![Gabungan Koperasi Batik Indonesia Melestarikan Jiwa Tradisi di Era Textil Bermotif Batik](https://gambar.trustnews.id/image.php?width=640&image=https://gambar.trustnews.id/gbr_artikel/WhatsApp-Image-2025-02-14-at-03.50.00_1ecd0280.jpg)
TRUSTNEWS.ID,. - Di balik gemerlap dunia mode modern dan produk massal, tersimpan kisah mendalam tentang perjuangan melestarikan jati diri budaya Indonesia. Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) bertekad mempertahankan keunikan batik—warisan budaya yang sarat cerita, proses, dan keindahan seni—di tengah persaingan
ketat dengan textil bermotif batik yang diproduksi secara massal.
Secara sederhana, perbedaannya terletak pada nilai sejarah: batik asli penuh dengan nilai budaya, sementara textil bermotif batik mampu mencetak hingga 1.000 meter kain dalam satu jam.
Toha Sopandi, SH, Ketua GKBI, menceritakan bahwa sejarah batik mengalami transformasi sejak era Orde Baru, ketika mekanisasi mulai mempengaruhi dunia kerajinan tradisional ini.
Pada masa lampau, setiap motif batik digores dengan telaten menggunakan canting—sebuah teknik yang membutuhkan kesabaran dan keahlian tinggi. Kini, textil bermotif batik hadir dengan teknologi modern yang memungkinkan pencetakan motif dalam hitungan menit. Meskipun demikian, nilai seni dan keunikan batik asli, yang terpancar dari setiap goresan tangan, tidak dapat tergantikan.
"Batik asli yang dibuat dengan teknik tradisional memang memiliki nilai dan keunikan tersendiri. Namun, dengan hadirnya textil bermotif batik, produksi tekstil bermotif batik bisa mencapai 1 jam menghasilkan 1000 meter," ujar Toha Sopandi, SH kepada TrustNews.
DIa menambahkan bahwa proses pembuatan batik asli bukan sekadar menciptakan kain bertema. Di balik proses yang memakan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan, tersimpan kearifan lokal dan filosofi kehidupan yang diwariskan turun-temurun.
Setiap motif, warna, dan corak mencerminkan identitas daerah serta simbol nilai-nilai mendalam. Sebaliknya, textil bermotif batik yang diproduksi secara massal lebih mengutamakan efisiensi dan kuantitas, yang sayangnya mengikis ruang bagi keautentikan nilai-nilai budaya yang melekat pada batik asli.
"Batik asli memiliki jiwa dan cerita di setiap lekuknya, sedangkan textil bermotif batik meski menarik, tidak mampu menyampaikan kedalaman makna yang sama," tambahnya. Namun, realitas pasar menunjukkan dinamika berbeda. Kehadiran textil bermotif batik berdampak signifikan pada harga jual batik asli. Batik cap dengan dua atau tiga warna biasanya dihargai di atas Rp80.000, sementara batik tulis bisa mencapai harga lebih dari Rp400.000 hingga bahkan lebih dari satu juta rupiah.
"Textil bermotif batik memberikan pilihan yang lebih terjangkau, mencerminkan kemampuan masyarakat dalam memilih sesuai preferensi dan daya beli mereka," jelas Toha.
Untuk mencegah batik tulis tenggelam oleh arus textil bermotif batik, GKBI menerapkan strategi pemasaran inovatif. Salah satunya adalah kolaborasi intensif dengan koperasi primer serta penyelenggaraan pameran tematik. Inisiatif ini mendorong ekosistem batik untuk lebih dinamis dalam memasarkan produk unggulan, baik di pasar domestik maupun internasional.
"Di dunia batik, produksi memang penting, namun pemasaran memiliki peran krusial agar batik Indonesia tidak hanya dikenal, tetapi juga diapresiasi secara luas," ungkapnya.
Langkah strategis pertama adalah menghimbau koperasi primer—yang pada dasarnya merupakan koperasi batik—untuk mengelola galeri batik masing-masing.
"Koperasi primer harus memiliki galeri batik, karena tanpa galeri, keberadaan batik yang diproduksi terasa kurang maksimal," ujarnya.
Selain itu, GKBI juga membangun jaringan pemasaran yang lebih luas dengan membuka galeri pusat. Di pusat operasionalnya, terdapat dua galeri: satu dikelola langsung oleh GKBI dan satu lagi di Jogja, yang difungsikan khusus untuk memamerkan karya-karya batik unggulan.
"Kolaborasi antar koperasi primer adalah fondasi pemasaran batik nasional. Kami menghimbau agar koperasi-koperasi tersebut saling bekerja sama, terutama dalam penyimpanan dan distribusi produk batik," tambahnya.
Tak hanya melalui galeri, GKBI juga memanfaatkan momen-momen penting seperti pameran Inacraft dan Hari Batik Nasional sebagai ajang promosi. Lewat surat undangan resmi kepada seluruh anggota koperasi, batik-batik terbaik dikumpulkan dan dipamerkan. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk transaksi jual beli, tetapi juga untuk membangun identitas serta daya tarik khas batik
Indonesia.
"Batik Indonesia semakin dikenal sebagai warisan budaya yang hidup, dinamis, dan relevan di era modern. GKBI telah membuka peluang bagi batik nasional untuk bersaing di pasar global," pungkasnya.