trustnews.id

STRATEGI OFENSIF INDOFARMA PENETRASI PASAR
Arief Pramuhanto, Direktur Utama PT Indofarma Tbk

STRATEGI OFENSIF INDOFARMA PENETRASI PASAR

NASIONAL Kamis, 12 Agustus 2021 - 05:50 WIB TN

Sepanjang kuartal I/2021 Indofarma mencatat penjualan bersih sebesar Rp373,20 miliar. Keberhasilan peningkatan penjualan
tersebut berkontribusi positif pada pencapaian laba bersih perseroan Rp1,8 miliar.

Layaknya sebuah tim sepak bola dengan formasi 4-3-3, begitulah PT Indofarma Tbk menerapkan strategi yang terbilang sangat ofensif dalam melakukan penetrasi pasar.

Emiten berkode saham INAF ini menempatkan tiga portofolio di lini depan, yakni farmasi, alat kesehatan (Alkes) dan herbal, sebagai strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk.

"Kita harus pintar dalam mengelola portofolio produk, kita lihat tahun 2020 itu semua produk yang terkait Covid-19 naik dan produk non Covid-19 turun. Dua portofolio kita yakni Farma dan alkes yang terkait Covid-19 mengalami kenaikan," ujar Direktur Utama PT Indofarma Tbk, Arief Pramuhanto, kepada TrustNews.

Arief menyebut untuk portofolio Farma diantaranya Oseltamaivir, Fapiviravir, Remdesivir dan Ivermectin.

Sedangkan portofolio alkes terkait Covid-19, Indofarma memproduksi masker, rapid test, reagen PCR, kemudian juga mesin-mesin PCR, emergency ventilator, hand sanitizer hingga hemodialisis atau alat pencuci darah dan inbody test yang mampu mendeteksi kebutuhan vitamin dan nutrisi.

"Sedangkan dari portofolio herbal, kita punya Avimac. Ini juga produk baru kita yang sangat sifatnya bagi penyakit yang disebabkan oleh virus. Bisa untuk penderita demam berdarah, bisa untuk penderita Covid-19," papar Arief.

"Kalau dilihat dari kontribusi dua produk portofolio utama tadi antara alkes dan farma sekarang sudah mulai berimbang. Kalau farma 52 persen dan alkes 48 persen," ungkapnya.

Formasi ini membuahkan hasil positif. Sepanjang kuartal I/2021 tercatat penjualan bersih sebesar Rp373,20 miliar. Keberhasilan peningkatan penjualan tersebut berkontribusi positif pada pencapaian laba bersih perseroan Rp1,8 miliar.

Berdasarkan publikasi perseroan, realisasi tersebut meningkat sebesar Rp225,04 miliar atau 152 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp148,16 miliar.

Dari sisi kewajiban, liabilitas Perseroan meningkat sebesar 8,29 persen dari yang semula Rp1,28 triliun menjadi Rp1,38 triliun pada kuartal I/2021. Kemudian aset Perseroan mengalami peningkatan 6,32 persen dari semula Rp1,71 triliun menjadi Rp1,82 triliun pada kuartal I/2021.

Kinerja kinclong terus berlanjut dari 2020, dimana pendapatan Indofarma mencapai Rp 1,72 triliun naik 26,22% dari tahun sebelumnya Rp 1,36 triliun, sementara ini Indofarma mampu mencatat laba usaha Rp 58,17 miliar dari tahun sebelumnya Rp 50,06 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan, penjualan terbesar dari pasar lokal untuk obat, alat kesehatan, diagnostik dan lainnya sebesar Rp 849,73 miliar naik dari tahun sebelumnya Rp 633,41 miliar, penjualan ethical naik menjadi Rp 836,36 miliar, dari sebelumnya Rp 702,26 miliar, dan penjualan over the counter (obat bebas tanpa resep) naik menjadi Rp 11,17 miliar dari Rp 9,09 miliar.

Untuk ekspor penjualan over the counter turun menjadi Rp 12,17 miliar dari Rp 12,19 miliar dan ethical naik menjadi Rp 6,16 miliar dari sebelumnya Rp 2,23 miliar.

Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto, menjelaskan, Indofarma mencatatkan penurunan laba bersih menjadi Rp27,58 juta pada 2020, anjlok 99,65 persen dibanding Rp7,96 miliar pada 2019.

"Penurunan laba Indofarma terutama disebabkan oleh kenaikan Beban Pajak Penghasilan dan adanya beban Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) piutang sebagai dampak dari penerapan PSAK 71 senilai Rp38,00 miliar yang menjadi kerugian tahun buku 2020," ujar Arief.

"Indofarma memastikan terpenuhinya aspek kepatuhan terhadap PSAK 71. Kalaupun ada penurunan bisa menggambarkan keuntungan yang diraih benar-benar keuntungan organik dari penjualan Farma dan alkes. Sedangkan keuntungan pada tahun sebelumnya dari anorganik yakni hasil penjualan aset," tambah Arief yang menukangi Indofarma sejak 2019 ini.

Sebagaimana diketahui, dari sisi pengendalian biaya, Indofarma berhasil menekan beban pokok penjualan dari 81,58 persen di tahun 2019 menjadi 76,65 persen di 2020 atau turun sebesar 4,93 persen. Seiring dengan itu perseroan mampu membukukan gross profit margin Rp400,59 miliar di tahun 2020 atau naik 60 persen dibandingkan dari tahun sebelumnya Rp250,36 miliar.

Perseroan juga berhasil melakukan penghematan beban penjualan dan beban administrasi terhadap penjualan dari 16,79 persen di tahun 2019 menjadi 15,58 persen di tahun 2020.

Secara operasional, perseroan telah berhasil meningkatkan kinerja, baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi penghematan biaya sehingga mampu mendapatkan EBITDA Rp164 miliar di tahun 2020 dibandingkan EBITDA tahun 2019 sebesar Rp45 miliar atau tumbuh sebesar 364 persen.

Dengan adanya penerapan kebijakan akuntansi PSAK 71 di tahun 2020, Perseroan membukukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar Rp38,50 miliar yang berdampak terhadap tergerusnya laba bersih perseroan sehingga perseroan hanya membukukan laba bersih sebesar Rp30,00 juta.

Perbaikan dari sisi bottom line itu tidak terlepas dari penjualan bersihnya yang terkerek hingga 151,88% year on year (yoy) menjadi Rp 373,20 miliar dari sebelumnya Rp 148,17 miliar.

Adapun kontribusi penjualan alat kesehatan dan produk lainnya menjadi penopang dengan pertumbuhan 698,13% yoy. Di kuartal I 2021, penjualan alat kesehatan dan produk lainnya mencapai Rp 175,49 miliar. Di sisi lain, penjualan obat juga mengalami peningkatan hingga 57,62% yoy menjadi Rp 197,72 miliar.

Pertumbuhan dari dua segmen itu bisa mengimbangi Engineering Pharmaceutical yang tidak lagi berkontribusi terhadap top line Indofarma. Padahal di kuartal yang sama tahun lalu, segmen itu berkontribusi hingga Rp 745 juta.

“Dengan adanya penerapan kebijakan akuntansi PSAK 71 di tahun 2020, perseroan mencadangkan penurunan nilai piutang sebesar Rp74,88 miliar. Hal tersebut merupakan bagian dari aspek kepatuhan terhadap regulasi PSAK 71 dan tindakan prudent perseroan,” tandasnya. (TN)