Kemampuam bertahan menghadapi berbagai badai yang menghantam (kriris moneter, pandemi Covid-19 dan digitaliasi) menjadikan PT BPR BKK Kabupaten Pekalongan sebagau lembaga keuangan yang diapresiasi positif, baik oleh nasabahnya yang didominasi oara pelaku UMKM dan masyarakat pada umumnya.
Aji Setyawan selaku Direktur Utama PT BPR BKK Pekalongan, mengatakan secara filosofis, tujuan utama BPR BKK tahun 1979 untuk ikut serta membangun pertumbuhan ekonomi daerah.
"Makanya namanya badan kredit kecamatan. Artinya kredit itu cara pemerintah untuk penyebaran ekonomi. Kita langsung in charge sampai tingkat kecamata untuk mengoptimalkan segala potensi yang ada di kecamatan," ujaf Aji Setyawan.
Menurutnya, BPR BKK Kabupaten Pekalongan mampu untuk bertahan, secara umum, karena BPR selalu menitikberatkan pada kepercayaan nasabah dan masyarakat. Selain tentu saja, sebagai institusi yang menyerap dana-dana pihak ketiga atau masyarakat setelah itu dikeluarkan dalam bentuk kredit atau pinjaman.
"Sebagai insitusi perbankan fokus utama kita bagaimana target pertumbuhan kredit. Ini disebabkan selama pandemi terjadi peningkatan di sisi Non Performing Loan (NPL) akibat kondisi nasabah yang belum pulih 100 persen," ujarnya.
"Kita lagi fokus ke ketahanan pangan dan berikan pembiayaan ke petani. Kita coba untuk memperbesar produksi ketahanan pangan," tambahnya.
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan serta visi misi perusahaan, lanjutnya, sejumlah inovasi pun terus dilakukan. Sebut saja keberadaan mobile banking dan QRIS untuk transaksi non tunai serta pengembangan sektor kredit dengan penguatan komunitas (community banking).
"Kita kembangkan mobile banking dan QRIS karena secara mayoritas nasabahbdan masyarakat sudah lekat dengan penggunaan handphone. Walaupun kita juga menyadari 50 persen nasabah BPR BKK Kabupaten Pekalongan itu sudah berusia sepuh. Namun kita juga harus memberikan pelayanan kepada nasabah muda," ujarnya.
"Kemudian pengembangan kredit lebih diutamakan membentuk komunitas bisnis, artinya kita coba menguatkan komunitas, kalau bisa kitab isa jadikan community banking. Misalnya debitur kita itu bergerak di komoditas kopi, kita sambubgkan ke petani kopi, pedangan kopi, kedai kopi dan masyarakt pecinta kopi hingga membentuk komunitas. Ini yang akan kita lakukan ke depan," paparnya.
Sebagai lembaga keuangan, lanjutnya, BPR BKK Pekalongan dalam perjalanannya tak luput dari hantaman krisis yang melanda negeri ini. Pertama, krisis moneter 1998 yang membuat masyarakat panik dan menimbulkan ketidakpercayaan kepada lembaga keuangan hingga berakibat tutupnya sejumlah perbankan.
"Krisis moneter memberi dampak yang luar biasa terhadap lembaga keuangan dimana masyarakat panik dan menarik dananya secara bersamaan. Kita ikut merasakannya namun karena kita kecil jadi dampak kerusakannya tidak terlalu berat dan kita mampu melewatinya," ungkapnya.
Kedua, pandemi Covid-19, membuat luluh lantak perekonomian dengan sejumlah kebijakan terkait pembatasan aktivitas manusia sebagai upaya memutus penyebaran virus. Dalam kondisi tersebut muncul masalah ketiga, yakni financial technology (Fintech) yang menawarkan pinjaman dengan segala kemudahannya.
"Dalam kondisi masyarakat yang serba terbatas akibat kebijakan pembatasan aktivitas manusia, Fintech menjadi pilihan masyarakat dalam mengatasi masalah keuangan dan bertransaksi. Kita di BPR hanya bisa bertahan dihantam pandemi dan arus digitalisasi yang berkembang sangat pesat," ungkapnya.
"BPR bisa bertahan karena bukan hanya jor-joran dalam memberikan pembiayaan, tapi juga pendampingan agar debitur bisa tumbuh. Minimal bisa kembali pada posisi sebelum pandemi. Karena pandemi bisa kita artikan sebagai seleksi alam dan yang mampu bertahan itu UMKM yang adaptif," pungkasnya.