TRUSTNEWS.ID - Pekerja Migran Indonesia membawa nama baik negara di tempatnya bekerja. Tak ada tawar-menawar dalam memberikan pelatihan.
Pekerja migran non-prosedural bikin runyam hidup Maxixe Mantofa. Pengusaha yang tinggal di Pasuruan, Jawa Timur, ini harus bolak-balik ke Pasuruan-Jakarta dengan membawa bertumpuk dokumen hanya untuk membersihkan nama baiknya serta nama baik perusahaannya.
"Terpaksa terbang bolak balik ke Jakarta untuk memberikan klarifikasi kepada Kementerian Tenaga Kerja," ujar Maxixe Mantofa geleng-geleng kepala saat menceritakan kejadian di 2020 itu kepada TrustNews.
"Yang bikin ribet, saya harus bawa dokumen-dokumen satu koper," lanjutnya. Semua berawal dari Siaran Pers BP2MI pada 24 September 2020, perihal penggerebekan sebuah rumah di kawasan Condet, Jakarta, yang dijadikan tempat menampung para CPMI non-prosedural untuk tujuan Timur-Tengah.
Siaran pers tersebut menyebut nama perusahaan penyalur yang digrebek PT. Prima Duta (beda belakangnya), nama yang mirip dengan perusahaan milik Maxixe yakni PT. Prima Duta Sejati. "Wah nama perusahaan ini lagi, pusing dah saya, nanti diminta klarifikasi lagi ini bisa-bisa, karena nama perusahaan tersebut mirip dengan nama perusahaan saya dan hanya nama belakang yang beda,” ujar Maxixe mengingat peristiwa tersebut.
Maxixe menegaskan, sejak beroperasi 1999, perusahaan yang didirikannya berkomitmen untuk patuh pada azas hukum dan peraturan yang berlaku dalam dunia penempatan pekerja migran Indonesia dengan hanya menempatkan mereka ke negara-negara penempatan yang sudah tertera pada Surat Keputusan Dirjen Binapenta & PKK.
"Pedoman pertama kami hanya menempatkan tenaga kerja ke negara-negara yang sudah tertera pada SK Dirjen Binapenta dan PKK. Langkah selanjutnya merekrut sesuai permintaan dari negara penempatan dengan akurasi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan baik kepada pengguna jasa maupun kepada calon pekerja migran itu sendiri," ujarnya.
Sejak berdiri hingga saat ini, dirinya mengaku, Prima Duta Sejati sudah menyalurkan 70.000-an PMI ke mancanegara, khususnya ke negara-negara di Asia Pasifik hingga ke Jepang.
"Prima Duta Sejati selalu transparan kepada para calon pekerja migran kami sejak awal proses rekrutmen hinggamereka ditempatkan dan balik lagi ke Indonesia. Semua calon pekerja migran kami wajib memiliki nomor kontak kami para direksi sebagai nomer penting sewaktu mereka membutuhkan pertolongan," ujarnya.
"Komitmen pelayanan kami juga termasuk menjamin para calon pekerja migran yang daftar di perusahaan kami dari intimidasi dan pemerasan serta permainan oknum-oknum karyawan perusahaan yang sering terjadi di tempat lain. Termasuk saat mereka mengambil balik dokumen asli milik sendiri setelah selesai proses tanpa harus diminta embel-embel dana," tegasnya.
Gara-gara memberikan nomornya ke paraPMI, dirinya mengaku kerap mendapat telpon hal-hal receh dari para pekerja, "Mungkin karena masih kagok, jadinya saya ditelpon para pekerja yang memintanya menerjemahkan kosa-kata bahasa asing saat belanja sayur mayur di pasar".
Memberikan PMI skill yang mumpuni pun, menurutnya, hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Dirinya selalu menyamakan PMI tak ubahnya tentara hanya medan tugasnya yang berbeda, namun membawa nama baik negara. "Apabila calon tentara tidak mendapatkan pelatihan yang baik dan memadai lantas diturunkan ke medan perang, alhasil akan memakan banyak korban sia-sia. Demikian pula CPMI apabila tidak dilatih dengan baik dan benar sesuai dengan peran pekerjaan yang mereka dapatkan, niscaya mereka akan menjadi “korban” penempatan. Ujung-ujungnya nama negara juga yang jadi jelek," tegasnya.
Bertahun-tahun malang-melintang di dunia penempatan tenaga kerja, Dirinya mengaku masih banyak yang harus dibenahi dalam industri ketenagakerjaan, khususnya PMI. Mulai dari dokumen PMI yang amburadul hingga abainya aparat pemerintah di daerah yang lebih mematuhi Perda, Pergub, Perwalikota dan Perbup dibandingkan dengan undang-undang yang jauh diatasnya.
"Bisa jadi para kepala dinas lebih takut kepada gubernur, bupati atau walikota karena sifatnya penunjukan, sehingga peraturan terkait PMI ini tiap daerah akan berbeda-beda. Padahal sumber utamanya sudah diatur dalam undang-undang, bahkan presiden sekalipun wajib tunduk. Apalagi hanya pejabat daerah," pungkasnya.