trustnews.id

Ini Kata Rokhmin Dahuri soal Paradigma Pembangunan Berkelanjutan sektor Kelautan dan Perikanan
webinar Indonesia Maritime Virtual Roundtables (IMVR) “Ekonomi Biru 4.0; Merajut Realitas Teknologi dan Kearifan Lokal di Indonesia”. Rabu (29/1/2020).

Jakarta - Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Riset dan Daya Saing, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus menjawab tiga persoalan sekaligus. Pertama, bagaimana mengharmoniskan pertumbuhan ekonomi yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia demi mewujudkan kesejahteraan dan berkeadilan, melindungi lingkungan, dan menerapkan ekonomi biru atau yang berkelanjutan.

“Kalau menurut kesimpulan saya berdasarkan Analisa, pengamatan dan literatur yang ada pembangunan kelautan di Indonesia dalam persimpangan jalan. Disatu sisi dituntut untuk pertumbuhan ekonomi namun pada sisi lain ada kerusakan lingkungan, overfishing beberapa jenis stok ikan, pencemaran, dan degradasi lingkungan sudah terjadi di sejumlah wilayah peisir, laut, perairan darat Indonesia,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University tersebut saat menjadi pembicara kunci atau keyneote speech pada acara webinar Indonesia Maritime Virtual Roundtables (IMVR) “Ekonomi Biru 4.0; Merajut Realitas Teknologi dan Kearifan Lokal di Indonesia”. Rabu (29/1/2020).

Untuk menjawab persoalan pembangunan kelautan di Indonesia yang berada di impang jalan tersebut, Prof Rokhmin mengatakan bahwa paradigma pembangunan berkelanjutan menjadi sebuah keniscayaan. “kita harus implementasikan paradigma pembangunan berkelanjutan dalam membangun sektor,” terangnya.

Paradigma pembangunan berkelanjutan sektor kelautan dan perikanan sendiri menurut ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu bukan berarti melarang semua hal. “Pembangunan berkelanjutan bukan berarti melarang ini itu. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka,” katanya.

“Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan strategi pelaksanaannya, diantaranya ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu; pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang yang diikuti pendekatan secara ideal. Pembangunan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan yaitu; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, serta pertahanan dan keamanan,” tegasnya.

Dalam konteks sektor Kelautan dan Perikanan, Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara itu mengatakan pembangunan perikanan berkelanjutan adalah suatu paradigma pembangunan perikanan yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cukup (optimal) untuk mensejahterakan seluruh pelaku usaha dan stakeholders secara berkeadilan, dan pada saat yang sama mampu memelihara kelestarian (sustainability) sumber daya hayati (living resources) beserta ekosistem perairannya, sehingga pembangunan perikanan dapat berlangsung secara berkelanjutan.

Adapun yang dimaksud dengan sumber daya hayati perairan meliputi seluruh jenis ikan, krustasea, moluska, invertebrata, alga mikro, alga makro, mikroba, dan organisme (biota) lain yang hidup dan berkembang biak di dalam ekosistem perairan. Ekosistem perairan terdiri dari ekosistem perairan alam (seperti laut, estuari, sungai, danau, dan rawa), dan ekosistem perairan buatan manusia (man-made aquatic ecosystems) seperti bendungan (waduk), tambak (brackishwater ponds), kolam air tawar, saluran irigasi, sawah, akuarium, dan wadah (container) berisi air lainnya,” ungkapnya.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong itu menegaskan pembangunan harus berorintasi pada dua hal penting yaitu pertama agenda untuk meningkatkan daya dukung (carrying capacity) lingkungan bumi dalam menghasilkan sumber pangan, bahan untuk pakaian, bahan farmasi, bahan untuk perumahan dan bangunan lain, bahan tambang dan mineral, serta jasa lingkungan lainnya yang dibutuhkan oleh manusia dan pada sisi lain bagaimana kita meningkatkan ekosistem bumi dalam menetralisir limbah.

Kedua, agenda untuk mengatur supaya konsumsi (penggunaan) manusia terhadap pangan, bahan pakaian, farmasi, bahan bangunan, bahan tambang dan mineral, dan barang lainnya tidak berlebihan, secukupnya saja. Selain itu, kegiatan pembangunan, industri, dan aktivitas manusia lainnya juga tidak boleh membuang limbah, emisi karbon dan gas rumah kaca lainnya melebihi kapasitas asimilasi (menetralisir) eksosistem alam.

“Sementara laju eksploitasi hutan, sumber daya ikan, dan sumber daya alam hayati lainnya tidak boleh melampaui kapasitas pulihnya,” pungkasnya.