Sejumlah upaya mengembalikan kejayaan laut terus dihidupkan. Penenggelaman kapal sampai pelarangan cantrang menjadi pilihan meski menyulut kontroversi, tapi di puji dunia. Riset kelautan dan perikanan membuka kegelapan lautan yang menjadi mitos turun-temurun.
Sjarief Widjaja membolak-balik tumpukan kertas dan beberapa kali melakukannya disela-sela obrolan. Sjarief mengakui fokus pengembangan riset kelautan dan perikanan baru mendapat perhatian lima tahun belakangan. Padahal Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, hanya saja penelitian kelautan masih diselubungi kegelapan ilmiah.
Sebagai negara kepulauan, total wilayah Indonesia seluas 8 juta km2 yang terdiri dari 5,8 juta km2 lautan dan 2,1 juta km2 daratan. Potensi yang besar ini sudah sekian lama terlupakan. Sjarief menyadari bila praktek masyarakat yang terlibat di usaha perikanan kelautan dilakukan secara turun-temurun. Sehingga tidak mudah mengubahnya secara instan karena sudah berlangsung lama.
“Kami sekarang di KKP menggeser stigma tadi. Kita harus lead di depan. Karena itu hasil riset kami terdahulu itu harus langsung masuk ke masyarakat,” ujarnya.
Caranya dengan mengubah pola pikir dan pola kerja masyarakat bahwa dalam berbisnis perikanan tidak bisa lagi dengan pola yang selama ini berlaku secara turun-temurun, tapi sudah wajib berbasis teknologi.
“Jargon kami di dalam riset itu transformasi budaya masyarakat dari pola pikir tradisional menjadi pola pikir berbasis teknologi. Sebagai perbandingan budidaya udang tradisional kepadatannya 5 sampai 10 ekor per meter persegi, namun dengan budidaya semi intensif bisa sampai 200 ekor per meter persegi,” paparnya.
Untuk mengubah stigma yang hidup dalam masyarakat, Sjarief memulainya dari lembaga yang dipimpinnya dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, mulai dari pelaksanaan training, workshop hingga peningkatan pendidikan S2 dan S3.
“Saya selalu bilang kalau jadi manusia harus manfaat untuk rakyat, jadi jiwa pengabdiannya dibangun. Riset itu bukan buat gagah-gagahan karena sekecil apapun pengetahuan, kalau bisa diterapkan hasilnya lebih baik dari pada punya ilmu tinggi tapi tidak ada hasilnya,” tegasnya.
Sedangkan kepada masyarakat, lanjutnya, transformasi budaya diarahkan kepada anak-anak nelayan dengan pemberian beasiswa pendidikan. keberpihakan terhadap anak-anak pelaku utama bertujuan mendorong anak-anak nelayan mendapatkan pendidikan di sekolah yang tepat, yang mampu mengangkat kearifan lokal yang mereka miliki menjadi pengetahuan yang terstruktur, serta mengembangkannya sebagai modal untuk bekerja, dan menjadi pelaku utama yang lebih modern.
“Saat masuk pendidikan mungkin badan kurus kecil, begitu lulus gagah keren pakai seragam. Begitu kembali ke kampung halaman, kita sudah siapkan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai lembaga pembiayaan kepada mereka sebagai modal untuk meneruskan usaha orangtuanya,” ujarnya.
Sejak beroperasi pada 10 November 2017, BLU-LPMUKP telah menyalurkan dana sebesar Rp365 miliar kepada 14.002 penerima manfaat (nelayan, pembudidaya, pengolah/pemasar, petambak garam, dan masyarakat pesisir lainnya) di 210 kabupaten/kota. Alokasi pembiayaan terbesar dari BLU-LPMUKP ini didominasi oleh sektor penangkapan ikan (Rp126,4 miliar) dan pembudidayaan ikan (Rp159,604 miliar).
“Kalau langkah ini konsisten kira-kira 10 tahun ke depan, nelayan kita jadi nelayan modern. Mimpi kita hanya ingin melihat anak nelayan nasibnya tidak lagi seperti nasib orangtuanya, sudah berbeda pakai celana pendek, kemana-mana bawa smartphone dan punya mobil keren, itu impiannya,” paparnya.
Pada saat yang bersamaan, Sjarief meminta agar para peneliti di bidang kelautan dan perikanan dapat meningkatkan riset inovasinya sehingga bisa juga membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di sektor tersebut.
“Para peneliti dapat meningkatkan riset inovasi yang dibutuhkan dunia industri dan masyarakat, sehingga mendukung percepatan hilirisasi di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, para peneliti juga perlu meningkatkan kerja sama dengan mitra industri, sebagai bentuk sinergi pemerintah dan akademisi untuk menghasilkan inovasi kelautan sebagai poros maritim dunia.
“Bila semua yang dilakukan ini berjalan bersama-sama diharapkan apa yang dicita-citakan Indonesia sebagai poros maritim dunia akan terwujudkan,” pungkasnya.(TN)
Baca Juga :