TRUSTNEWS.ID,. - Di berbagai pelosok Indonesia, peternakan sapi rakyat dengan cara tradisional masih menjadi pemandangan umum. Peternakan ini biasanya dikelola oleh keluarga-keluarga dengan skala kecil, di mana mereka hanya memelihara beberapa ekor sapi.
Menariknya, meski modernisasi terus berkembang, banyak peternak yang tetap setia dengan cara-cara lama yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Didi Purwanto, Direktur Utama PT Karunia Alam Sentosa Abadi (KASA), menyebutnya peternakan dengan karakteristik tradisional. Polanya, sapi-sapi ini digembalakan di lahan terbuka atau diberi makan dari sumber pakan alami seperti rumput liar dan jerami padi yang tersedia di sekitar.
Kandang yang digunakan pun biasanya sederhana, dengan peralatan yang minim teknologi modern. Sebagian besar proses dilakukan secara manual, menunjukkan bahwa keterbatasan modal tidak menjadi penghalang bagi peternak untuk tetap melanjutkan usaha mereka.
“Peternakan ini memiliki karakteristik tradisional. Sapi-sapi digembalakan di lahan terbuka atau diberi makan dari sumber pakan alami seperti rumput liar dan jerami padi yang tersedia di sekitar. Kandang yang digunakan pun biasanya sederhana, dengan peralatan yang minim teknologi modern,” ujar Didi Purwanto kepada TrustNews.
Dia memperkirakan, sekitar 90 persen usaha peternakan sapi potong di Indonesia merupakan peternakan rakyat, yang tersebar di berbagai daerah. Konsentrasi terbesar berada di Pulau Jawa, dengan 42,92 persen dari total populasi peternakan rakyat, sementara 57,08 persen tersebar di luar Jawa. Sapi yang dipelihara kebanyakan adalah sapi lokal seperti sapi Bali dan sapi Madura, yang dirawat secara tradisional oleh peternak skala kecil.
Adapun populasi ternak sapi potong pada tahun 2022 tercatat mencapai 18 juta ekor, namun tidak semua dapat dipotong. Hanya sekitar 12 persen atau 2,1 hingga 2,7 juta ekor yang dapat dipotong setiap tahun, yang menjadi salah satu tantangan utama dalam menjaga ketersediaan daging sapi di pasaran. Menurut data sensus dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, jumlah sapi potong di Indonesia mencapai 11,3 juta ekor, dengan tambahan kerbau sebanyak 470,9 ribu ekor.
Namun, produksi lokal diperkirakan hanya mampu menghasilkan 281.640 ton daging sapi, atau sekitar 39,1 persen dari total kebutuhan nasional. Dengan demikian, lebih dari 60 persen kebutuhan daging sapi harus dipenuhi dari impor, suatu angka yang sangat signifikan dan menantang bagi sektor peternakan dalam negeri.
“Populasi sapi potong di Indonesia tercatat sebanyak 18 juta ekor, namun yang bisa dipotong setiap tahun hanya sekitar 12 persen atau 2,1-2,7 juta ekor,” kata Didi Purwanto, Ketua Dewan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo).
Dalam upaya menjaga stabilitas pasokan daging sapi, menurutnya, KASA memadukan pola peternakan tradisional dan sistem feedlot. Yakni metode pemeliharaan sapi potong secara intensif yang fokus pada penggemukan sapi dalam waktu singkat.
‘Peternakan ini dilakukan di tempat yang terbatas. Biasanya dalam kandang tertutup atau terbuka dengan ruang terbatas di mana sapi-sapi diberi pakan berkualitas tinggi untuk mempercepat pertumbuhan berat badan sebelum dipotong,” urainya.
Dirinya tak menampik, saat ini negara masih ketergantungan impor daging sapi yang angkanya mencapai 50%. Namun dia optimis peluang masih terbuka lebar bagi pelaku usaha lokal untuk mengisi kekosongan yang ada di pasar domestik. “Kebutuhan daging dalam negeri saat ini hanya mampu dipenuhi sekitar 48% oleh produksi lokal, jauh menurun dari angka 70% yang pernah kita capai beberapa dekade lalu,” ujarnya.
Namun, di balik statistik yang kurang menggembirakan ini, Didi melihat peluang besar. “Jika ekonomi terus membaik dan program pemerintah untuk meningkatkan gizi nasional melalui konsumsi protein hewani terus berjalan, permintaan daging sapi akan meningkat pesat,” katanya.
Program gizi nasional yang difokuskan pada peningkatan konsumsi protein hewani, seperti daging sapi, ayam, telur, dan susu, diyakini akan memicu lonjakan permintaan di pasar domestik. Pemerintah sendiri tengah gencar mempromosikan pola makan bergizi seimbang, di mana protein hewani menjadi elemen penting dalam upaya memperbaiki tingkat gizi masyarakat. Bagi para pelaku usaha di sektor peternakan, terutama bisnis penggemukan sapi, ini adalah momentum yang tepat untuk berkembang.
“Dengan masih tingginya angka impor, ruang bagi peternak lokal untuk memperluas kapasitas produksi sangat terbuka,” pungkasnya. (TN)