![Mahfudz - Dirjen PSKL Mengembalikan Hutan ke Pangkuan Rakyat](https://gambar.trustnews.id/image.php?width=640&image=https://gambar.trustnews.id/gbr_artikel/WhatsApp-Image-2025-02-14-at-03.50.00_fc242ff8.jpg)
TRUSTNEWS.ID,. - Mahfudz, dalam ketenangan yang mengiringi perjalanan
panjangnya sebagai Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), adalah bagian dari sebuah narasi yang lebih besar: kisah tentang bagaimana hutan, alam, dan manusia bisa saling menghidupi.
Dalam dunia yang sering kali terjerat dalam masalah sosial dan lingkungan, ia berdiri sebagai penggerak di balik harapan yang mengalir, mengingatkan kita akan kekuatan alam yang selalu hadir sebagai penyembuh sekaligus pemberi kehidupan.
Perhutanan Sosial adalah sebuah gagasan yang lahir bukan hanya dari kebutuhan akan keadilan, tetapi juga dari rasa cinta terhadap bumi yang tak terucapkan. Dari sebuah kebijakan yang dulu mungkin hanya menjadi angin lalu, kini ia menjelma menjadi gerakan nyata yang menawarkan solusi terhadap ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Hutan, yang dulu dikuasai oleh segelintir pihak, kini membuka ruang bagi masyarakat yang selama ini terpinggirkan untuk kembali memegang kendali atas warisan alam mereka.
Pada tahun 2014, sebuah langkah besar diambil oleh Presiden Joko Widodo, yang membuka pintu bagi program nasional Perhutanan Sosial. Sebuah komitmen yang lebih dari sekadar kata-kata, melainkan sebuah langkah konkret untuk merangkul masyarakat adat dan lokal, memberikan mereka akses untuk mengelola lebih dari 12 juta hektar hutan.
Langkah ini bukan hanya soal pembagian lahan, tetapi juga soal memberi pengakuan terhadap hak-hak mereka yang sudah lama terabaikan. Bagi Mahfudz, dan mereka yang berada di belakang program ini, setiap langkah yang diambil adalah sebuah bentuk penghormatan terhadap warisan budaya dan kearifan lokal. Lima skema yang ada, yakni Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Adat, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan Kehutanan.
Masing-masing skema memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam mengelola hutan, menjaga kelestarian alam, dan mengelola hasil hutan secara berkelanjutan. Tidak hanya sekadar angka-angka ekonomi yang terukir, namun dampak
sosial dan ekologis dari Perhutanan Sosial juga patut dicatat.
Pada aspek ekonomi, diurainya, hasil produksi perhutanan sosial secara nasional yang dilaporkan KUPS dalam bentuk nilai transaksi ekonomi perhutanan sosial (Nekon KUPS) telah tercatat mencapai Rp. 3,5 Triliun.
Dia merujuk hasil kajian dan penelitian dari perguruan tinggi, lembaga survey dan Pemerintah Daerah, Program Perhutanan Sosial telah memberikan dampak nyata
berupa peningkatan pendapatan keluarga petani hutan berkisar antara 11% - 17% setiap tahunnya dan peningkatan Index Desa Membangun (IDM).
Kajian tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Lampung di areal perhutanan sosial di wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Lampung (Tahun 2018), Tim peneliti dari IPB untuk penelitian di Jawa Barat (Tahun 2020), serta kajian oleh Katadata secara nasional (Tahun 2023), telah menunjukan dampak nyata perhutanan sosial baik aspek ekonomi, ekologi dan sosial, seperti peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan tutupan lahan.
Adapun pada aspek ekologi, dijelaskannya, program perhutanan sosial menjadi salah satu pionir dalam memberikan teladan pengelolaan hutan yang baik dalam rangka mengatasi ancaman global perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, serta pencemaran lingkungan.
Kelompok perhutanan sosial harus melakukan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan kearifan lokal dan pengetahuan yang dimiliki dalam rangka mencegah emisi gas rumah kaca, perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati, penanaman pohon-pohon pada areal kritis/terbuka serta pencegahan pencemaran lingkungan pada areal perhutanan sosial.
Dalam setiap langkahnya, Mahfudz menunjukkan bahwa perhutanan sosial bukanlah sekadar kebijakan, tetapi sebuah gerakan untuk mengembalikan keseimbangan antara manusia dan alam.
"Sebuah perjalanan yang mengajarkan kita bahwa keberlanjutan bukanlah sebuah pilihan, tetapi sebuah kewajiban yang harus dijaga. Sebuah kisah di mana alam dan manusia bisa berjalan bersama, memberi dan menerima, dalam harmoni yang tak
terputuskan," pungkasnya.