Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VII DPR RI temukan ketidaksesuaian prosedur dalam menyalurkan Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) 3 kg di Pekanbaru. Kementerian ESDM juga gerah mengetahui penjualan LPG 3 kg melalui online.
Anggota Komisi VII DPR RI Achmad Farial hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendapati temuan adanya Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) di Pekanbaru, Provinsi Riau yang terbukti melakukan pelanggaran atau ketidaksesuaian prosedur dalam menyalurkan LPG 3 kilogram (kg).
Bersama Tim Kunspek, Komisi VII DPR RI, Farial dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meminta agar Pertamina meningkatkan pengawasan terhadap regulasi penyaluran LPG 3 kg. Namun dirinya mengingatkan agar tidak menutup SPBE yang melanggar tersebut, sebab ada dua jenis usaha yang dijalankan yakni bersubsidi dan non-subsisi.
Saya berharap, jika memang terbukti ada pelanggaran, jangan langsung ditutup dua-duanya, tutup yang subsidinya sedangkan non-subsidi tetap jualan, ujarnya sambil mengingatkan Pertamina untuk selektif dalam mengeluarkan izin SPBE, di Pekanbaru, Provinsi Riau, Selasa (12/2).
“Saya juga berharap, Pertamina dalam memberikan izin kepada pengusaha untuk SPBE, agar berhati-hati dan benar-benar diperiksa mereka taat dengan aturan atau tidak, papar Farial.
Komisi VII DPR RI, meminta agar temuan di Pekanbaru ini dapat ditindaklanjuti secara baik dan benar sebab kerugian Negara akan sangat besar jika memang didapati terjadi penyelewengan. Pemerintah daerah juga harus tegas dalam implementasi kebijakan-kebijakan di daerah agar tidak ada kelonggaran-kelonggaran yang dapat membuat terjadinya penyalahgunaan gas dan bahan bakar, yang dapat menimbulkan fluktuasi harga.
Bila Achmad Farial hanya menggelengkan kepala, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru sedang gerah dengan pola penjualan LPG bersubsidi volume 3 kg. Pasalnya ada beberapa oknum yang kini melakukan penjualan melalui platform belanja daring (e-commerce).
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan, penjualan online justru membuat penyaluran subsidi pada elpiji tersebut salah sasaran. Ditambah lagi, penjualan online menyulitkan pemerintah untuk mengidentifikasi penerima subsidi elpiji tersebut.
Buramnya identifikasi pengguna elpiji melon tentu akan menciptakan subsidi yang tidak tepat sasaran, ujarnya di Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (4/2).
Jika ini tidak dikendalikan, lanjut Djoko, berpotensi meningkatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi elpiji bersubsidi di tahun-tahun berikutnya. Meski memang menurutnya, penjualan elpiji bersubsidi melalui marketplace sah-sah saja.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kilogram, tercantum bahwa elpiji bersubsidi bisa digunakan oleh rumah tangga apa saja dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Namun sejatinya, elpiji melon tetap hanya boleh dinikmati oleh masyarakat kurang mampu mengingat bentuknya adalah subsidi.
"Jadi penerima subsidi ini sulit teridentifikasi utamanya setelah ada penjualan lewat online. Ini yang tentu akan kami benahi," ujarnya. (TN)