TRUSTNEWS.ID,. - Berakhirnya status pandemi Covid-19 oleh pemerintah disambut optimisme semua kalangan, termasuk para pengusaha truk. Setelah terpuruk cukup dalam selama pandemi. Bahkan kebijakan new normal pun ditaksir tidak otomatis bisa mengangkat bisnis angkutan truk secara signifikan.
"Sisa sisa masa lalu itu masih terbawa saat ini," ujar Gemilang Tarigan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) kepada TrustNews.
"Walaupun pandemi sudah dinyatakan berakhir dan aktivitas ekonomi kembali berjalan anggaplah 80 persen. Tapi penyakitnya belum sembuh betul," tambahnya.
Menurutnya, pandemi membuat volume angkutan barang turun hingga 80 persen dari rata-rata kondisi normal. Kondisi ini mengakibatkan multiplier effect bagi para pengusaha truk yang memilih segmentasi tertentu.
"Sejatinya pengusaha truk selama masa pandemi sama sekali tidak dilarang mengoperasikan armadanya. Namun barang yang diangkut yang menurun drastis jumlahnya. Karena banyak sektor yang terdampak pandemi Covid-19 jumlah produksinya terkoreksi secara signifikan" ujarnya.
"Hanya bahan kebutuhan pokok, obat-obatan dan barang yang berhubungan dengan kesehatan yang masih berproduksi. Akibatnya banyak pengusaha truk yang tak menjalankan armadanya jumlah barang yang diangkut menurun," tambahnya.
Selama masa pandemi, lanjutnya, anggota Aptrindo berusaha bertahan dengan berbagai cara. Paling umum dilakukan adalah penjadwalan masuk bagi sopir truk karena jumlah barang yang diangkut menurun.
“Jadi sopir yang masuk digilir atau bergantian. Namun karena kondisi pandemi ini tidak sebentar, ada yang masih bisa bertahan namun ada juga yang terpaksa merumahkan atau memPHK sebagian karyawan agar bisa terus bertahan,” ucap Gemilang.
Namun digarisbawahi Gemilang, langkah pemutusan hubungan kerja adalah langkah terakhir yang diambil. Karena para pengusaha tidak saja memikirkan nasib karyawannya saja, tapi juga kelangsungan usahanya ke depan.
"Dengan penurunan volume angkut hingga 80 persen tentu banyak truk yang tidak beroperasi. Sementara pengusaha truk punya kewajiban untuk membayar cicilan truk yang dimilikinya, maka kami dari Aptrindo meminta kebijakan dari pemerintah berupa kelonggaran agar para pengusaha truk ini hanya mencicil bunganya saja," ungkapnya.
Meski masuk sebagai barang modal, biaya investasi truk terbilang mahal karena tenor kreditnya pendek 4-5 tahun, bunga kredit 10-12 persen dengan setoran uang muka 30 persen. Dalam kondisi normal hal ini tidak terlalu memusingkan, tapi beda ceritanya saat truk lebih banyak "nongkrong" di garasi ketimbang menghasilkan 'cuan'.
Dalam hitung-hitungannya, Hanya satu buah truk saat ini di atas Rp1 miliar. Untuk onder angkut kontainer dengan jarak 50 kilometer estimasi yang didapat 2 juta. Dari situ 50 persen untuk operasional. Dengan pendapatan yang demikian satu truk yang dibeli dengan cara leasing, tak mampu membayar cicilan. Agar bisa bayar harus disubsidi dari truk sebelumnya yang sudah lunas.
Ini belum termasuk biaya yang harus ditanggung pengusaha truk bila melewati Tol. Dari Jakarta ke Surabaya bisa mencapai Rp1 juta. Persoalannya, beban ini tak mau ditanggung oleh pemilik barang. Sedangkan kami juga berat, akhirnya mau tak mau dibebankan kepada konsumen. Harga jual menjadi meningkat.
"Persoalan ini sudah kami sampaikan pada pemerintah agar pentarifan jalan tol bisa berpihak pada pengusaha angkutan logistik," ujarnya.
"Kebijakan pemerintah saat itu pengusaha truk hanya disuruh membayar bunganya saja yang sudah dikorting 50 persen. Tapi ini hanya bersifat penundaan yang akan diperhitungkan di kemudian hari," ujarnya.
"Nah begitu pandemi dinyatakan berakhir dan aktivitas ekonomi kembali bergerak, semua yang tertunda itu kembali masuk dalam hitungan. Ini yang kita sebut penyakitnya belum sembuh betul. Karena arus kas perusahaan belum kembali normal.
Dijelaskan Gemilang, bunga untuk industri angkutan logistik khususnya truk ini sangat tinggi. Jadi berbeda dengan angkutan penumpang pribadi. Kalau pribadi bunganya bisa tiga persen bahkan ada yang nol persen. Sementara di bidang transportasi logistik ini bunganya bisa mencapai 12 persen setahun, ini masih bunga normal.
"Ini yang memberatkan bagi kami. Karena itu kami meminta kepada pemerintah agar bisa memberikan perhatian pada pengusaha truk, besaran bunga kreditnya bisa dikurangi. Selama masa pemulihan ini kalau bisa dibuat nol persen bunganya. Nanti setelah keadaan pulih kembali lagi seperti semula," paparnya.