trustnews.id

Kebijakan Pembubaran PBAK Tanpa Alasan Jelas Dinilai Tidak Bijak
Kampus UIN Suka Yogyakarta

Yogyakarta - Sikap dan langkah Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta, Al Makin, yang membubarkan ataupun menghentikan sepihak kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru UIN SUKA dinilai tidak bijak dan cenderung otoriter.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan Yogyakarta, Hilmy Muhammad mengungkapkan, bahwa tidak sepatutnya seorang rektor membubarkan secara sepihak kegiatan yang justru baik dan memang kepentingannya untuk mengenalkan kampus itu sendiri.

“Saya kira tidak sepatutnya PBAK atau semacam Ospek UIN itu dibubarkan ya, karena kegiatan itu kan demi kepentingan kampus sendiri,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Minggu (21/8/2022).

Dalam PBAK sendiri, Hilmy menjelaskan, biasa ada materi terkait kebangsaan, ke-UIN-an, perkuliahan dan lain sebagainya. Hilmy menilai, justru itu menjadi hal-hal yang diperlukan oleh Sivitas Universitas untuk bisa saling mengenal dan memahami, baik dalam tataran kurikulum, pembelajaran, perkuliahan dan lain sebagainya.

“Tentunya PBAK ini sudah diatur dan direncanakan sejak awal, baik antara perwakilan mahasiswa dan rektor, khususnya bidang kemahasiswaan. Kalau dibubarkan, berarti ada masalah atau mis management dalam perencanaan dan implementasinya,” ujarnya.

Hilmy menilai, kampus seharusnya menjadi tempat awal bagi mahasiswa untuk belajar berdemokrasi dan menyampaikan pendapatnya, sehingga apa yang dilakukan Rektor UIN SUKA itu bertolak belakang dengan jargon Kampus Mimbar Kebebasan Akdemik dan program pemerintah Merdeka Belajar.

“Kalau ada masalah sedikit kok kemudian harus dibungkam dan dibubarkan, ya pada pendapat saya, itu kurang bijak ya. Rembugan untuk musyawarah bersama-bersama saya kira lebih baik dilakukan di antara rektor dan perwakilan mahasiswa,” katanya.

Perwakilan panitia penyelenggara PBAK yang juga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN SUKA, Alhuzaify menjelaskan, kronologi pembubaran secara sepihak oleh pihak rektorat terhadap PBAK.

Menurut Alhuzaify, pada hari pertama PBAK yakni pada Kamis (18/8/2022), mahasiswa baru membentangkan spanduk yang berisi kegelisahan tentang biaya kampus yang semakin mahal dan menolak pinjaman dana yang bernama ‘Dana Cita’ yang menjerat mahasiswa kepada pinjaman untang untuk biaya pendidikan.

“Sejak hari itu memang atmosfer di PBAK ini mulai memanas, sampai hari kedua malam itu tersebar pamflet akan ada aksi bersama 4 ribu mahasiswa baru tentang tolak UKT dan tolak Dana Cita,” ujarnya.

Alhuzaify mengungkapkan, kabar tersebut pun sampai kepada pihak rektorat. Menurut Alhuzaify, kemungkinannya pihak rektorat pun ketakutan dengan kabar tersebut, sehingga membubarkan PBAK.

“Padahal tidak ada (aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh para mahasiswa baru), lalu hal ini dijadikan alasan untuk membubarkan PBAK yang harusnya sampai tanggal 20 (Agustus) di jam 10 malam,” ungkapnya.

Pada saat pembubaran paksa, Alhuzaify mengatakan, bahwa memang tidak ada kekerasan yang diterima oleh mahasiswa. Hanya saja, menurut Alhuzaify, ada semacam intimidasi terhadap para mahasiswa.

“Misal contohnya begini, ‘ya kalau kamu gak nurut, saya tidak loloskan PBAK’, misalnya seperti itu,” katanya.

Selain itu, Alhuzaify menyebutkan, bahwa nuansa otoriter dan penggunaan instrumen keagamaan menjadi legitimasi terhadap pembubaran kegiatan PBAK yang telah dirumuskan panitia dan organisasi mahasiswa kampus baik fakultas dan universitas. Dengan dalih agama, menurut Alhuzaify, rektor menyampaikan bahwa pembubaran kegiatan PBAK karena Salat Istikharah yang dilakukannya.

“Namun, saat audiensi dengan mahasiswa melalui perwakilan LKM dan Panitia PBAK-U, pihak rektorat menuding bahwa pembubaran dilakukan karena kritik terhadap UKT pada hari pertama, dan jika ingin melanjutkan kegiatan PBAK, maka harus ada yang bertanggungjawab atas pemasangan banner tersebut,” ujarnya.

Hal ini, Alhuzaify menegaskan, tentu sudah menciderai nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Darma perguruan tinggi, di mana seharusnya mahasiswa dapat mengekspresikan pemikiran yang kritis terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus, termasuk dalam hal ini UKT yang terus melejit.

“Dengan dalih agama, mahasiswa yang berpikiran kritis dianggap tidak hormat terhadap guru, bahkan dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama,” ungkapnya.

“Lantas, bagaimana bisa seorang guru membuat sengsara muridnya sendiri, di mana hak untuk mendapatkan pendidikan menjadi jalan sulit yang harus ditempuh dengan berdarah- darah, bagaimana mungkin seorang guru mengancam muridnya sendiri, agar tetap diam melihat ketidakadilan yang terjadi,” ujar Alhuzaify menambahkan.

Sebelumnya Rektor UIN Sunan Kalijaga, Al Makin secara sepihak telah menghentikan proses PBAK yang sedang berlangsung. Dia tidak menyebut dengan jelas alasan penghentian, tetapi keputusan tersebut diambil setelah melakukas Salat Istikhara.

“(Pembubaran PBAK) sudah melalui pertimbangan yang baik. Sudah melalui Salat Istikhara,” kata Al Makin.