum tahun 2015 akses banyak dikelola oleh swasta BUMN proporsinya masyarakat tidak lebih dari 4 persen, sekarang melalui perhutanan sosial itu dengan 12,7 juta hektare akan menjadi 30 persen yang diperuntukan kepada Kelompok Masyarakat untuk mengelola hutan yang ada di Indonesia,” katanya.
Perhutanan sosial bukan hanya sekadar solusi untuk persoalan tenurial pada Kawasan Hutan, tetapi juga diharapkan menjadi katalisator untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Program ini diantisipasi dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan melalui usaha hasil hutan, serta menciptakan sentra ekonomi lokal dan daerah.
Di sisi lain, saat ini, sudah terbentuk 10.250 kelompok usaha perhutanan sosial, yang mencakup berbagai kelas seperti platinum, gold, dan silver, dengan total transaksi ekonomi mencapai Rp1,1 triliun. Keberhasilan perhutanan sosial juga tercermin dalam berbagai model pengelolaan, termasuk pola agroforestry, silvofishery, dan silvopastura. Selain memberdayakan masyarakat melalui sektor hasil hutan, program ini juga berhasil menangani 1.583 kasus tenurial yang terjadi, menunjukkan perannya sebagai solusi konflik lahan di tingkat tapak.
Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) adalah Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) yang akan dan/atau telah melakukan usaha dibidang perhutanan sosial.
”Program ini juga ditopang dengan pemerataan ekonomi, ada namanya pendampingan dengan tata kelola kelembagaan, tata kelola hutan dan tata kelola ekonomi itu harapannya masyarakat yang miskin bisa dientaskan, masyarakat mampu mengelola kawasan hutan dengan baik, pemerintah menyediakan akses permodalan dalam bentuk KUR maupun skema lainnya termasuk juga untuk oftakkernya sehingga desa menjadi desa yang bertumbuh gini ratio antara desa dan kota menjadi kecil, tidak ada urbanisasi tetapi ruralisasi itu yang akan terjadi ke depan,” jelasnya.
Senada dengan itu, Sekretaris Direktorat Jenderal PSKL, Mahfudz menyebut dalam aksi nyata inovasi kebijakan dalam percepatan pengelolaan Perhutanan Sosial seiring diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 tanggal 30 Mei 2023 Tentang Peraturan Presiden Tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Langkah ini bertujuan untuk memfasilitasi strategi pentahelix melalui kolaborasi dan sinergitas Pemerintah (Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah), Masyarakat, Akademisi dalam upaya inovasi dan peningkatan kapasitas, Pelaku Usaha sebagai offtaker dan pemodal, Media sebagai sarana publikasi untuk mencapai target distribusi akses kelola perhutanan sosial serta keberlanjutan pengelolaan hutan oleh masyarakat.
Termasuk dukungan kepala daerah yang dapat memasukan Program Perhutanan Sosial kedalam RPJMD sehingga APBD bisa memungkinkan untuk pendanaan perhutanan sosial begitupun dengan dana desa yang sekarang sudah dimungkinkan untuk menopang dana untuk perhutanan sosial.
”Dari 12.000 desa, jika bandingkan kurva tahun 2015 dengan tahun 2023, desa–desa menuju maju, berkembang dan mandiri. Pada tahun 2015 desa tertinggal dan desa sangat tertinggal masih banyak dan pada tahun 2023 menjadi sedikit ini merupakan prestasi yang luar biasa,” terang Mahfudz.
Perhutanan sosial tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga mendukung pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDG’s). Kontribusi program ini melibatkan pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, kesetaraan gender, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, hingga penanganan perubahan iklim.
Melalui praktik pengelolaan Perhutanan Sosial, Indonesia berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengendalian perubahan iklim. Program ini tidak hanya berfokus pada mitigasi, tetapi juga adaptasi melalui pengurangan emisi dari deforestasi, degradasi hutan, dan peningkatan stok karbon hutan.
Sebagai upaya nyata untuk mewujudkan visi ini, pemerintah mengembangkan Integrated Area Development (IAD) berbasis Perhutanan Sosial di berbagai daerah. Kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan melalui Program Perhutanan Sosial.